SUARA HARMONI ANTAR-AGAMA INDONESIA PERLU DIDENGAR EROPA
London, 9/6 (ANTARA) - Indonesia diharapkan dapat lebih menyuarakan harmoni hubungan antara agama, kompatibilitas Islam dan demokras kepada masyarakat Eropa.
Demikian salah satu butir kesimpulan Konferensi Internasional tentang Dialog Lintas Kepercayaan di Indonesia yang diadakan KBRI Brussel dan Parlemen Eropa di Brussel, di Gedung Altiero Spinelli, Parlemen Eropa.
Menurut Sekretaris III - Penerangan, Sosial Budaya dan Diplomasi Publik, KBRI Brussel, Punjul Nugraha, kepada Antara London, Kamis, delegasi dialog lintas kepercayaan dipimpin Sekjen Kementerian Agama RI, Dr. Bahrul Hayat.
Bahrul memaparkan kemajuan nilai-nilai pluralisme, multikulturalisme dan kerukunan beragama di Indonesia. Para pembicara dari tanah air antara lain Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pendeta Lydia K. Tandirerung, dari Toraja, Rektor Universitas Hindu Indonesia, Prof. Dr. IBG Triguna, dan Ketua Pusat Kerukunan Antar Umat Beragama, Kementerian Agama RI Dr. Abdul Fattah, dan Dubes RI di Brussel, Arif Havas Oegroseno.
Sementara Prof. Dr. Azyumardi Azra menggarisbawahi bahwa Islam di Indonesia berkembang melalui proses yang tetap menjunjung nilai dan kearifan lokal, atau yang disebutnya sebagai "indigenisation of Islam. Proses inilah yang menjadikan Islam di Indonesia berbeda dengan praktek Islam di kawasan lain seperti di Timur Tengah.
Kearifan lokal ini menjadi salah satu kekuatan bangsa Indonesia yang secara sadar menerima agama yang menyebar ke Indonesia dari berbagai kawasan dunia namun tidak menjadikan salah satunya sebagai agama Negara, ujarnya.
Indonesia bukan negara Islam dan agama Islam bukan menjadi agama resmi Indonesia. Berbeda dengan beberapa negara Asia dan bahkan Eropa yang mencantumkan agama tertentu sebagai agama resmi negara, ujar Prof. Dr. Azra.
Sementara itu, Pendeta Tandirerung menyebutkan pluralisme merupakan intrinsik yang sudah tertanam di tiap penduduk Indonesia sejak lahir. Dicontohkan olehnya mengenai bagaimana umat Nasrani di Indonesia menikmati kebebasan dalam memeluk dan menjalankan agamanya.
Di Indonesia bisa dilihat banyak keluarga yang tumbuh berkembang dengan latar belakang agama yang berbeda,? ungkap Pendeta Tandirerung menambahkan.
Untuk itu perlunya dialog intra-agama sebagai komplemen terhadap dialog antar-agama.
Sementara itu Profesor Dr. Triguna menyampaikan hal senada, bahwa umat Hindu di Indonesia, yang notabene merupakan kelompok minoritas, menikmati kebebasan menjalankan kewajiban agamanya.
Disampaikan pula bahwa Hindu di Indonesia memiliki nilai-nilai khas, yang lebih fleksibel dan menjadikannya berbeda dengan Hindu yang ada di wilayah lain.
Pura di Indonesia hanya dibagi dalam dua jenis saja yakni Pura keluarga dan publik. Tidak ada tempat sembahyang umat Hindu yang dibuat sesuai hirarki kasta seperti negara lain, ungkap Prof. Triguna.
Terlebih lagi, meskipun umat Hindu adalah minoritas, Pemerintah menetapkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional di Indonesia.
Studi banding
Sedangkan Dr. Bahrul Hayat menyampaikan sejumlah program studi banding Imam asal Rusia dan Bosnia ke Indonesia guna melihat dan mempelajari pola pengajaran Islam yang menghargai kebhinekaan dan pluralisme beragama.
Konferensi di Parlemen Eropa tersebut digagas Dubes RI di Brussel, Arif Havas Oegroseno dan Wakil Ketua Komite Pembangunan Parlemen Eropa asal Inggris, Nirj Deva, yang juga ketua Kelompok Persahabatan Indonesia - Parlemen Eropa.
Konferensi dihadiri peserta yang berasal dari kelompok keagamaan, akademisi, lembaga 'think-tank', pejabat Uni Eropa, dan kalangan diplomatik di Brussel dan sekitarnya.
Dubes Havas mengatakan konferensi ini penting untuk menyuarakan pluralisme di Indonesia kepada masyarakat Eropa, dan belajar mengatasi masalah interaksi antar kepercayaan kedua pihak.
"Kami tentu saja berterima kasih kepada Parlemen Eropa, dalam hal ini Nirj Deva, yang mau bekerjasama menggelar konferensi tentang isu strategis ini," ujar Dubes Havas.
Konferensi ini juga penting bagi Uni Eropa, karena saat ini mereka juga tengah mengalami masalah kohesi social dan integrasi kaum imigran, ujarnya.
Selain menggelar Konferensi di Parlemen Eropa, delegasi Indonesia mengadakan dialog dengan kalangan media berbasis di Uni Eropa di Brussels Press Club.
Delegasi juga mengadakan tatap muka dan dialog dengan masyarakat Indonesia di Belgia, serta dialog dengan berbagai tokoh dan pemuka agama di Belgia dan Luksemburg, termasuk Rabi, pastur, uskup, imam dan Papal Nuncio di Brussel.
Selama di Brusel mereka mengadakan kunjungan dan peninjauan ke pusat-pusat keagamaan yang ada di berbagai wilayah di Belgia, seperti Antwerpen, Brugelette dan Gent.
Delegasi juga mengadakan pertemuan dengan Rektor dan unsur pimpinan Universitas Katolik Leuven (Katholieke Universiteit Leuven), salah satu Universitas terkemuka di Eropa.
Salah satu hasil konkret dialog dengan Universitas Leuven adalah kesepakatan membentuk mekanisme kerjasama tetap guna membahas isu dialog lintas agama dan kepercayaan yang dituangkan dalam suatu nota kesepahaman.
Dubes Havas mengatakan kerjasama itu akan diwujudkan dalam bentuk pertukaran mahasiswa, pemberian beasiswa, dan pertukaran imam dan tokoh agama dari kedua pihak.
Diharapkan kesepakatan ini akan menjadi model bagi kerjasama serupa antara Indonesia dan negara lainnya.
Dalam kesempatan itu KBRI Brussels menyampaikan penghargaan karena Rektor Universitas Katolik Leuven bersedia menemui delegasi pada hari libur Belgia.***6***
(ZG)
(T.H-ZG/B/E001/E001) 09-06-2011 10:49:17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar