Senin, 02 Maret 2009

SALING ASAHDI BRUSEL

SALING ASAH PROMOSIKAN BALI LEWAT GAMELAN DI BRUSEL

Oleh Zeynita Gibbons

London 2/3 (ANTARA)- Mata Ni Wayan Yuadiani, bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti suara gamelan yang dimainkan kelompok musik Gamelan Saling Asah dalam pementasan di pameran pariwisata Asia Fair di kota Wemmel, Brusel pekan silam.


Dalam penyelenggaraan pameran yang cukup unik memadukan pameran pariwisata dan produk industri wisata yang diselenggarakan Belasia, Indonesia menjadi negara tamu dan memperoleh tempat di panggung gedung kesenian kota Wemmel.


Selama pameran tim kesenian Indonesia yang didatangkan dari Jakarta oleh Departemen Kebudayaan dan pariwisata ikut memeriahkan dengan menampilkan tari-tarian, sementara grup gamelan "Saling Asah" binaan KBRI Brusel menampilkan pertunjukkan gamelan Bali.


Pada hari kedua pameran pariwisata yang ramai dikunjungi masyarakat Brusel, kelompok Saling Asah menampilkan Tari Pendet, Tari Margapati, Tari Legong Keraton, Janger, Genjekan, dan tabuh insrumental Paksi mangiber.


Para penonton yang memenuhi gedung pameran terpesona dengan gerakan tari yang dibawakan para penari, apalagi saat mata Ni Wayan Yuadiani bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti lagu Jenger.


Bersama para penari lainnya, Ni wayan menari diiringi pemain gamelan Saling Asah yang sebagian besar anggotanya warga negara Brusel yang menaruh minat pada kesenian tradisional Gamelan Bali.


Salah satunya Eddy Pauwels, yang mengakui bahwa pertama kali mengenal gamelan saat ia menyaksikan pertunjukkan gamelan Gong Kebyar Group, di Bali.


Dikatakannya pertama kalinya memainkan alat musik gamelan cukup sulit, apalagi beragamnya alat musik gamelan Bali dan Eddy kini fasih menyebutkan satu persatu alat musik gamelan.

Menurut Eddy, pertunjukkan gamelan tidak saja ditujukan untuk para turis yang datang ke Bali tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Bali sehari hari.


Gamelan juga dimainkan dalam upacara, khususnya seperti perkawinan dan kematian di kampung-kampung, ujar Eddy yang menikahi Komang Ratmini, penari dari Singaraja, di tahun 1998.


Eddy sangat kagum pada tradisi masyarakat Bali termasuk gamelan yang ditampilkan dalam setiap upacara.


Gamelan di Bali merupakan bagian dalam kehidupan sehari hari yang diorganisir oleh Banjar di kampung kampung dan bahkan menjadi pusat kehidupan sosial dan politik.

"Setiap orang Bali menjadi anggota Banjar," ujar Eddy .Dia bangga menyebut istrinya sebagai seorang penari profesional dan belajar menari sejak usia tujuh tahun di sekolah Tari terkenal di Singaraja, Dwi Mekar.


Diakuinya pertama kali mengenal gamelan di Eropa, ketika mereka hijrah ke Belgia. "Waktu itu kami belum mengenal orang dari Indonesia maupun Bali," ujar Eddy yang kini menjabat Direktur Saling Asah.


Saat rekannya memperkenalkan adanya kelompok gamelan Arjuna, Eddy pun mengikuti kelas gamelan yang diadakan setiap Minggu di KBRI.


Sejak saat itu Eddy bersama I Made Agus Wardana, pria kelahiran Pegok Sesetan, Denpasar Nopember 1971 membentuk grup gamelan Saling Asah.


Sejak dua tahun terakhir gamelan saling Asah tampil dalam berbagai festival yang digelar di kota Uni Eropa diantaranya dalam Festival van Vlanderen di Mechelen dan Festival Buggenhout di Bugenhout.


Bahkan , Gamelan Saling Asah yang berdiri tahun 1998, mengikuti World music festival di Kota Hechtel dan Charleroi Expo di Kota Charleroi.


Selain itu mereka juga mengisi acara yang digelar KBRI seperti acara "Soire indonesienne" di Kota Wavre, "Indonesian Heritage" di Muziekpublique Brussels dan "Indonesian Bazaar" di KBRI Brussel serta Internationaal Folklore festival van Bonheiden di Kota Bonheiden,

Sepanjang tahun 2007, kelompok Gamelan Saling Asah juga berbagai acara seperti "Indonesiche Avond" Malam Indonesia di kota Houthulst dan "Ten Days Indonesia" di Museum Instrumental musik Brussel, Festival Mondorico Hasselt, Festival musik dunia di kota Bokrijk dan Multicultureel festival di Brugge serta melakukan konser di Museum Musik instrumental Brussel.


Warga Belgia

Gamelan Saling Asah sebagian besar anggotanya warga Belgia mereka adalah Eddy Pauwels, Komang Ratmini, Danny Van Honste, Ni Nyoman Nariasih, Gunther Wendrickx, Sutalmi, Jobert Van in, Johan Detraux, Scarlett Claes, Lida Praja, Wayan Sudiarta, Putu Astawan, Erika Van Geyte dan Astawan

I Made Agus Wardana yang sehari hari bertugas sebagai Staf Pensosbud KBRI Brussel bersama istri Ni Wayan Yuadiani mengembangkan kesenian Bali di Brusel.


Ni Wayan Yuandiani wanita kelahiran Kuta yang dinikahi Made 4 Januari 1998 tidak saja mengikuti konser gamelan ia juga mengajarkan tari Bali serta menari di berbagai negara seperti Prancis, Belanda, Luksemburg, Portugal, dan Jerman.


Pasangan Wayan dan Made yang menyelesaikan S1 di Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, sekarang ISI Denpasar dikaruniai tiga putra yaitu Wayan Hendisa (9), Kadek Risda Wulan (4), Nyoman Agus Widi (1 ) yang semua lahir di Belgia.


Bercerita tentang kisahnya sampai di Belgia, I Made Agus Wardana mengatakan bahwa pada tahun 1995, Pemerintah daerah Bali menghibahkan seperangkat Gamelan Bali kepada KBRI Brussel.


Atas inisiatif Dubes RI Sabana Kartasismita saat itu meminta seorang guru pengajar Gamelan dan tari untuk mengajarkan gamelan Bali di Belgia. Pada tahun 1996, Direktur STSI Denpasar Dr. I Made Bandem mengirimkan Made Agus Wardana untuk menjadi tenaga pengajar.


Sejak saat itu dibentuklah berbagai grup gamelan Bali seperti Grup gamelan Konservatorium Brussel, grup gamelan KBRI Brussel, Arjuna, Dharma wanita KBRI Brussel, grup gamelan Anak-anak, grup gamelan Saling Asah, grup DUO made, serta gamelan pelajar Indonesia.


Dikatakannya meningkatkan citra positif Indonesia di Belgia dan Uni Eropa dengan keberadaan grup gamelan tersebut, menjadikan Belgia sebagai pusat kebudayaan Bali di Eropa.


Citra positif

Partisipasi grup gamelan dalam berbagai event di Belgia berdampak sangat positif terhadap pengembangan kebudayaan Indonesia di Belgia, sekaligus menjadi ujung tombak dalam upaya meningkatkan citra positif Indonesia di Belgia dan Uni Eropa.


Made demikian I Made Agus Wardana disapa rekan-rekannya mulai menebar seni ke berbagai sekolah dasar dan juga Universitas di Brusel.


"Gamelan dan tari Bali sangat menarik bagi kalangan pelajar di Belgia," ujar Made yang mengungkapkan bahwa mereka sangat antusias belajar gamelan dan tari.


Di antaranya, SD dan SMP St. Joseph, Lemmens Institute, dan Academie De Musique & Danse. Bahkan ujar Made, tidak ketinggalan sekolah anak-anak cacatpun ikut berpatisipasi dalam kegiatan Workshop yang dilakukan di seluruh Belgia.


Memadukan irama dan tempo gamelan bersama perkusi modern ataupun gesekan chello beradu dengan suling Bali memberikan perpaduan rasa baru, ujar Make yang mengakui sangat menikmati kolaborasi yang dilakukannya dengan seniman Belgia.


"Pokoknya saya suka berkolaborasi musik," aku Made yang pernah bekolaborasi dengan seniman Belgia. "Berkolaborasi dengan seniman Belgia, adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga," ujarnya.


Mengenai Grup Gamelan Saling Asah, Made mengakui bahwa Grup gamelan saling Asah didirikan tahun 1998 berawal dari pertemuannya dengan Dr. Zachar Laskewicz seorang seniman musik, teater, drama yang memperoleh PHdnya di Universitas Gent, Belgia di bidang seni.


Mengenai nama grup Gamelan Saling Asah, Made mengaku diambil dari bahasa Bali, Asah yang artinya rata atau sama. "Jadi saling asah mempunyai makna kebersamaan dalam musik", demikian I Made Agus Wardana. (U-ZG)***5****(T.H-ZG/B/J006/B/J006) 02-03-2009 18:18:15

Tidak ada komentar: