Indonesia bagi langkah perangi kejahatan perikananan di Wina
News ID: 236904
London (ANTARA) -
Sudah saatnya negara-negara memberikan perhatian khusus terhadap kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan. Kejahatan perikanan tidak hanya berdampak pada lingkungan, namun juga mengancam keamanan dan perekonomian sebuah negara. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berkomitmen teguh untuk memerangi kejahatan perikanan.
Demikian pandangan yang disampaikan Wakil Tetap RI untuk PBB, Duta Besar Dr. Darmansjah Djumala, selaku pembicara pada side event ”MIKTA experiences addressing fisheries crimes and wildlife trafficking,” di sela-sela pertemuan Sesi ke-28 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice di Markas PBB Wina, Austria (20/5).
Menurut keterangan dari KBRI Wina yang diterima Antara London, Senin pada kesempatan tersebut Dubes Djumala menyampaikan pengalaman Indonesia dalam memerangi kejahatan perikanan.
Studi FAO menunjukan sekitar 93% stok ikan dunia tereksploitasi. Dengan ditekannya kejahatan pencurian perikanan maka tingkat ekploitasi ikan di Indonesia mengalami penurunan, pada akhirnya memungkinkan Indonesia meningkatkan stok ikan nasional. Dengan meningkatnya stok nasional, maka ekspor juga akan dapat meningkatkan.
Hal ini merupakan salah satu bentuk pengejawantahan visi nasional menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, ujarnya.
Lebih lanjut, Dubes Djumala menjelaskan kejahatan perikanan berkembang menjadi kejahatan transnasional yang sangat serius dan terorganisir. Banyak pihak yang melakukan kejahatan pencurian ikan terlibat dalam aktifitas kejahatan transnasional terorganisir lainnya, seperti pencucian uang, suap, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkoba), penyeludupan senjata, perdagangan orang, kerja paksa, kejahatan perpajakan, penyelundupan barang, dan sebagainya.
Memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasir tentunya tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja dan perlu dilaksanakan melalui kerja sama internasional, ujarnya.
Selain Dubes Darmansjah Djumala, dalam side event juga menghadirkan para Duta Besar negara-negara MIKTA di Wina, yaitu Dubes Meksiko Hermann Aschentrupp, Dubes Korea Selatan Dong-ik Shin, Dubes Turki Ahmet Muhtar Gun, dan Dubes Australia Brendon Charles Hammer, sebagai pembicara untuk berbagi pengalaman terkait upaya memerangi kejahatan perikanan di masing-masing negara.
Bb Kegiatan ini mendapatkan perhatian khusus dari UNODC yang menghadirkan Jenna Dawson-Faber (Sustainable Livelihoods Unit UNODC) sebagai moderator pertemuan.
MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia) merupakan kelompok kemitraan yang digagas tahun 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan bersama dalam memperkuat multilateralisme, mendukung struktur pemerintahan global yang efektif, serta memberikan dukungan terhadap stabilitas dan kesejahteraan global. Keketuaan MIKTA tahun 2019 dipegang Meksiko.(ZG)
Sudah saatnya negara-negara memberikan perhatian khusus terhadap kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan. Kejahatan perikanan tidak hanya berdampak pada lingkungan, namun juga mengancam keamanan dan perekonomian sebuah negara. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia berkomitmen teguh untuk memerangi kejahatan perikanan.
Demikian pandangan yang disampaikan Wakil Tetap RI untuk PBB, Duta Besar Dr. Darmansjah Djumala, selaku pembicara pada side event ”MIKTA experiences addressing fisheries crimes and wildlife trafficking,” di sela-sela pertemuan Sesi ke-28 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice di Markas PBB Wina, Austria (20/5).
Menurut keterangan dari KBRI Wina yang diterima Antara London, Senin pada kesempatan tersebut Dubes Djumala menyampaikan pengalaman Indonesia dalam memerangi kejahatan perikanan.
Studi FAO menunjukan sekitar 93% stok ikan dunia tereksploitasi. Dengan ditekannya kejahatan pencurian perikanan maka tingkat ekploitasi ikan di Indonesia mengalami penurunan, pada akhirnya memungkinkan Indonesia meningkatkan stok ikan nasional. Dengan meningkatnya stok nasional, maka ekspor juga akan dapat meningkatkan.
Hal ini merupakan salah satu bentuk pengejawantahan visi nasional menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, ujarnya.
Lebih lanjut, Dubes Djumala menjelaskan kejahatan perikanan berkembang menjadi kejahatan transnasional yang sangat serius dan terorganisir. Banyak pihak yang melakukan kejahatan pencurian ikan terlibat dalam aktifitas kejahatan transnasional terorganisir lainnya, seperti pencucian uang, suap, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkoba), penyeludupan senjata, perdagangan orang, kerja paksa, kejahatan perpajakan, penyelundupan barang, dan sebagainya.
Memerangi kejahatan transnasional yang terorganisasir tentunya tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja dan perlu dilaksanakan melalui kerja sama internasional, ujarnya.
Selain Dubes Darmansjah Djumala, dalam side event juga menghadirkan para Duta Besar negara-negara MIKTA di Wina, yaitu Dubes Meksiko Hermann Aschentrupp, Dubes Korea Selatan Dong-ik Shin, Dubes Turki Ahmet Muhtar Gun, dan Dubes Australia Brendon Charles Hammer, sebagai pembicara untuk berbagi pengalaman terkait upaya memerangi kejahatan perikanan di masing-masing negara.
Bb Kegiatan ini mendapatkan perhatian khusus dari UNODC yang menghadirkan Jenna Dawson-Faber (Sustainable Livelihoods Unit UNODC) sebagai moderator pertemuan.
MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia) merupakan kelompok kemitraan yang digagas tahun 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan bersama dalam memperkuat multilateralisme, mendukung struktur pemerintahan global yang efektif, serta memberikan dukungan terhadap stabilitas dan kesejahteraan global. Keketuaan MIKTA tahun 2019 dipegang Meksiko.(ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar