Asian Art Boom” tingkatkan kesenian kontemporer di Indonesia
News ID: 1418058
London (ANTARA) -
Pasar kesenian kontemporer di Indonesia berkembang sebagai dampak dari "Asian art boom" dua dekade terakhir, di mana meningkatnya perhatian global akan karya seni dari Tiongkok turut mengangkat popularitas dan harga karya seni Indonesia di pasaran.
Hal itu disampaikan Direktur David Zwirner Gallery dari Sisi art gallery, Galuh Sukardi dalam acara diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual, Selasa, (15/9)
Counsellor Pensosbud KBRI London, Hartyo Harkomoyo, kepada Antara London, Selasa mengatakan diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual, diadakan Kedutaan besar Indonsia di London bekerja sama dengan organisasi Anglo-Indonesian Society (AIS) yang terdiri dari warga Inggris dan Indonesia.
Menurut Galuh Sukardi, karya seni Indonesia terjual lebih banyak sehubungan dengan meningkatnya kolektor, baik di Indonesia maupun di luar negeri, yang memburu karya-karya seniman Indonesia.
Diskusi secara vitual menampilkan Sinta Tantra,seniman Inggris keturunan Bali dari sisi praktisi seni,
hadir para pengamat seni tidak saja dari Inggris dan Indonesia, tapi juga dari Singapura, Hong Kong, dan Ekuador.
Menurut Hartyo Harkomoyo, acara ini merupakan upaya KBRI London untuk mempromosikan seni dan budaya Indonesia kepada masyarakat Inggris.
Pada saat pandemi Covid-19, promosi yang bersifat pameran belum dapat dilaksanakan, oleh karena itu KBRI terus mengadakan kegiatan virtual agar seni dan budaya Indonesia tetap hadir dalam radar perhatian masyarakat Inggris.
Hartyo mengajak seniman Indonesia untuk melakukan inovasi dalam mempromosikan seni karena platform digital yang muncul di new normal membuka kesempatan luas promosi tanpa batas negara.
Dalam kesempatan itu Galuh Sukardi memaparkan perspektif historis perkembangan seni kontemporer di Indonesia.Dalam dua dekade terakhir, seniman Indonesia semakin sadar akan identitasnya serta lebih memahami sejarah kolonial, ujarnya.
Seniman Indonesia kini memanfaatkan perkembangan akses terhadap informasi dan teknologi dalam produksi karya.
Popularitas seni kontemporer di Indonesia turut didukung oleh pihak swasta seperti Museum MACAN serta komunitas-komunitas yang aktif seperti Ruangrupa.
Kesenian kontemporer Indonesia mempertunjukkan semangat entrepreneurial seniman Indonesia, yang secara mandiri aktif dalam menghasilkan karya secara bottom-up dari komunitas secara gotong royong.
Sementara itu Sinta Tantra menghasilkan karya lukis dalam skala arsitektural, seperti jembatan, tembok, bangunan, trotoar. Telah menghasilkan karya di Inggris, Hong Kong, Italia, Korea Selatan, dan Pakistan.
Sinta Tantra berkarya dengan maksud untuk membuat seni lebih menjadi bagian dari keseharian masyarakat, menghadirkan fungsi sosial dan ekonomi dari kesenian. Seni di ranah publik dapat menjangkau audiens lebih luas dan lintas batas, ujarnya.
Salah satu exhibisi terkini Sinta Tantra berjudul Modern Times, terinspirasi oleh pengalaman kunjungan Charlie Chaplin ke Bali tahun 1932. Modern Times menampilkan karya lukisan khas Sinta Tantra pada medium-medium baru seperti kain tenun dalam rangka penghormatan terhadap budaya Bali dan potongan logam (terinspirasi fitur industrial di film-film Charlie Chaplin).
Menyikapi pandemi COVID-19, kedua narasumber berpandangan bahwa ke depannya baik seniman maupun galeri akan dituntut mengeksplorasi pemanfaatan media-media baru dalam memamerkan karya, seperti ekshibisi secara virtual melalui augmented reality (ZG)
Pasar kesenian kontemporer di Indonesia berkembang sebagai dampak dari "Asian art boom" dua dekade terakhir, di mana meningkatnya perhatian global akan karya seni dari Tiongkok turut mengangkat popularitas dan harga karya seni Indonesia di pasaran.
Hal itu disampaikan Direktur David Zwirner Gallery dari Sisi art gallery, Galuh Sukardi dalam acara diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual, Selasa, (15/9)
Counsellor Pensosbud KBRI London, Hartyo Harkomoyo, kepada Antara London, Selasa mengatakan diskusi Indonesian Contemporary Art, secara virtual, diadakan Kedutaan besar Indonsia di London bekerja sama dengan organisasi Anglo-Indonesian Society (AIS) yang terdiri dari warga Inggris dan Indonesia.
Menurut Galuh Sukardi, karya seni Indonesia terjual lebih banyak sehubungan dengan meningkatnya kolektor, baik di Indonesia maupun di luar negeri, yang memburu karya-karya seniman Indonesia.
Diskusi secara vitual menampilkan Sinta Tantra,seniman Inggris keturunan Bali dari sisi praktisi seni,
hadir para pengamat seni tidak saja dari Inggris dan Indonesia, tapi juga dari Singapura, Hong Kong, dan Ekuador.
Menurut Hartyo Harkomoyo, acara ini merupakan upaya KBRI London untuk mempromosikan seni dan budaya Indonesia kepada masyarakat Inggris.
Pada saat pandemi Covid-19, promosi yang bersifat pameran belum dapat dilaksanakan, oleh karena itu KBRI terus mengadakan kegiatan virtual agar seni dan budaya Indonesia tetap hadir dalam radar perhatian masyarakat Inggris.
Hartyo mengajak seniman Indonesia untuk melakukan inovasi dalam mempromosikan seni karena platform digital yang muncul di new normal membuka kesempatan luas promosi tanpa batas negara.
Dalam kesempatan itu Galuh Sukardi memaparkan perspektif historis perkembangan seni kontemporer di Indonesia.Dalam dua dekade terakhir, seniman Indonesia semakin sadar akan identitasnya serta lebih memahami sejarah kolonial, ujarnya.
Seniman Indonesia kini memanfaatkan perkembangan akses terhadap informasi dan teknologi dalam produksi karya.
Popularitas seni kontemporer di Indonesia turut didukung oleh pihak swasta seperti Museum MACAN serta komunitas-komunitas yang aktif seperti Ruangrupa.
Kesenian kontemporer Indonesia mempertunjukkan semangat entrepreneurial seniman Indonesia, yang secara mandiri aktif dalam menghasilkan karya secara bottom-up dari komunitas secara gotong royong.
Sementara itu Sinta Tantra menghasilkan karya lukis dalam skala arsitektural, seperti jembatan, tembok, bangunan, trotoar. Telah menghasilkan karya di Inggris, Hong Kong, Italia, Korea Selatan, dan Pakistan.
Sinta Tantra berkarya dengan maksud untuk membuat seni lebih menjadi bagian dari keseharian masyarakat, menghadirkan fungsi sosial dan ekonomi dari kesenian. Seni di ranah publik dapat menjangkau audiens lebih luas dan lintas batas, ujarnya.
Salah satu exhibisi terkini Sinta Tantra berjudul Modern Times, terinspirasi oleh pengalaman kunjungan Charlie Chaplin ke Bali tahun 1932. Modern Times menampilkan karya lukisan khas Sinta Tantra pada medium-medium baru seperti kain tenun dalam rangka penghormatan terhadap budaya Bali dan potongan logam (terinspirasi fitur industrial di film-film Charlie Chaplin).
Menyikapi pandemi COVID-19, kedua narasumber berpandangan bahwa ke depannya baik seniman maupun galeri akan dituntut mengeksplorasi pemanfaatan media-media baru dalam memamerkan karya, seperti ekshibisi secara virtual melalui augmented reality (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar