RIANTIARNO: REFORMASI BERDAMPAK PADA BERKESENIAN DI INDONESIA
Oleh Zeynita Gibbons dan Zita Meirina
Frankfurt, 15/10 (Antara) - Sejumlah seniman teater Indonesia mengakui reformasi di Tanah Air telah membawa dampak kemajuan bagi dunia seni peran bila dibandingkan dalam zaman orde baru.
Dua seniman Indonesia, yakni Nano Riantiarno tokoh teater pendiri Teater Koma dan Butet Kartaredjasa pemeran teater, mengungkapkan kisahnya dalam menuangkan kata ke atas panggung dalam Acara "In Conversation From Word to the Stage", yang digelar di Paviliun Indonesia, Frankfurt Book Fair, Kamis.
"Dunia teater saat ini banyak berubah," ujar Nano Riantiarno, Rabu usai acara diskusi yang mendapat sambutan para pengunjung paviliun Indonesia yang bertemakan "Islands of Imagination".
Diakuinya banyak kelompok teater di daerah yang mulai tumbuh dan bahkan saat ini tidak ada lagi apa yang dinamakan sensor pada pertunjukkan teater sebagaimana pada masa lalu, naskah harus diserahkan kepada pihak kepolisian.
Nano mengakui bahwa ia pernah mengakali polisi yang minta naskah teater yang akan dipertunjukkannya dengan cara mematikan lampu di gedung pertunjukan sehingga sangat sulit bagi polisi untuk mencocokkan naskah yang ditampilkan Teater Koma yang dikenal dengan Trilogi Opera Kecoa.
Kebebasan berkesenian juga berdampak kepada dunia teater, ujar Nano Riantiarno menambahkan bahwa saat ini siapa pun bisa bicara tentang apa pun juga dalam dunia teatre sekalipun.
"Hanya saja sekarang kita tidak tahu siapa musuh kita," ujarnya. Hal itu juga diakui Butet Kartaredjasa yang sering kali menirukan cara bicara berbagai tokoh dan juga presiden.
Butet yang pernah memerankan tokoh SBY (Si Butet Yogja) dalam Republik Mimpi, yang merupakan pameo dari presiden RI SBY, mengakui belum bisa mencontoh gaya bicara Presiden Jakowi, "Saya belum menemukan cacatnya," ujar Butet yang dikenal dalam program mingguan Sentilan-Sentilun di MetroTV bersama Slamet Rahardjo.
Dalam acara diskusi yang mendapat sambutan pengunjung Paviliun Indonesia yang dalam Frankfurt Book Fair 2015, Nano Riantiarno - suami dari aktris Ratna Riantiarno - juga menampilkan cuplikan dari naskah Opera Kecoa. Nano mengakui apa yang harus dilakukan setelah nama Indonesia makin dikenal di Jerman.
"What is next itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah jangan sampai setelah pameran Frankfurt Book Fair usai nama Indonesia kembali tengelam," ujar Nano Riantiarno yang mendirikan Theatre Koma tahun 1977 dan merupakan salah satu teater yang dikenal sangat produktif.
Dalam penyelenggaraan Frankfurt Book Fair 2015, Indonesia yang menjadi Guest of Honour menampilkan bertemakan "Islands of Imagination", mengelar lebih dari 600 acara mulai dari diskusi, pemutaran film, pameran photo sampai pada demo memasak selama pameran berlangsung dari 14 hingga 18 Oktober mendatang.***4*** (T.Z003/B/E.S. Syafei/E.S. Syafei) 15-10-2015 10:36:13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar