Kamis, 22 Oktober 2015

BOOKFAIR

EROS TIDAK AKAN MEMBUAT FILM SEPUTAR G30S
     Oleh Zeynita Gibbons

         Frankfurt, 18/10 (Antara) - Budayawan yang juga seorang politikus Eros Djarot mengingatkan para produser film di Indonesia untuk tidak pernah menyentuh dan membuat film yang mengangkat kisah seputar 30 September.

           Eros Djarot yang aktif di Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarno Putri dan Partai Nasionalis Bung Karno berpartisipasi sebagai pembicara dalam diskusi "Politic in Film," yang diadakan dalam rangkaian Frankfurt Book Fair yang berlangsung di Deutsches Filmmuseum, Frankfurt, Sabtu malam.

              Dalam acara diskusi bersama Sutradara film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Angga Dwimas Sasongko,  yang dihadiri Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Prof. Dr. Endang Caturwati, dan kurator Natascha Gikas, adik dari bintang film Slamet Rahadjo menekankan agar produser film Indonesia jangan pernah menyentuh masalah yang sensitif tersebut.

             Diakuinya film yang dibuat dengan tema politik tidak akan populer, meskipun Indonesia dalam masa kependudukan Jepang, film digunakan sebagai alat politik.

             "Film semata mata hanyalah alat hiburan," ujar Pendiri dan Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Nominator Mike Burke's Award, BBC documentary Competition.

               Erros Djarot kelahiran Rangkasbitung pada tahun 1988 menjadi Sutradara Terbaik untuk film Tjoet Nja' Dhien, dan pencipta original soundtrack, Badai Pasti Berlalu serta sutradara Kantata Takwa, merasa kecewa karena pada tahun 2008 film Lastri yang disutradarainya tidak dapat diselesaikannya karena diadaptasi dari buku Suara Perempuan Tragedi '65 karya Ita F. Nadia.

            "Banyak kendala yang saya hadapi," ujar Erros Djarot kepada Antara London menjelang pemutaran film pada saat pembuatan tahun 2008, sejumlah tekanan diterimanya untuk menghentikannya, antara lain dari Front Pembela Islam, FPI saat pengambilan gambar di Solo.

             Eros mengaku memang tidak pernah ada surat formal untuk memintanya berhenti, namun tekanan yang dialaminya membuat dia akhirnya menghentikan produksi film yang baru berjalan sepuluh persen itu.

           Untuk itu dari pengalamannya Erros Djarot mengakui bahwa membuat film seputar 30 September di Indonesia masih merupakan hal yang tabu dan tidak boleh diungkit-ungkit lagi.

   
                            Senang
         Sementara itu Sutradara film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Angga Dwimas Sasongko mengakui bahwa ia sangat senang film ya bisa diputar dalam rangkaian acara Frankfurt Book Fair dimana Indonesia menjadi 'guest of honour" dalam penyelenggaraan pameran terbesar di dunia.

            Angga mengakui bahwa ada tiga film yang membuatnya terjun ke dunia film salah satunya yaitu film Erros Djarot, Tjoet Nja Dhien yang membuatnya bertekad untuk menjadi sutradara film.

              Cahaya Dari Timur: Beta Maluku  merupakan film drama Indonesia tahun 2014 yang dibintangi Chicco Jerikho dan Shafira Umm dan  dirilis pada tanggal 19 Juni 2014, diangkat dari kisah nyata yang sejak awal menghadirkan gambaran kondisi yang sebenarnya berdasarkan cerita.

            Angga Dwimas Sasongko kelahiran  di Jakarta,11 Januari 1985 menyutradarai sekaligus memproduseri film pertamanya Foto Kotak dan Jendela pada tahun 2006 saat usianya baru 21 tahun.

            Film terakhirnya Hari Untuk Amanda mendapatkan delapan nominasi Piala Citra 2010 termasuk Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik - Oka Antara, Pemeran Utama Wanita Terbaik - Fanny Fabriana dan Film Terbaik.

              Dalam rangkaian Frankfurt Book Fair, Indonesia mengelar acara "Indonesian Film Parade," selama sebulan bekerjasama dengan Archipelago in Motion dengan menampilkan film 15 film dan dua film "short  compilation."
      Penangung jawab Indonesian Film Parade, Wahyu Aditya mengatakan ke 15 film yang diputar sejak tanggal 6 hingga 30 Oktober selain Cahaya Dari Timur: Beta Maluku juga ada film Tjoet Nja Dhien, Sang Pencerah, Tabula Rasa, The Raid, Laskar Pelangi dan film buatan 1954 Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail.

              Menurut Wahyu Aditya, banyak film Indonesia yang dibuat dan berdasarkan buku yang best seller dan bahkan kadangkala film nya lebih menarik dari buku cerita nya, atau sebaliknya, keduanya saling melengkapi.

             Usai acara diskusi dilanjutkan dengan pemutaran film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku yang menarik perhatian penonton karena  menggunakan dialog Ambon dalam keseluruhan film dan dipilihnya aktor-aktor muda berbakat asli Maluku untuk mengisi peran anak-anak yang ada. film tentang sepak bola ini juga mendapat penghargaan festival film Indonesia 2014 sebagai film terbaik.

Tidak ada komentar: