KEBUN SAWIT BUKAN PENYEBAB RUSAKNYA HUTAN
Brussel, 16/11 (ANTARA) - Perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan bukan penyebab penebangan hutan serta punahnya orang hutan.
"Pandangan bahwa perkebunan kelapa sawit menyebabkan penabangan hutan dan punahnya oran utan tidaklah sepenuhnya benar," kata Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Luxemburg dan Masyarakat Eropa , Arif Havas Oegroseno, kepada koresponden Antara London, Senin sore.
Usai acara Press leunchon dengan Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, di Hotel Conrad Hotel Brussel, Dubes mengatakan pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar pada produksi kelapa sawit berkelanjutan yang pada tahun 2010 memproduksi 21 juta ton CPO dari sekitar 7,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit.
Menurut dia, sekitar 41 persen produksi CPO dihasilkan petani kecil dan 45 persen oleh pengusaha dan hanya sekitar 8 persen milik pemerintah.
Dikatakannya terdapat sekitar 1,5 juta petani kecil yang bergerak di industri kelapa sawit dan banyak di antaranya yang dapat mengentaskan dirinya dari kemiskinan melalui kelapa sawit.
Pendapatan rata rata petani kelapa sawit sebelum tahun 2000 hanya 1.000 sampai 1.100 Euro per tahun dan hanya sekitar 37 persen menghasilkan hanya 600 sampai 700 Euro per tahun.
Pada tahun 2009, pendapatan petani rata rata naik dua kali lipat menjadi 2.000 Euro per tahun, sementara petani yang sebelumnya memiliki penghasilan kurang dari 700 Euro berkurang 16 persen. "Kelapa sawit telah berhasil meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan," ujarnya.
Kehadiran Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, beserta Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Zaenal Bachruddin, serta Excetutif Chairman Komisi Palm Oil Indonesia, Rosediana Suharto, dalam rangka kampanye bersama Indonesia-Malaysia mengenai "Promotion on Sustainable Palm Oil Production".
Selama di Brussel, Wakil Menteri Pertanian mengadakan acara press lunchon dengan media masa di Brussel dan bertemu dengan Komisi untuk Lingkungan Uni Eropa, Janez Potocnik.
Pada kesempatan itu, Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa minyak kelapa sawit adalah biofiul yang paling produktif di antara minyak nabati lainnya.
Energi yang dihasilkan dalam satu hektar lahan minyak kelapa sawit 3,74 ton per tahun dengan energi yang dihasilkan sebesar 9 kali lipat dari kacang kedelai yang hanya menghasilkan 0,38 ton dan bunga matahari 0,48 ton.
Dalam pertemuan dengan Jane Potocnik dibahas mengenai biofuel yang merupakan sesuatu hal yang baru bagi Komisi Eropa yang juga masih belajar. Uni Eropa menetapkan standar default value minyak sawit sebesar 19 persen, sementara yang dibutuhkan 35 persen untuk biofuel.
Hasil studi Indonesia, menurut Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, Rosedana Suharto, menunjukan default value minyak sawit mencapai 60 persen.
Oleh karena itu, Indonesia merasa perlu berdialog dengan Uni Eropa.
Sementara itu, total produksi minyak kelapa sawit dunia mencapai 44,3 juta ton pada tahun 2010.
Tuntutan Indonesia pada Uni Eropa adalah dalam menentukan standar itu harus berdasarkan harus memenuhi dua factor, yaitu transparansi dan bersifat ilmiah.
Uni Eropa mengakui bahwa Renewable Energy Directive Uni Eropa (EU-RED) masih terbuka dengan masukan dari berbagai negara agar dapat menghaslkan kebijakannya yang tepat dan mengguntungkan semua pihak, kata Arief Havas Oegroseno. ***2***
(ZG)/
(T.H-ZG/B/A027/A027) 16-11-2010 09:22:33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar