Perawan Maria membawa Feby Indirani keliling Eropa
News ID: 547662
London (ANTARA) - Penulis muda Feby Indirani, menapaki dunia literasi internasional, buku fiksi nya “Bukan Perawan Maria,” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Italia Non Ã'mica la vergine Maria oleh penerbit Add Editore melakukan tur dan menjadi pembicara di berbagai sesi di lima kota di Italia, di London dan Frankfurt Book Fair 2019.
Bukan Perawan Maria diterbitan Pabrikultur, 2017 memuat 19 cerita pendek terinspirasi dari kehidupan Muslim di Indonesia diterjemahkan Profesor Antonia Soriente, ahli kajian bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Napoli Lâ'Orientale.
“Perjalanan sastra yang menyenangkan, dan saya sangat bersyukur mendapatkan sambutan yang sangat baik dari publik di kota-kota Italia, London dan Frankfurt,” ujar Feby Indirani kepada Antara London, Minggu.
Dalam tur bukunya Feby yang menerima beasiswa Chevining, dari pemerintah Inggris didampingi editornya dari penerbit Italia Add Editore, Ilaria Benini dan penerjemah bukunya Profesor Antonia Soriente.
Acara diawali di KBRI Roma dibuka langsung Duta Besar Indonesia untuk Italia, Esti Andayani. “Oktober adalah bulan pemuda, juga bulan bahasa, jadi tepat jika kita mengadakan diskusi sastra dari penulis muda, “ ujar Dubes Esti.
Masih di Roma, Feby diundang menjadi salah satu pembicara internasional di Inquitte, festival penulis perempuan terfavorit di Italia. Sementara di Napoli, buku ini dikaji di hadapan dosen dan mahasiswa Universitas Napoli tempat Profesor Antonia mengajar.
Di lima kota tersebut, para pembahas buku ini terdiri dari akademisi, penulis, dan jurnalis yang menyatakan antusiasme mereka terhadap buku ini.”Buku ini sangat lucu, ringan tapi mengungkapkan hal yang tajam dan relevan, dan tidak ada yang steriotipe di sini, “ ujar penulis dan akademisi dari Universitas Bologna, Francesco Cattani.
“Saya belum pernah membaca cerita-cerita semacam ini. Buku ini juga memperlihatkan keragaman dalam dunia Islam, menegaskan bahwa Muslim tidaklah monolitik. “ ujar peneliti bahasa dan literatur Arab dari Universitas Napoli, Francesca Bellino.
Feby Indirani mengatakan proses penerjemahan buku kedalam bahasa Italia
yang berjudul Non e mica la vergine Maria dibantu sejumlah mahasiswa yang sedang menjalani studi master yang mempelajari sastra Indonesia.
Dalam diskusi di lima kota di Italia, Milan, Turino, Bologna, Roma dan Napoli berlangsung sejak 8-14 Oktober lalu Feby berturut-turut melakukan tujuh presentasi di KBRI Roma Italia, Universitas Napoli, festival perempuan penulis, Inquitte dan toko buku.
Bukan Perawan Maria berisi 19 cerita pendek yang semuanya tentang Islam dan kehidupan sehari-hari di Indonesia, jadi inspirasi diperoleh antara lain dari kehidupan sehari-hari yang Feby temui dan bagaimana seringkali ada kontrakdisi antara ajaran Islam yang Feby ketahui dari keluarga dan buku-buku dibacanya dengan praktik sehari-hari yang ditemui.
Misalnya, orang tua saya mengajari saya untuk bertenggang rasa dan bersikap adil, karena itu adalah ajaran Islam. Tapi dalam praktik sehari-hari sebagian orang Islam kurang memperhatikan kepentingan bersama, misalnya menutup jalan publik saat sedang berlangsung ibadah sholat Jumat. Hal-hal seperti ini yang saya kritisi melalui cerita-cerita saya," ujar Feby.
Melalui cerita-cerita dalam bukunya, Feby ingin mengembalikan tradisi Islam yang mempromosikan kasih sayang dan rasa humor, dan bukan Islam yang identik dengan kekerasan dan kemarahan.
Selain mendapat sambutan hangat dari para ahli dan audiens di lima kota, buku ini juga telah mendapatkan berbagai liputan dan review dari media dan blog-blog kritik sastra di Italia.
Dalam pertemuan bulanan organisasi Perhimpunan Inggris Indonesia ( Anglo-Indonesian Society) London, UK yang diketuai mantan diplomat Inggris, Martin Hattful, Feby berhasil menarik perhatian anggota Anglo yang terdiri dari berbagai kalangan.
Pada kesempatan itu Feby membacakan salah satu ceritanya yang berjudul ‘The Woman Who Lost Her Face.’
“Acara berlangsung sangat sukses karena diskusinya sangat hidup dan kami mendapat tanggapan yang sangat baik dari hadirin,” ujar dubes Martin Hattful.
Setelah melakukan tur bukunya di Italia dan London, Feby mengisi sejumlah panel di Frankfurt Book Fair 2019 yang berlangsung 16-20 Oktober. Salah satu sesinya adalah di Frankfurt Paviliun mengenai Perempuan Penulis Asia Pasific bersama penulis asal Malaysia dan India.
Feby juga melakukan diskusi di Goethe University bersama penulis Indonesia Dr. Soe Tjen Marching dan Rio Johan. Ia berharap sedikit demi sedikit, sastra Indonesia bisa lebih diperhitungkan oleh publik internasional.
Feby Indirani adalah penulis, jurnalis dan praktisi media. Ia pernah mendapatkan beberapa hibah internasional dan beasiswa dari Australia, Jerman, Jepang, dll. Buku fiksi terbarunya adalah Bukan Perawan Maria (2017) dan buku non-fiksi yaitu Made in Prison (2017)
Bukan Perawan Maria menggunakan tema Islamisme Magis, kisah-kisah dalam buku ini berlatar situasi fantasi yang penuh paradoks dan pertentangan. Misalnya cerita tentang seekor babi yang dipandang haram dalam Islam namun mengajukan permohonannya untuk menjadi Muslim. Ada pula iblis yang ingin pensiun akibat bosan dengan pekerjaannya yang tak lagi menantang.
Selain itu, tentang malaikat pencatat amal yang cuti karena manusia sudah rajin melakukannya sendiri di akun media sosial, seorang pembom bunuh diri yang berharap bertemu bidadari, tapi ternyata hanya bertemu perempuan biasa yang malah dibencinya.
Profesor Soriente sebagaimana dikutip dari situs Add Editore menyebutkan dengan gaya menulis dan keberaniannya, Feby menempatkan diri sebagai penulis Indonesia kontemporer yang menggunakan pena untuk mengritik diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok-kelompok Islam yang terlalu keras. Sebuah penyembuh bagi publik internasional.
Buku ini juga memuat ilustrasi cantik karya seniman muda asal Italia, Marie Cecile untuk sampul dan halaman dalam sebagai tafsir dari cerita-cerita Feby.
Penyair dan figur legendaris Goenawan Mohamad menuliskan pengantarnya untuk buku ini. "Cerita-cerita yang penuh pertentangan seperti ini hanya bisa dituliskan oleh suara dari dalam, Muslim yang intim dengan bahasa dan pola pikir khas masyarakatnya, dan begitulah Feby. Tapi di saat yang sama dia juga berada di luar dinding, suatu posisi yang membuatnya mencerap masyarakatnya dengan akrab sekaligus asing," tulis pendiri Majalah Tempo ini.
Feby yang sedang melanjutkan studi di London, Inggris menyatakan kegembiraannya dengan penerbitan edisi Italia dari bukunya. Ini penerbit sama yang menerbitkan karya penulis-penulis peraih penghargaan seperti penulis Inggris-Pakistan, Nadeem Aslam dan penulis Thailand Prabda Yoon. Jadi saya tentu saja merasa bersyukur atas pilihan mereka menerbitkan buku saya," ujar Feby.
Terbitnya buku ini menambah salah satu jembatan budaya untuk memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Italia. Feby menyatakan dalam seminggu terakhir, mulai banyak pembaca dari Italia yang menyapanya melalui media sosial untuk menyampaikan kesan mereka. Salah satunya adalah Miriana Cioffi, mahasiswa studi Master yang juga ikut terlibat di dalam proses penerjemahan. "Buku ini luar biasa. Salah satu cerita yang saya suka adalah Cemburu pada Bidadari, karena cerita itu ironis," ujar Miriana.
Cerita ini tentang seorang istri yang ngambek setelah memergoki suaminya asyik membaca buku berisi janji bahwa pria beriman akan memperoleh pasangan bidadari di surga. Katanya kita pasangan sedunia dan seakhirat, kenapa kamu tidak cukup hanya dengan aku saja? Demikian protes sang istri.
Terbitnya buku ini sudah diberitakan di majalah Vanity Fair edisi Italia dan juga menjadi salah satu bacaan direkomendasi situs berita terkemuka Wired Italia. (ZG)
Bukan Perawan Maria diterbitan Pabrikultur, 2017 memuat 19 cerita pendek terinspirasi dari kehidupan Muslim di Indonesia diterjemahkan Profesor Antonia Soriente, ahli kajian bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Napoli Lâ'Orientale.
“Perjalanan sastra yang menyenangkan, dan saya sangat bersyukur mendapatkan sambutan yang sangat baik dari publik di kota-kota Italia, London dan Frankfurt,” ujar Feby Indirani kepada Antara London, Minggu.
Dalam tur bukunya Feby yang menerima beasiswa Chevining, dari pemerintah Inggris didampingi editornya dari penerbit Italia Add Editore, Ilaria Benini dan penerjemah bukunya Profesor Antonia Soriente.
Acara diawali di KBRI Roma dibuka langsung Duta Besar Indonesia untuk Italia, Esti Andayani. “Oktober adalah bulan pemuda, juga bulan bahasa, jadi tepat jika kita mengadakan diskusi sastra dari penulis muda, “ ujar Dubes Esti.
Masih di Roma, Feby diundang menjadi salah satu pembicara internasional di Inquitte, festival penulis perempuan terfavorit di Italia. Sementara di Napoli, buku ini dikaji di hadapan dosen dan mahasiswa Universitas Napoli tempat Profesor Antonia mengajar.
Di lima kota tersebut, para pembahas buku ini terdiri dari akademisi, penulis, dan jurnalis yang menyatakan antusiasme mereka terhadap buku ini.”Buku ini sangat lucu, ringan tapi mengungkapkan hal yang tajam dan relevan, dan tidak ada yang steriotipe di sini, “ ujar penulis dan akademisi dari Universitas Bologna, Francesco Cattani.
“Saya belum pernah membaca cerita-cerita semacam ini. Buku ini juga memperlihatkan keragaman dalam dunia Islam, menegaskan bahwa Muslim tidaklah monolitik. “ ujar peneliti bahasa dan literatur Arab dari Universitas Napoli, Francesca Bellino.
Feby Indirani mengatakan proses penerjemahan buku kedalam bahasa Italia
yang berjudul Non e mica la vergine Maria dibantu sejumlah mahasiswa yang sedang menjalani studi master yang mempelajari sastra Indonesia.
Dalam diskusi di lima kota di Italia, Milan, Turino, Bologna, Roma dan Napoli berlangsung sejak 8-14 Oktober lalu Feby berturut-turut melakukan tujuh presentasi di KBRI Roma Italia, Universitas Napoli, festival perempuan penulis, Inquitte dan toko buku.
Bukan Perawan Maria berisi 19 cerita pendek yang semuanya tentang Islam dan kehidupan sehari-hari di Indonesia, jadi inspirasi diperoleh antara lain dari kehidupan sehari-hari yang Feby temui dan bagaimana seringkali ada kontrakdisi antara ajaran Islam yang Feby ketahui dari keluarga dan buku-buku dibacanya dengan praktik sehari-hari yang ditemui.
Misalnya, orang tua saya mengajari saya untuk bertenggang rasa dan bersikap adil, karena itu adalah ajaran Islam. Tapi dalam praktik sehari-hari sebagian orang Islam kurang memperhatikan kepentingan bersama, misalnya menutup jalan publik saat sedang berlangsung ibadah sholat Jumat. Hal-hal seperti ini yang saya kritisi melalui cerita-cerita saya," ujar Feby.
Melalui cerita-cerita dalam bukunya, Feby ingin mengembalikan tradisi Islam yang mempromosikan kasih sayang dan rasa humor, dan bukan Islam yang identik dengan kekerasan dan kemarahan.
Selain mendapat sambutan hangat dari para ahli dan audiens di lima kota, buku ini juga telah mendapatkan berbagai liputan dan review dari media dan blog-blog kritik sastra di Italia.
Dalam pertemuan bulanan organisasi Perhimpunan Inggris Indonesia ( Anglo-Indonesian Society) London, UK yang diketuai mantan diplomat Inggris, Martin Hattful, Feby berhasil menarik perhatian anggota Anglo yang terdiri dari berbagai kalangan.
Pada kesempatan itu Feby membacakan salah satu ceritanya yang berjudul ‘The Woman Who Lost Her Face.’
“Acara berlangsung sangat sukses karena diskusinya sangat hidup dan kami mendapat tanggapan yang sangat baik dari hadirin,” ujar dubes Martin Hattful.
Setelah melakukan tur bukunya di Italia dan London, Feby mengisi sejumlah panel di Frankfurt Book Fair 2019 yang berlangsung 16-20 Oktober. Salah satu sesinya adalah di Frankfurt Paviliun mengenai Perempuan Penulis Asia Pasific bersama penulis asal Malaysia dan India.
Feby juga melakukan diskusi di Goethe University bersama penulis Indonesia Dr. Soe Tjen Marching dan Rio Johan. Ia berharap sedikit demi sedikit, sastra Indonesia bisa lebih diperhitungkan oleh publik internasional.
Feby Indirani adalah penulis, jurnalis dan praktisi media. Ia pernah mendapatkan beberapa hibah internasional dan beasiswa dari Australia, Jerman, Jepang, dll. Buku fiksi terbarunya adalah Bukan Perawan Maria (2017) dan buku non-fiksi yaitu Made in Prison (2017)
Bukan Perawan Maria menggunakan tema Islamisme Magis, kisah-kisah dalam buku ini berlatar situasi fantasi yang penuh paradoks dan pertentangan. Misalnya cerita tentang seekor babi yang dipandang haram dalam Islam namun mengajukan permohonannya untuk menjadi Muslim. Ada pula iblis yang ingin pensiun akibat bosan dengan pekerjaannya yang tak lagi menantang.
Selain itu, tentang malaikat pencatat amal yang cuti karena manusia sudah rajin melakukannya sendiri di akun media sosial, seorang pembom bunuh diri yang berharap bertemu bidadari, tapi ternyata hanya bertemu perempuan biasa yang malah dibencinya.
Profesor Soriente sebagaimana dikutip dari situs Add Editore menyebutkan dengan gaya menulis dan keberaniannya, Feby menempatkan diri sebagai penulis Indonesia kontemporer yang menggunakan pena untuk mengritik diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok-kelompok Islam yang terlalu keras. Sebuah penyembuh bagi publik internasional.
Buku ini juga memuat ilustrasi cantik karya seniman muda asal Italia, Marie Cecile untuk sampul dan halaman dalam sebagai tafsir dari cerita-cerita Feby.
Penyair dan figur legendaris Goenawan Mohamad menuliskan pengantarnya untuk buku ini. "Cerita-cerita yang penuh pertentangan seperti ini hanya bisa dituliskan oleh suara dari dalam, Muslim yang intim dengan bahasa dan pola pikir khas masyarakatnya, dan begitulah Feby. Tapi di saat yang sama dia juga berada di luar dinding, suatu posisi yang membuatnya mencerap masyarakatnya dengan akrab sekaligus asing," tulis pendiri Majalah Tempo ini.
Feby yang sedang melanjutkan studi di London, Inggris menyatakan kegembiraannya dengan penerbitan edisi Italia dari bukunya. Ini penerbit sama yang menerbitkan karya penulis-penulis peraih penghargaan seperti penulis Inggris-Pakistan, Nadeem Aslam dan penulis Thailand Prabda Yoon. Jadi saya tentu saja merasa bersyukur atas pilihan mereka menerbitkan buku saya," ujar Feby.
Terbitnya buku ini menambah salah satu jembatan budaya untuk memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Italia. Feby menyatakan dalam seminggu terakhir, mulai banyak pembaca dari Italia yang menyapanya melalui media sosial untuk menyampaikan kesan mereka. Salah satunya adalah Miriana Cioffi, mahasiswa studi Master yang juga ikut terlibat di dalam proses penerjemahan. "Buku ini luar biasa. Salah satu cerita yang saya suka adalah Cemburu pada Bidadari, karena cerita itu ironis," ujar Miriana.
Cerita ini tentang seorang istri yang ngambek setelah memergoki suaminya asyik membaca buku berisi janji bahwa pria beriman akan memperoleh pasangan bidadari di surga. Katanya kita pasangan sedunia dan seakhirat, kenapa kamu tidak cukup hanya dengan aku saja? Demikian protes sang istri.
Terbitnya buku ini sudah diberitakan di majalah Vanity Fair edisi Italia dan juga menjadi salah satu bacaan direkomendasi situs berita terkemuka Wired Italia. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar