Kamis, 19 Mei 2016

DUBES


DUBES RIZAL SUKMA: PERSATUAN ASEAN HARUS DIJAGA
    
       London, 14/5 (Antara) - Dubes RI untuk Inggris Rizal Sukma  mengatakan perkembangan yang terjadi di kawan Asia Tenggara mempunyai potensi mempolarisasi hubungan antar negara ASEAN.

        "Apabila ini terjadi, maka posisi ASEAN kemungkinkan akan termarjinalisasi" ujar Rizal dalam keynote lecture pada acara peresmian South East Asia Forum di London School of Economics and Political Science (LSE), di London, Jumat yang dihadiri lebih dari 100 orang  berasal dari berbagai perwakilan Kedutaan asing di London, Kemlu Inggris, UK-ASEAN Business Council, peneliti, mahasiswa, dan berbagai pihak lainnya yang tertarik isu Asia Tenggara.

        Lebih lanjut ia mengatakan apabila ASEAN terpolarisasi dan termarjinalisasi maka  akan sulit bagi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam menjaga tata kelola hubungan antar negara di kawasan.

        Dalam sesi utama yang dipandu Prof. Danny Quah yang merupakan Direktur Saw Swee Hock South East Asia Centre, LSE, Rizal yang juga  lulusan LSE,  memberikan paparan mengenai perubahan kekuatan di Asia Tenggara, regional order, dan posisi Indonesia.

        "Saya melihat tiga  karakter utama yang berkembang di Asia Tenggara dalam konstelasi hubungan antar negara adalah semakin kuatnya pengaruh RRT, keberadaan Amerika Serikat, dan persaingan antara RRT dan AS," ujarnya.

        Menurut Dubes, RRT dengan kekuatan ekonominya sangat berpengaruh pada ekonomi negara-neagara ASEAN. RRT yang terus memperkuat militernya juga menunjukkan keinginan RRT dapat diakui sebagai negara dengan kekuatan global.

        Disisi lain AS, sudah sejak lama mempunyai pengaruh yang kuat di kawasan dan untuk mengimbangi berkembangnya pengaruh RRT, Trans Pacific Partnership (TPP) merupakan salah satu instrumen yang digunakan AS.

        Persaingan antara RRT dan AS di kawasan merupakan suatu "emerging reality" karena keduanya ingin mempunyai akses seluas mungkin wilayah laut Indonesia," ujarnya.

        Sebagai salah satu negara anggota ASEAN, Indonesia perlu memperkuat East Asia Summit sebagai forum yang mengakomodasi baik pendekatan realisme, normatif, dan institusional. Forum tersebut menghadirkan negara-negara besar  dan semua pihak yang berpengaruh di kawasan seperti AS, RRT, India, Australia, Korea Selatan, New Zealand.

        Selain itu Indonesia akan terus menempatkan dirinya sebagai "maritime fulcrum" tidak hanya untuk kepentingan nasionalnya namun juga untuk turut berkontribusi menjaga stabilitas kawasan." ujar Rizal.

        Pada kesempatan itu peserta yang hadir meminta tanggapan Dubes terkait pandangan Indonesia terhadap inisiatif RRT mengenai One Belt One Road dan New Silk Road, peran Myanmar, posisi Indonesia dalam sengketa di Laut China Selatan, dan respon ASEAN atas persaingan AS dan RRT.

        Dubes Rizal melihat  selain OBOR dan New Silk Road, terdapat sejumlah inisiatif lainnya seperti RCEP, TPP  yang berkembang. Bagi Indonesia, selama inisiatif tersebut tidak bersifat hegemoni, inisiatif-inisiatif tersebut tidak akan ditolak oleh negara-negara ASEAN.

        Khusus mengenai konflik wilayah di Laut China Selatan, Rizal menegaskan bahwa Indonesia tidak mempunyai konflik wilayah dengan RRT karena Indonesia memandang "9 dash lines" yang diklaim oleh RRT tidak memiliki dasar hukum internasional yang kuat.

        "Insiden yang terjadi di laut dekat pulau Natuna bagi Indonesia adalah kasus Illegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing. RRT tidak dapat mengklaim bahwa wilayah tersebut sebagai daerah tradisional penangkapan ikan bagi nelayan RRT," katanya.

        Rizal juga menyebutkan  persaingan pengaruh AS dan RRT bukan hal yang sederhana bagi negara-nagara ASEAN karena persaingan tersebut mengandung unsur kerja sama dan kompetisi pada saat bersamaan. Untuk itu ASEAN harus dapat memainkan perannya secara tepat.

    ***2****dalam sengketa di Laut China Selatan, dan respon ASEAN atas persaingan AS dan RRT.

        Dubes Rizal melihat  selain OBOR dan New Silk Road, terdapat sejumlah inisiatif lainnya seperti RCEP, TPP  yang berkembang. Bagi Indonesia, selama inisiatif tersebut tidak bersifat hegemoni, inisiatif-inisiatif tersebut tidak akan ditolak oleh negara-negara ASEAN.

        Khusus mengenai konflik wilayah di Laut China Selatan, Rizal menegaskan bahwa Indonesia tidak mempunyai konflik wilayah dengan RRT karena Indonesia memandang "9 dash lines" yang diklaim oleh RRT tidak memiliki dasar hukum internasional yang kuat.

        "Insiden yang terjadi di laut dekat pulau Natuna bagi Indonesia adalah kasus Illegal, Unregulated, and Unreported (IUU) Fishing. RRT tidak dapat mengklaim bahwa wilayah tersebut sebagai daerah tradisional penangkapan ikan bagi nelayan RRT," katanya.

        Rizal juga menyebutkan  persaingan pengaruh AS dan RRT bukan hal yang sederhana bagi negara-nagara ASEAN karena persaingan tersebut mengandung unsur kerja sama dan kompetisi pada saat bersamaan. Untuk itu ASEAN harus dapat memainkan perannya secara tepat.

    ***2****




Tidak ada komentar: