Wayang Kulit Hipnotis masyarakat Belanda
News ID: 222931
London (ANTARA) -
Pementasan wayang dengan lakon “Ciptaning” oleh dalang Ki Joko Susilo dari Selandia Baru, sinden Dòra Györfi dari Budapest diiringi kelompok kesenian Gamelan Widosari Amsterdam gabungan orang Indonesia dan Belanda dipimpin Elsje Plantema yang digelar di Aula Nusantara KBRI Den Haag berhasil menghipnotis sekitar 150 penonton.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Denhaag, Din Wahid dalam keterangannya kepada Antara London, Minggu mengatakan pementasan wayang ini diadakan Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag yang berada di bawah naungan KBRI Den Haag.
Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag secara aktif mengadakan kegiatan budaya yang bertujuan mempromosikan kebudayaan Indonesia di Belanda, ujar Din Wahid yang sebelum acara dimulai mengucapkan selamat datang kepada penonton dan Wakil Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Fikry Cassidy secara resmi membuka pementasan wayang.
Lakon “Ciptaning” ini mengisahkan proses pertapaan dilakukan Arjuna demi mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan angkara murka di dunia. Arjuna yang merupakan salah seorang ksatria Pandawa ini bertapa di Gua Mintaraga di Gunung Indrakila.
Arjuna sebagai pertapa ini dikenal juga dengan nama Begawan Mintaraga atau Begawan Ciptaning. Berbagai godaan dialami oleh Begawan Ciptaning selama bertapa, untuk menguji seberapa kuat sang Begawan menahan nafsu duniawi.
Pada akhirnya, Begawan Ciptaning alias Arjuna berhasil melewati semua godaan tersebut, dan mendapatkan anugerah berupa panah Pasopati yang sakti mandraguna dan bisa digunakan untuk menumpas kejahatan di dunia.
Ki dalang Joko Susilo mementaskan lakon dengan menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Inggris, agar para penonton wayang bisa turut menikmati lakon wayang ini. Hal ini sejalan dengan misi KBRI Den Haag dan Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag mempromosikan sekaligus menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia.
Setelah pementasan wayang berakhir, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Wesaka Puja menyampaikan kesannya atas pementasan ini. Duta Besar Puja sangat mengapresiasi para seniman yang telah mementaskan wayang kulit ini dan menggaris bawahi pesan moral yang bisa dipetik dalam lakon “Ciptaning”, yaitu untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, perlu ketekunan dan tetap fokus pada tujuan.
Pementasan wayang ditutup dengan buka puasa bersama dengan hidangan makanan khas Indonesia, seperti kolak pisang-ubi, ayam penyet, tahu dan tempe bacem, serta hidangan lainnya yang menambah nikmatnya suasana setelah menonton pementasan wayang kulit ini.(ZG)
Pementasan wayang dengan lakon “Ciptaning” oleh dalang Ki Joko Susilo dari Selandia Baru, sinden Dòra Györfi dari Budapest diiringi kelompok kesenian Gamelan Widosari Amsterdam gabungan orang Indonesia dan Belanda dipimpin Elsje Plantema yang digelar di Aula Nusantara KBRI Den Haag berhasil menghipnotis sekitar 150 penonton.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Denhaag, Din Wahid dalam keterangannya kepada Antara London, Minggu mengatakan pementasan wayang ini diadakan Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag yang berada di bawah naungan KBRI Den Haag.
Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag secara aktif mengadakan kegiatan budaya yang bertujuan mempromosikan kebudayaan Indonesia di Belanda, ujar Din Wahid yang sebelum acara dimulai mengucapkan selamat datang kepada penonton dan Wakil Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Fikry Cassidy secara resmi membuka pementasan wayang.
Lakon “Ciptaning” ini mengisahkan proses pertapaan dilakukan Arjuna demi mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan angkara murka di dunia. Arjuna yang merupakan salah seorang ksatria Pandawa ini bertapa di Gua Mintaraga di Gunung Indrakila.
Arjuna sebagai pertapa ini dikenal juga dengan nama Begawan Mintaraga atau Begawan Ciptaning. Berbagai godaan dialami oleh Begawan Ciptaning selama bertapa, untuk menguji seberapa kuat sang Begawan menahan nafsu duniawi.
Pada akhirnya, Begawan Ciptaning alias Arjuna berhasil melewati semua godaan tersebut, dan mendapatkan anugerah berupa panah Pasopati yang sakti mandraguna dan bisa digunakan untuk menumpas kejahatan di dunia.
Ki dalang Joko Susilo mementaskan lakon dengan menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Inggris, agar para penonton wayang bisa turut menikmati lakon wayang ini. Hal ini sejalan dengan misi KBRI Den Haag dan Rumah Budaya Indonesia (RBI) Den Haag mempromosikan sekaligus menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia.
Setelah pementasan wayang berakhir, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Wesaka Puja menyampaikan kesannya atas pementasan ini. Duta Besar Puja sangat mengapresiasi para seniman yang telah mementaskan wayang kulit ini dan menggaris bawahi pesan moral yang bisa dipetik dalam lakon “Ciptaning”, yaitu untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, perlu ketekunan dan tetap fokus pada tujuan.
Pementasan wayang ditutup dengan buka puasa bersama dengan hidangan makanan khas Indonesia, seperti kolak pisang-ubi, ayam penyet, tahu dan tempe bacem, serta hidangan lainnya yang menambah nikmatnya suasana setelah menonton pementasan wayang kulit ini.(ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar