Senin, 09 September 2013

IRAK


DUBES: PERUSAHAAN INDONESIA AKAN INVESTASI DI BASRA, IRAK

London, 4/9 (Antara) - satu perusahaan Indonesia pembuat "well-head", alat pengebor sumur minyak, akan berinvestasi di Basra, Irak.

Rencana investasi ini dibahas Dubes RI untuk Irak Safzen Noerdin dengan Gubernur Basra Majid al-Nasrawi dan Dirut South Oil Company (SOC) dalam pertemuan di Basra, kota kedua terbesar Irak, kata Minister Counsellor KBRI Baghdad Des Alwi dalam keterangannya kepada Antara London, Selasa.

Dubes Safzen mengatakan saat ini sedang disiapkan rencana kunjungan antara dua atau tiga anggota tim teknis Irak ke Indonesia untuk menyesuaikan spesifikasi teknis alat pengebor (well-head) buatan Indonesia dengan kebutuhan sumur minyak di Basra.

Menurut dia, tim teknis Indonesia sebelumnya telah melakukan paparan di hadapan 15 anggota tim teknis Irak yang membahas spesifikasi serta kelayakan "well-head" buatan Indonesia.

Dikatakannya, saat ini "well-head" yang banyak dipakai adalah buatan FMC, Kamerun, Amerika Serikat. Namun harganya dan biaya perbaikannnya sangat mahal.

Karena itu alat pengebor produk Indonesia sangat laris. "Ini peluang yang sangat bagus untuk mempromosikan produk Indonesia ke pasar yang sangat besar di negara Teluk," jelas Safzen.

Dalam pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk Gubernur Basra Majid al-Nasrawi, Kepala BKPMD Basra serta Dirut SOC, perusahaan minyak terkemuka Irak, Safzen memaparkan kapasitas Indonesia di sektor energi dan konstruksi.

Dubes juga mencatat peluang di bidang konstruksi yang dapat dimanfaatkan perusahaan Indonesia. Menurut dia, APBD Basra tahun 2014 mencapai delapan miliar dolar AS, yang setara dengan APBN banyak negara.

Dengan APBN sebesar itu, perusahaan Indonesia bisa bersaing dengan perusahaan dari China, Jepang, Korsel dan bahkan Malaysia yang telah banyak berkiprah di Irak.

Safzen mengatakan sangat ironis, Malaysia yang belum memiliki kedutaan besar di Irak telah malang-melintang memanfaatkan berbagai kesempatan bisnis di negara kaya minyak itu.

Dengan GDP yang mencapai 115 miliar dolar AS dan produksi minyak sekitar tiga juta barrel per hari, Irak tentu saja menjadi rebutan berbagai negara, terutama untuk proyek pembangunan infrastruktur dan migas.
Menurut dia, dalam kondisi perekonomian saat ini, sektor swasta Indonesia harus berani mengambil risiko dan keluar kandang. "Selama ini sektor swasta kita terlalu dimanjakan oleh berbagai fasilitas dan besarnya pasar domestik," kata dia.

Dalam jangka panjang dan seiring dengan besarnya perusahaan, katanaya, sektor swasta seharusnya berani keluar mencari berbagai peluang.

"Indonesia sudah saatnya melebarkan sayap berinvestasi di luar negeri. Prinsip duta besar hanya mencari dan mendatangkan investor ke Indonesia harus mulai direvisi," ujarnya.

Meskipun demikian, ia mengakui perlunya perlindungan dan fasilitasi diberikan kepada perusahaan yang berani keluar kandang.

Pemerintah dan kementerian terkait perlu menyiapkan infrastruktur dan peraturan yang bisa melindungi jika terjadi sengketa dan masalah dengan investasi di luar negeri.

Saat ini, Indonesia tengah menyiapkan berbagai fasilitas dan membahas berbagai peluang kerjasama dengan Irak yang akan dibahas rinciannya dalam Sidang Komisi Bersama yang direncanakan akan dilaksanakan bulan Oktober 2013.

"Dengan SKB tersebut diharapkan pemerintah akan dapat lebih melindungi dan mendukung upaya perusahaan swasta merambah pasar luar negeri," tambahnya.

(Tz.ZG/C/M016)
(T.H-ZG/C/M. Anthoni/M. Anthoni) 04-09-2013 01:46:47


Tidak ada komentar: