Dubes Rizal Sukma hubungan Indonesia Inggris tetap berjalan baik
News ID: 245239
London (ANTARA) -
Dutabesar Indonesia di Inggris Dr Rizal Sukma mengatakan siapapun yang menggantikan PM Inggris Theresa May yang mengumumkan pengunduran diri sebagai PM Inggris - nanti hubungan Indonesia dan Inggris tetap akan berjalan dengan baik.
Hal itu diungkapkan Dubes Rizal Sukma sehubungan dengan pernyataan dari Theresa May mengumumkan akan mengundur diri sebagai PM Inggris yang disebutkan Theresa May telah tunduk pada tekanan kuat dari partainya dan menetapkan tanggal 7 Juni mendatang undur mksebagai pemimpin Konservatif.
Berbicara di Downing Street, May mengatakan itu adalah "kehormatan hidupku" untuk melayani sebagai perdana menteri wanita kedua di Inggris dan mengakhiri masa jabatan tiga tahunnya.
“Saya yakin hubungan RI-UK akan tetap berjalan dengan baik,” ujar Dubes Rizal Sukma yang memperoleh gelar PhD dari London School of Economic (LSE) pada 1997.
Mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) berharap siapapun PM Inggris yang baru nantinya yang penting, masalah Brexit bisa segera diselesaikan dengan baik. “Siapapun Perdana menteri baru nanti masalah Brexit dapat diselesaikan,” ujarnya menambahkan dengan begitu UK bisa segera konsentrasi penuh dalam menjalankan visi Global Britain .
Sementara itu pengamat dari Senior Lecturer di University of Derby, Dono Widiatmoko kepada Antara, Jumat mengatakan Theresa May mengumumkan mundur sebagai PM Inggris. Hal ini menjadi puncak setelah kepemimpinannya berulang kali mengalami tekanan akibat tidak berhasilnya pemerintah Inggris mendapat dukungan parlemen dalam memformulasikan rancangan Brexit, ujarnya.
Menurut Dono Widiatmoko, sudah pada tiga kesempatan Theresa May sebagai PM mengajukan rancangan detail Brexit pada parlemen, namun ketiganya kandas tidak mendapat persetujuan parlemen.Dalam internal partai konservatifnya pun Theresa May banyak mendapat tantangan.
Beberapa menteri pentingnya mengundurkan diri dari kabinet. Terakhir Andrea Leadsom, pemimpin House of Commons, mundur dari jabatannya karena merasa tidak sesuai lagi dengan proposal Theresa May tentang Brexit. Walau Theresa May semula adalah pendukung pilihan tetap bergabung dengan Uni Eropa (EU) saat referendum tahun 2016 lalu, sebagai Perdana Menteri ia menghormati pilihan demokrasi rakyat dengan mencoba menjalankan Brexit.
Namun sampai saat ini semua usahanya gagal karena rencana bagaimana Inggris secara teknis bisa keluar dari EU sampai saat ini belum juga disepakati parlemen.Tantangan berikut bagi parlemen Inggris, dan utamanya partai konservatif saat ini adalah menentukan penggantinya sebagai pimpinan partai dan juga Perdana Menteri. Perdana menteri baru harus bisa membawa Inggris keluar dari status quo saat ini, ujar Dono.
Perdana Menteri baru nanti harus bisa membuat rencana teknis keluar dari EU dan meyakinkan Parlemen agar rencana tersebut bisa diterima. Deadline yang diberikan EU di akhir Oktober mendatang hanya memberikan waktu yang sempit bagi PM yang baru nanti untuk bekerja.
Sementara itu, banyak dorongan dari partai Liberal Demokrat, partai Buruh, dan juga sebagian anggota partai Konservatif sendiri untuk mengadakan Referendum kedua. Referendum ini untuk mengkonfirmasikan apakah benar masyarakat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa.Sementara itu, pemerintah Inggris juga tetap dipusingkan oleh tekanan ekonomi dalam negeri dan global. Semuanya menjadi tantangan Perdana Menteri berikutnya, demikian Dono Widiatmoko.
Dutabesar Indonesia di Inggris Dr Rizal Sukma mengatakan siapapun yang menggantikan PM Inggris Theresa May yang mengumumkan pengunduran diri sebagai PM Inggris - nanti hubungan Indonesia dan Inggris tetap akan berjalan dengan baik.
Hal itu diungkapkan Dubes Rizal Sukma sehubungan dengan pernyataan dari Theresa May mengumumkan akan mengundur diri sebagai PM Inggris yang disebutkan Theresa May telah tunduk pada tekanan kuat dari partainya dan menetapkan tanggal 7 Juni mendatang undur mksebagai pemimpin Konservatif.
Berbicara di Downing Street, May mengatakan itu adalah "kehormatan hidupku" untuk melayani sebagai perdana menteri wanita kedua di Inggris dan mengakhiri masa jabatan tiga tahunnya.
“Saya yakin hubungan RI-UK akan tetap berjalan dengan baik,” ujar Dubes Rizal Sukma yang memperoleh gelar PhD dari London School of Economic (LSE) pada 1997.
Mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) berharap siapapun PM Inggris yang baru nantinya yang penting, masalah Brexit bisa segera diselesaikan dengan baik. “Siapapun Perdana menteri baru nanti masalah Brexit dapat diselesaikan,” ujarnya menambahkan dengan begitu UK bisa segera konsentrasi penuh dalam menjalankan visi Global Britain .
Sementara itu pengamat dari Senior Lecturer di University of Derby, Dono Widiatmoko kepada Antara, Jumat mengatakan Theresa May mengumumkan mundur sebagai PM Inggris. Hal ini menjadi puncak setelah kepemimpinannya berulang kali mengalami tekanan akibat tidak berhasilnya pemerintah Inggris mendapat dukungan parlemen dalam memformulasikan rancangan Brexit, ujarnya.
Menurut Dono Widiatmoko, sudah pada tiga kesempatan Theresa May sebagai PM mengajukan rancangan detail Brexit pada parlemen, namun ketiganya kandas tidak mendapat persetujuan parlemen.Dalam internal partai konservatifnya pun Theresa May banyak mendapat tantangan.
Beberapa menteri pentingnya mengundurkan diri dari kabinet. Terakhir Andrea Leadsom, pemimpin House of Commons, mundur dari jabatannya karena merasa tidak sesuai lagi dengan proposal Theresa May tentang Brexit. Walau Theresa May semula adalah pendukung pilihan tetap bergabung dengan Uni Eropa (EU) saat referendum tahun 2016 lalu, sebagai Perdana Menteri ia menghormati pilihan demokrasi rakyat dengan mencoba menjalankan Brexit.
Namun sampai saat ini semua usahanya gagal karena rencana bagaimana Inggris secara teknis bisa keluar dari EU sampai saat ini belum juga disepakati parlemen.Tantangan berikut bagi parlemen Inggris, dan utamanya partai konservatif saat ini adalah menentukan penggantinya sebagai pimpinan partai dan juga Perdana Menteri. Perdana menteri baru harus bisa membawa Inggris keluar dari status quo saat ini, ujar Dono.
Perdana Menteri baru nanti harus bisa membuat rencana teknis keluar dari EU dan meyakinkan Parlemen agar rencana tersebut bisa diterima. Deadline yang diberikan EU di akhir Oktober mendatang hanya memberikan waktu yang sempit bagi PM yang baru nanti untuk bekerja.
Sementara itu, banyak dorongan dari partai Liberal Demokrat, partai Buruh, dan juga sebagian anggota partai Konservatif sendiri untuk mengadakan Referendum kedua. Referendum ini untuk mengkonfirmasikan apakah benar masyarakat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa.Sementara itu, pemerintah Inggris juga tetap dipusingkan oleh tekanan ekonomi dalam negeri dan global. Semuanya menjadi tantangan Perdana Menteri berikutnya, demikian Dono Widiatmoko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar