British Museum gelar wayang kulit dengan lakon Ramayana
News ID: 504020
London (ANTARA) - British Museum mengelar acara wayang kulit dengan lakon Brubuh Alengka, cuplikan dari Serat Ramayana dengan dalang Ki Sujarwo Joko Prehatin diiringin gamelan Southbank Gamelan melengkapi pameran topeng koleksi Sir Stamford Raffles di Asia Tenggara 1811-1824 yang digelar di gedung museum berlokasi di Great Russell Street, London, Jumat malam
Dalang Ki Sujarwo Joko Prehatin yang menampilkan wayang dengan mengunakan bahasa Inggris diiringi gamelan dari Southbank berhasil menarik perhatian lebih dari 200 penonton yang sebagian besar warga asing yang memenuhi gedung British Museum bahkan ada yang rela berdiri.
Tampil di British Museum tentunya membanggakan dan senang karena pentas di tempat yang terkenal dan menarik, ujar Dalang Ki Sujaro Joko Prehatin kepada Antara Sabtu.
Dikatakannya instrumen gamelan dan wayang yang dipakai adalah milik Southbank. Dan wayang yang digunakan sebagian
milik saya, ujarnya.
Dikatakan awalnya ia diundang Alexandra Green mengkoordinasi acara Raffles exebhition di British Museum.
Dalam pagelaran wayang, Ki Sujaro Joko Prehatin awalnya melantumkan lancaran 45 dengan iringan musiknya karya Ki Nartosabdo seniman dari Semarang dan syairnya karya Ir. Soekarno Presiden RI pertama dilanjutkan Lagu Garuda Pancasila pun bergema di British Museum yang megah.
Lagu Garuda Pancasila dilantumkan oleh sebanyak 12 pemain dari Gemelan Southbank dengan koordinatorJohn Pawson membawakan lagu perjuangan 45 seperti Garuda Pancasila
Ketua Indonesia UK Society, Cathy Lelengboto Paat kepada Antara London, Sabtu malam mengatakan bahwa ia merasa bangga bisa melihat kesenian Indonesia di digelar oleh British Museum, London, apalagi sebagian besar pemain orang Inggris yang menyanyikan lagu Garuda Pancasila.
Banyak orang Asing terpesona dengan keindahan wayang Kuli
dan ceritanya serta alunan Gamelan yang membuat suasana dan hati aman tentram, ujar Cathy.
Beberapa penonton anak-anak kecil duduk diam dengan manis menyaksikan wayang karena terpesona dengan dalang yang memainkan Wayang kulitnya.
Hal yang menarik selain dalang berbicara dengan mengunakan bahasa Inggris,salah satu dari Wayang Kulitnya berbentuk Botol Johny Walker .
Koordinator Kemitraan Komunitas, British Museum, Emmerline Smy sebelum pertunjukan wayang, mengajak para undangan tur informal menyaksikan koleksi Sir Stamford Raffles selama ia berada di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1811-1824.
Pameran patung koleksi Sir Stamford Raffles yang diadakan British Museum mendapat dukungan dari Singapore High Commission, Kedutaan Singapura yang ada di London berlangsung hingga 12 Januari 2020.
Pameran ini menghadirkan beragam benda dari Jawa dan Sumatra yang dikumpulkan Sir Stamford Raffles (1781–1826), pejabat kolonial Inggris yang mendirikan Singapura modern.
Raffles tetap menjadi tokoh kontroversial - dan telah dilihat sebagai seorang imperialis yang berkomitmen dan reformis progresif selama beberapa dekade. Dari wayang dan topeng teater hingga alat musik dan patung, pameran koleksinya ini mengeksplorasi masyarakat Jawa abad ke-19 dan tradisi Hindu-Buddha di pulau itu sebelumnya.
Dikumpulkan dalam kelompok benda-benda ini mengungkapkan bagaimana Raffles memahami -budaya Asia Tenggara. Acara ini juga menyelidiki bagaimana dan mengapa ia mengumpulkan koleksinya dan untuk penelitian yang sedang berlangsung di Museum, bertujuan menjelaskan lebih banyak tentang pengumpulan dan kolonialisme di bagian dunia ini.
Sebagian besar koleksi dan dokumen resmi dan milik pribadi Raffles dari Sumatra yang hilang ketika kapalnya tenggelam tidak lama dalam perjalanan pulang ke Inggris pada tahun 1824. Meskipun tidak banyak yang diketahui tentang praktik pengumpulannya di Sumatra,benda-benda yang dipamerkan di sini pameran memberikan catatan penting tentang seni dan budaya istana Jawa dari abad ke-7 hingga awal abad ke-19.
Dalang Ki Sujarwo Joko Prehatin yang menampilkan wayang dengan mengunakan bahasa Inggris diiringi gamelan dari Southbank berhasil menarik perhatian lebih dari 200 penonton yang sebagian besar warga asing yang memenuhi gedung British Museum bahkan ada yang rela berdiri.
Tampil di British Museum tentunya membanggakan dan senang karena pentas di tempat yang terkenal dan menarik, ujar Dalang Ki Sujaro Joko Prehatin kepada Antara Sabtu.
Dikatakannya instrumen gamelan dan wayang yang dipakai adalah milik Southbank. Dan wayang yang digunakan sebagian
milik saya, ujarnya.
Dikatakan awalnya ia diundang Alexandra Green mengkoordinasi acara Raffles exebhition di British Museum.
Dalam pagelaran wayang, Ki Sujaro Joko Prehatin awalnya melantumkan lancaran 45 dengan iringan musiknya karya Ki Nartosabdo seniman dari Semarang dan syairnya karya Ir. Soekarno Presiden RI pertama dilanjutkan Lagu Garuda Pancasila pun bergema di British Museum yang megah.
Lagu Garuda Pancasila dilantumkan oleh sebanyak 12 pemain dari Gemelan Southbank dengan koordinatorJohn Pawson membawakan lagu perjuangan 45 seperti Garuda Pancasila
Ketua Indonesia UK Society, Cathy Lelengboto Paat kepada Antara London, Sabtu malam mengatakan bahwa ia merasa bangga bisa melihat kesenian Indonesia di digelar oleh British Museum, London, apalagi sebagian besar pemain orang Inggris yang menyanyikan lagu Garuda Pancasila.
Banyak orang Asing terpesona dengan keindahan wayang Kuli
dan ceritanya serta alunan Gamelan yang membuat suasana dan hati aman tentram, ujar Cathy.
Beberapa penonton anak-anak kecil duduk diam dengan manis menyaksikan wayang karena terpesona dengan dalang yang memainkan Wayang kulitnya.
Hal yang menarik selain dalang berbicara dengan mengunakan bahasa Inggris,salah satu dari Wayang Kulitnya berbentuk Botol Johny Walker .
Koordinator Kemitraan Komunitas, British Museum, Emmerline Smy sebelum pertunjukan wayang, mengajak para undangan tur informal menyaksikan koleksi Sir Stamford Raffles selama ia berada di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1811-1824.
Pameran patung koleksi Sir Stamford Raffles yang diadakan British Museum mendapat dukungan dari Singapore High Commission, Kedutaan Singapura yang ada di London berlangsung hingga 12 Januari 2020.
Pameran ini menghadirkan beragam benda dari Jawa dan Sumatra yang dikumpulkan Sir Stamford Raffles (1781–1826), pejabat kolonial Inggris yang mendirikan Singapura modern.
Raffles tetap menjadi tokoh kontroversial - dan telah dilihat sebagai seorang imperialis yang berkomitmen dan reformis progresif selama beberapa dekade. Dari wayang dan topeng teater hingga alat musik dan patung, pameran koleksinya ini mengeksplorasi masyarakat Jawa abad ke-19 dan tradisi Hindu-Buddha di pulau itu sebelumnya.
Dikumpulkan dalam kelompok benda-benda ini mengungkapkan bagaimana Raffles memahami -budaya Asia Tenggara. Acara ini juga menyelidiki bagaimana dan mengapa ia mengumpulkan koleksinya dan untuk penelitian yang sedang berlangsung di Museum, bertujuan menjelaskan lebih banyak tentang pengumpulan dan kolonialisme di bagian dunia ini.
Sebagian besar koleksi dan dokumen resmi dan milik pribadi Raffles dari Sumatra yang hilang ketika kapalnya tenggelam tidak lama dalam perjalanan pulang ke Inggris pada tahun 1824. Meskipun tidak banyak yang diketahui tentang praktik pengumpulannya di Sumatra,benda-benda yang dipamerkan di sini pameran memberikan catatan penting tentang seni dan budaya istana Jawa dari abad ke-7 hingga awal abad ke-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar