INVESTASI ASING DINILAI
BELUM TENTU MENGUNTUNGKAN
London, 31/1
(ANTARA) - Investasi asing belum tentu menguntungkan Indonesia dan
seharusnya merubah rezim pertumbuhan dari konsumsi ke tenaga kerja
dan profit dalam rangka industrialisasi.
Konektivitas
menjadi penting dan mesti terbentuk tetapi bukan konektivitas yang
berdasarkan global value chain melainkan yang berdasarkan perspektif
industrialisasi dengan orientasi nasional.
Hal itu
diungkapkan ekonom muda Fachru Nofrian pada Sidang (Soutanance)
Doktor Ilmu Ekonomi dari Universitas Paris 1 Pantheon Sorbonne di
Paris, Kamis (30/1).
Selama kurang
lebih tiga jam Fachru mempertahankan risetnya yang berjudul
"embangunan dan Proses Industrialisasi di Indonesia serta
perbandingannya dengan China dan India Periode 1950-2013" di
bawah promotor Prof Remy Herrera (CNRS).
Di depan
Comitte de Jury yang terdiri dari Prof. Jean-Bernard Chatelin, Prof
Patrick Dieuaide, Prof Bruno Tinel dan Prof Jerome Maucourant, Fachru
menjelaskan tingkat konsumsi energi mengalami peningkatan tetapi
tidak mencerminkan proses industrialisasi karena didominasi oleh
tingkat permintaan final dibandingkan impor-expor.
Banyaknya
investasi asing akhir-akhir ini, belum tentu memberikan keuntungan
dan membawa perubahan struktural apabila Indonesia tidak hati-hati
mengelola rezim pertumbuhannya, ungkap alumni S1 Fakultas Filsafat UI
dan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Staf Pengajar
Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan institusi rezim politik
ekonomi periode 1950-2013 telah mempengaruhi produksi industri di
Indonesia sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam
jangka waktu yang cukup panjang, tetapi sayangnya tidak mempengaruhi
proses industrialisasi di Indonesia secara signifikan.
Akibatnya,
Indonesia tidak mengalami perubahan struktural dan tidak ada
perubahan secara mendasar dalam pembangunan di Indonesia yang masih
didominasi oleh industry primer dan konektivitas yang tidak
terbentuk,ujar penulis buku 5 Pilar Ekonomi Perancis yang meraih
beasiswa S3 dari Ditjen Dikti Depdiknas.
Dalam risetnya
yang dilakukan selama kurang lebih empat tahun, Fachru menemukan
Periode Soekarno merupakan periode yang cukup lebih baik dalam rangka
proses industrialisasi sehingga dapat menjadi pelajaran bagi periode
yang sekarang.
Selain itu,
koherensi dan korespondensi antara tujuan dan alat serta mekanisme
dalam perencanaan pembangunan merupakan hal yang penting.
Tingkat
pertumbuhan tidak selalu mencerminkan keadaan ekonomi yang
sesungguhnya dan cenderung menyembunyikan tingkat keuntungan sehingga
jika Indonesia ingin berhasil dalam industrialisasinya.
"Maka
kebijakan yang berorientasi kepada tingkat profit lebih utama
dibandingkan tingkat pertumbuhan," kata penerima anugerah Prix
Mahar Schutzenberger 2013 for Best Dissertasion Research dari AFIDES
(Franco-Indonesian Association for Development of Science) France.
***2***
(T.H-ZG/B/M. Yusuf/M.
Yusuf) 31-01-2014 05:46:41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar