RUMAH BATAK ITU TERTUTUP SALJU JIKA MUSIM DINGIN
Oleh Zeynita Gibbons
Rumah adat masyarakat Sumatera Utara yang dikenal dengan "Batakhaus" menjadi fokus dalam acara "Indonesisches Kulturfest" atau Festival Kultur Indonesia yang digelar KJRI Hamburg, baru-baru ini.
Festival tersebut merupakan kerja sama KJRI dengan Masyarakat Nauli Indonesia (MNI) serta ikatan Batakhaus di kota Werpeloh, 120 km dari kota Bremen, Jerman.
Rumah adat masyarakat Batak itu dibangun atas inisiatif pastor Matthaus pada tahun 1978. Bangunan itu kemudian menjadi daya tarik wisata kota Werpeloh, negara bagian Niedersachsen, Jerman utara. Belakangan, "Batakhaus" salah satu obyek wisata di kota itu.
Festival Indonesia, acara yang dirancang dan inisiatif Konjen RI di Hamburg Teuku Darmawan bersama Ketua MNI dan pejabat kota Sogel dan Werpeloh, itu mendapat sambutan masyarakat Werpeloh.
Meskipun masyarakat kota Werpeloh akrab dengan keberadaan rumah batak itu namun dengan digelarnya festival budaya khususnya budaya batak menjadi arti tersendiri dan mereka pun menyambut hangat festival budaya Indonesia yang dihadiri sekitar 600 orang itu.
Acara "Indonesisches Kulturfest" digelar di arena Batakhaus yang didekorasi dengan ornamen khas Indonesia seperti umbul-umbul, payung, spanduk, dan bendera-bendera Indonesia.
Dalam festival yang dihadiri Wali Kota Sogel Gunter Wiegbers dan Walikota Werpeloh Hermann Grotjohann serta ketua ikatan Batakhaus Bernhard Schmitz tidak hanya menampilkan kesenian Batak tetapi juga daerah lainnya.
Di antaranya tari Bali dan tari Gambyong Ayun-ayun serta musik angklung dan juga penampilan anak-anak Jerman di Werpeloh yang membawakan lagu Indonesia seperti "Cicak di dinding".
Sementara Grup MNI dikoordinir yang E Musa Sitompul menampilkan senibudaya Batak berupa tari-tarian seperti Tari Mula Mula, Tari Somba, Tari Gondang Liat Liat dan Tari Raja Doli dan lagu tradisional Batak Sigulempong, Sitogol, Alusiau, dan Situmorang.
Konjen RI di Hamburg Teuku Darmawan menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam persiapan acara ini.
Dengan kehadiran masyarakat dari Werpeloh dan sekitarnya membuktikan besarnya minat masyarakatnya di wilayah tersebut terhadap budaya Indonesia, ujar Teuku Darmawan.
Dikatakannya acara ini memiliki makna lebih penting, yaitu meningkatkan persahabatan antara komunitas Batak serta Werpeloh dan Sogel.
Sebagai dasar untuk peningkatan persahabatan tersebut, dilakukan penandatanganan deklarasi persahabatan antara MNI Hamburg dan ikatan Batakhaus.
Menurut Teuku Darmawan, dengan adanya rumah adat Batak dan kecintaan terhadap budaya Indonesia, diharapkan makin banyak masyarakat Jerman berkunjung ke Indonesia untuk berwisata.
Obyek wisata
Rumah adat masyarakat Batak yang dibangun atas inisiatif pastor Matthaus pada tahun 1978 yang kini menjadi museum itu merupakan kebanggaan kota Werpeloh dan juga sebagai obyek wisata bagi masyarakat sekitar.
Perayaan ulang tahun ke 30 keberadaan rumah batak itu digelar tahun lalu dengan perayaan massal di Gereja Santo Fransiskus di Werpeloh.
Disebutkan seorang pendeta warga Jerman ditugaskan di Sibolga 30 tahun lalu guna menyebarkan Injil selama bertahun-tahun dan saat kembali ke Jerman setelah masa bakti berakhir mempunyai keinginan untuk membangun rumah adat dari daerah tempat di bertugas.
Sebenarnya pastor Matthaus ingin kembali ke Sumatera Utara sayangnya kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk tinggal di daerah tropis. Akhirnya tugasnya digantikan oleh sang kakak yang juga seorang pendeta.
Untuk melepas rasa rindunya akan tanah batak, abangnya rajin berkirim surat dan menceritakan keadaan dan pengalamannya selama di tanah batak.
Rasa cintanya akan Batak yang begitu meluap akhirnya membuat , pendeta itu memutuskan untuk membawa satu hal yang akan selalu mengingatkan dia akan Batak ia pun mengusulkan kepada pihak gereja di Werpeloh di tempat dia tinggal, untuk membangun rumah adat batak.
Idenya itu pun disetujui dan hingga kini bangunan itu berdiri kokoh dan digunakan sebagai museum yang berisikan berbagai ragam benda benda budaya batak yang dibangun secara bergotong-royong masyarakat di kampung Werpeloh.
Beberapa masyarakat Batak berkunjung dan ingin membuktikan bahwa keberadaan rumah adat tersebut memang benar ada dan menjadi kebanggaan bagi orang Sumatera Utara.
Dari segi ukuran Ruma Batak tersebut memang tidak terlalu besar, namun dari sisi format, tidak jauh beda dengan yang ada di Samosir. Bangunan itu boleh jadi satu-satunya Rumah Batak yang tertutup salju bila musim dingin. ***5***
(T.H-ZG/C/s018/s018) 11-08-2009 09:09:12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar