LEWAT BULUTANGKIS
ATU ROSALINA MELUKIS MIMPI DI NEGERI SEBERANG
Oleh Zeynita Gibbons
London, 3/3 (ANTARA)- Atu Rosalina Sagita, (27) memang tidak memperkuat barisan pebulutangkis Indonesia ke All England yang berlangsung di Birmingham, Inggris, dari 3 hingga 8 Maret mendatang.
Sementara rekan rekan se Pelatnas nya dulu bertanding mempertahankan nama Indonesia di ajang bulutangkis bergensi memperebutkan piala All England, Atu, demikian Atu Rosalina Sagita biasa disapa, bertanding di Liga Perancis mempertahankan klubnya di Perancis.
Bagi istri Agung Mandala, mundar mandir antara Colchester, dimana mereka tinggal dan Paris, hampir sebulan dua kali, layaknya seperti perjalanan dari Pelatnas di Cipayung ke rumah orang tua Atu di Bandung.
Bercerita mengenai awalnya gadis kelahiran Bandung memilih menjadi pemain bulutangkis, berawal dari keluarga Tb Amet Slamet yang suka bermain bulutangkis. "Ketika itu bapak punya jadwal bermain bulutangkis di daerah sekitar rumah," kenang Atu yang juga suka diajak ke lapangan hanya sekedar bermain-main.
Menurut Atu, kakaknya sudah duluan dimasukan ke club bulutangkis dan dan Atu kecil sering diajak setiap sang ayah dan kakaknya berlatihan. Tanpaknya sang ayah juga ingin memperkenalkan jiwa dan aura bulutangkis kepada anak bungsu keluarga pasangan Tb Amet Slamet dan Ny Deuis Slamet.
Bahkan setiap kali ada pertandingan nasional maupun international bapak sering mengajak saya menonton, ujar Atu yang dulunya mempunyai cita cita menjadi Juara Dunia.
Atu mengatakan setelah ia bisa memukul bola dengan baik, sang ayah memasukannya ke Club Mutiara Bandung, yang hingga kini ia tetap setia pada klub yang telah membesarkannya.
Prestasi yang Atu yang satu klub dengan Taufik Hidayat diperoleh secara bertahap diraihnya mulai dari SD tingkat Kecamatan, Kotamadya, dan Propinsi. Prestasi national paling tinggi menjadi juara I tunggal putri PON tahun 2000 di Surabaya.
Selain itu prestasi di berbagai kejuaraan Open mulai dari tingkat pemula 13 tahun kebawah, remaja 15 tahun ke bawah dan taruna 18 tahun kebawah terus diraihnya ." Begitu saya berumur 12 tahun, jenjang untuk berlatih pun dinaikan," kenang Atu yang suka bermain games khususnya sports games.
Dikatakannya dengan mengikuti seleksi yang sangat ketat, akhirnya Atu bisa lolos dalam seleksi untuk masuk ke Pusdiklat, yang saat itu bernama Pusdiklat Hadtex Jawabarat yang lalu merger menjadi Pusdiklat Lippo Jawabarat.
Proses untuk menjadi pemain yang handal tidak begitu saja dilalui dengan mudah melainkan dengan berbagai rintangan dan halangan. Apalagi tinggi badannya yang hanya 154cm dinilai sebagai salah satu halangan untuk berprestasi.
Korbankan sekolah
Bahkan Atu harus mengorbankan sekolah, walaupun sekolah tetap terus berjalan, tapi konsentrasi terfokus dalam bulutangkis.
Menurut wanita kelahiran Bandung, 16 Juni 1981, sekolah sudah dikorbankannya berarti ia harus bisa berhasil di bulutangkis, sehingga ia tidak boleh menyia-nyiakakan waktu. Atu beruntung masuk SMPN 22 dan SMUN 20 Bandung bisa kompromi dengan semua kegiatan baik latihan dan pertandingan-pertandingan yang harus diikutinya.
Dikatakannya didikan orangtua yang selalu menerapkan disiplin dan tekun berlatih keras membuahkan hasil dengan proses yang tidak mudah dijalani . Prestasi international tertinggi yang diraih Atu adalah menjadi juara I tunggal putri Hungaria Open tahun 2005.
Berbagai kritikan tajam harus dihadapi. Apalagi dengan tidak ditunjang dengan postur tubuh tinggi, yang membuat banyak orang menganggap dirinya remeh. Hal yang menyakitkan adalah ungkapan yang menyebutkan pemain berpostur pendek tidak akan bisa berhasil.
Kritikan menjadikan Atu makin semangat untuk bisa lebih baik lagi, dan pembuktian bahwa pemain yang berpostur pendek juga bisa bersaing dengan pemain lain nya.
" Saya menyadari bahwa memang berpostur saya pendek, tapi pasti ada kelebihan lain yang diberikan Allah yang harus diasah untuk bisa jadi pemain yang handal," ujar Atu yang memiliki tinggi badan 154 Cm.
Dengan latihan yang extra keras daripada yang lain Atu membuktikan bahwa dirinya bisa sejajar dengan pemain berkelas lain nya. Cukup banyak prestasi tingkat National mulai dari pemula, remaja dan taruna hingga dewasa Atu ukir.
Menurut Atu, salah satu syarat untuk bisa masuk Pelatnas adalah dengan mengumpulkan point dari setiap sirkuit national yang ada dalam setahun. Kesempatan terakhir bagi Atu untuk bisa masuk Pelatnas ditahun 1998, saat ia berusia 17 tahun atau terakhir berada di kelas taruna.
Diakuinya pada tahun yang penting dari jenjang karirnya, karena jika setelah lewat 18 tahun atau kelas dewasa, maka kesempatan untuk masuk Pelatnas akan semakin kecil sekali.
Berkat berlatihan yang keras dan disertai doa, akhirnya Atu berhasil mengumpulkan point paling tinggi diantara rekan rekan saingan di kelas taruna. Akhrnya Atu lolos masuk Pelatnas dengan mutlak. "Awal karir saya di Pelatnas dimulai bulan Juni tahun 1999," kenang Atu lagi.
Berada di Pelatnas bukan akhir dari karir bulutangkis, bahkan ini merupakan titik awal dari karir prestasi selanjutnya, untuk itu Atu berlatih semakin keras dan halangan dan rintangan pun harus dilaluinya.
Masa indah di Pelatnas
Atu berkesempatan berada di Pelatnas Cipayung selama 3.5 tahun yang menjadi masa masa indahnya bersama rekan rekan pemain bulutangkis yang kini memperkuat tim Indonesia di All England.
Dikatakannya perjalanan yang tidak mudah untuk mencapai prestasi yang tinggi, karena persaingan yang ketat, dan kurang jam terbang, sehingga prestasi menjadi mandeg.
Mungkin karena keterbatasan dana dari PBSI untuk mengirimkan pemain bertanding di luar negeri, sehingga prestasi tidak bisa maksimal, ujar peraih juara I tunggal putri Poland Open tahun 2006.
Dikatakannya para pemain merasakan beban yang begitu berat sebelum turun bertanding ke lapangan, karena target harus masuk, dan kalau tidah mencapai target, PBSI tidak akan mengirimkan lagi sebagai sanki hukuman.
Walaupun menjalani latihan keras tetapi bila tidak diberi kesempatan terus bagaimana karir dan prestasinya tentunya tidak akan mungkin berkembang. Pemain menjadi sukses bila sering bertanding ke luar negeri, selain mengasah kemampuan juga pengalaman yang berharga. Tapi mungkin kesempatan itu kurang maksimal yang didapatkan, sehingga Atu merasa lebih baik mengundurkan diri dari PBSI.
Awal tahun 2003 merupakan langkah beras dalam hidup Atu, ketika minta resign dari PBSI dan langsung mendapat tawaran bekerja sebagai "sparring partner" di Royal Family Brunei selama dua tahun.
Selama dua tahun di Brunei, Atu bertugas sebagai spring partner bagi keluarga Kerajaan Brunei bermain bulutangkis yang membuat dirinya banyak absen dalam berbagai pertandingan."Memang bukan untuk prestasi," ujar Atu yang mengakui bahwa ia tidak aktif lagi bertanding di berbagai kejuaraan.
Setelah dua tahun di Brunei, Atu mendapatkan kesempatan untuk kembali berkarir di bulutangkis, dan mendapat tawaran dari salah satu club di Denmark, yang membutuhkan pemain single putri.
Mengenal budaya Eropa
Atu bercerita banyak pengalaman sewaktu ia bermain dengan club di Denmark, mulai dari hidup yang mandiri, belajar budaya negara di Eropa. Selain itu ada satu hal yang membedakan ketika berkesempatan bertanding di berbagai kejuaraan ia merasakan tidak ada beban sama sekali.
Dikatakannya memang ia memiliki beban dan tangung jawab, karena itu ia merasakan lebih rileks setiap kali sebelum bertanding itu. "Mungkin karena target yang realistis dan tetap mendapatkan lagi kesempatan untuk selalu mengikuti bertanding walaupun meskipun hasilnya tidak begitu memuaskan" ujarnya
Setelah menikah dan tinggal di Inggris bersama suami, Atu tetap berkeinginan untuk bermain bulutangkis. "Kebetulan ada salah satu club di Prancis yang lagi butuh pemain putri juga," ujar Atu yang selalu mendapat keberuntungan di negeri seberang.
Untungnya jarak antara Inggris dan Prancis dengan mudah dijangkau, sampai sekarang Atu masih bermain di Liga Prancis. "Yang saya rasakan di Eropa adalah mereka lebih professional dan sangat menghargai kemampuan saya," ujar Atu yang pernah masuk team Uber Cup tahun 2002.
Menurut istri Agung Mandala itu, bulutangkis di Eropa sudah mulai maju, terbukti ia tidak begitu saja dengan mudah mengalahkan pemain selain Denmark atau Jerman. "Jadi kita tidak bisa lagi menganggap remeh pemain Eropa lain nya," katanya.
Apalagi dengan adanya system Liga Professional yang mereka punya, membantu perkembangan bulutangkis di Eropa.
Untuk di Inggris sendiri bulutangkis belum begitu besar karena masih kalah pamor dengan sepakbolah, rugby dan kriket. Dan mereka juga tidak punya liga professional seperti di negara Eropa lain nya.
Mungkin di Indonesia yang bulutangkis begitu besarnya, bisa mencontoh negara di Eropa membuat system Liga bulutangkis setiap musim. Dengan demikian akan berprospek bagi pemain yang tidak bisa masuk Pelatnas, tetapi mereka tetap mendapatkan kesempatan untuk bisa berprestasi. Apabila kalau Liga bulutangkis di Indonesia bisa seperti di Eropa.
Dimana semua insan bulutangkis harus tetap mendukung dan berusaha mencari sponsor. Karena dengan adanya sponsor ini maka bulutangkis akan tetap hidup, ujar Atu yang mengakui bahwa cita cita yang tinggi di bulutangkis sudah tidak ada lagi.
"Saya hanya menjalankan rutinitas bulutangkis untuk kesehatan dan sedikit tambahan jajan dengan main Liga di Prancis," ujar Atu yang juga menjadi pelatih di Essex University.
Atu mungkin masih menyimpan mimpi untuk bertanding di Olimpiade 2012 yang akan berlangsung di Inggeris itu berharap prestasi bulutangkis Indonesia tetap berkiprah di dunia International dengan persaingan yang ketat di antara pemain dunia saat ini. (U-ZG)
(T.H-ZG/B/J006/B/J006) 03-03-2009 12:34:13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar