DUBES RIZAL SUKMA: PERSATUAN ASEAN HARUS DIJAGA
London, 14/5
(Antara) - Dubes RI untuk Inggris Rizal Sukma
mengatakan perkembangan yang terjadi di kawan Asia Tenggara mempunyai
potensi mempolarisasi hubungan antar negara ASEAN.
"Apabila
ini terjadi, maka posisi ASEAN kemungkinkan akan termarjinalisasi" ujar
Rizal dalam keynote lecture pada acara peresmian South East Asia Forum di
London School of Economics and Political Science (LSE), di London, Jumat yang
dihadiri lebih dari 100 orang berasal
dari berbagai perwakilan Kedutaan asing di London, Kemlu Inggris, UK-ASEAN
Business Council, peneliti, mahasiswa, dan berbagai pihak lainnya yang tertarik
isu Asia Tenggara.
Lebih lanjut
ia mengatakan apabila ASEAN terpolarisasi dan termarjinalisasi maka akan sulit bagi ASEAN untuk mempertahankan
sentralitasnya dalam menjaga tata kelola hubungan antar negara di kawasan.
Dalam sesi
utama yang dipandu Prof. Danny Quah yang merupakan Direktur Saw Swee Hock South
East Asia Centre, LSE, Rizal yang juga
lulusan LSE, memberikan paparan
mengenai perubahan kekuatan di Asia Tenggara, regional order, dan posisi
Indonesia.
"Saya
melihat tiga karakter utama yang
berkembang di Asia Tenggara dalam konstelasi hubungan antar negara adalah
semakin kuatnya pengaruh RRT, keberadaan Amerika Serikat, dan persaingan antara
RRT dan AS," ujarnya.
Menurut Dubes,
RRT dengan kekuatan ekonominya sangat berpengaruh pada ekonomi negara-neagara
ASEAN. RRT yang terus memperkuat militernya juga menunjukkan keinginan RRT
dapat diakui sebagai negara dengan kekuatan global.
Disisi lain
AS, sudah sejak lama mempunyai pengaruh yang kuat di kawasan dan untuk
mengimbangi berkembangnya pengaruh RRT, Trans Pacific Partnership (TPP)
merupakan salah satu instrumen yang digunakan AS.
Persaingan
antara RRT dan AS di kawasan merupakan suatu "emerging reality"
karena keduanya ingin mempunyai akses seluas mungkin wilayah laut
Indonesia," ujarnya.
Sebagai salah
satu negara anggota ASEAN, Indonesia perlu memperkuat East Asia Summit sebagai
forum yang mengakomodasi baik pendekatan realisme, normatif, dan institusional.
Forum tersebut menghadirkan negara-negara besar
dan semua pihak yang berpengaruh di kawasan seperti AS, RRT, India,
Australia, Korea Selatan, New Zealand.
Selain itu
Indonesia akan terus menempatkan dirinya sebagai "maritime fulcrum"
tidak hanya untuk kepentingan nasionalnya namun juga untuk turut berkontribusi
menjaga stabilitas kawasan." ujar Rizal.
Pada
kesempatan itu peserta yang hadir meminta tanggapan Dubes terkait pandangan
Indonesia terhadap inisiatif RRT mengenai One Belt One Road dan New Silk Road,
peran Myanmar, posisi Indonesia dalam sengketa di Laut China Selatan, dan
respon ASEAN atas persaingan AS dan RRT.
Dubes Rizal
melihat selain OBOR dan New Silk Road,
terdapat sejumlah inisiatif lainnya seperti RCEP, TPP yang berkembang. Bagi Indonesia, selama
inisiatif tersebut tidak bersifat hegemoni, inisiatif-inisiatif tersebut tidak
akan ditolak oleh negara-negara ASEAN.
Khusus
mengenai konflik wilayah di Laut China Selatan, Rizal menegaskan bahwa
Indonesia tidak mempunyai konflik wilayah dengan RRT karena Indonesia memandang
"9 dash lines" yang diklaim oleh RRT tidak memiliki dasar hukum
internasional yang kuat.
"Insiden
yang terjadi di laut dekat pulau Natuna bagi Indonesia adalah kasus Illegal,
Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing. RRT tidak dapat mengklaim bahwa
wilayah tersebut sebagai daerah tradisional penangkapan ikan bagi nelayan
RRT," katanya.
Rizal juga
menyebutkan persaingan pengaruh AS dan
RRT bukan hal yang sederhana bagi negara-nagara ASEAN karena persaingan
tersebut mengandung unsur kerja sama dan kompetisi pada saat bersamaan. Untuk
itu ASEAN harus dapat memainkan perannya secara tepat.
***2****dalam sengketa di Laut China Selatan, dan
respon ASEAN atas persaingan AS dan RRT.
Dubes Rizal
melihat selain OBOR dan New Silk Road,
terdapat sejumlah inisiatif lainnya seperti RCEP, TPP yang berkembang. Bagi Indonesia, selama
inisiatif tersebut tidak bersifat hegemoni, inisiatif-inisiatif tersebut tidak
akan ditolak oleh negara-negara ASEAN.
Khusus
mengenai konflik wilayah di Laut China Selatan, Rizal menegaskan bahwa
Indonesia tidak mempunyai konflik wilayah dengan RRT karena Indonesia memandang
"9 dash lines" yang diklaim oleh RRT tidak memiliki dasar hukum
internasional yang kuat.
"Insiden
yang terjadi di laut dekat pulau Natuna bagi Indonesia adalah kasus Illegal,
Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing. RRT tidak dapat mengklaim bahwa
wilayah tersebut sebagai daerah tradisional penangkapan ikan bagi nelayan
RRT," katanya.
Rizal juga
menyebutkan persaingan pengaruh AS dan
RRT bukan hal yang sederhana bagi negara-nagara ASEAN karena persaingan
tersebut mengandung unsur kerja sama dan kompetisi pada saat bersamaan. Untuk
itu ASEAN harus dapat memainkan perannya secara tepat.
***2****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar