Minggu, 22 Desember 2013

GREG BARTON

GREG BARTON: INDONESIA CONTOH DEMOKRASI MASYARAKAT MUSLIM

Oleh Zeynita Gibbons
London, 18/12 (Antara) - Guru Besar dalam bidang Islam, politik dan modernitas dari Monash University, Australia, Prof Greg Barton, mengatakan Indonesia menjadi contoh terbaik berjalannya demokrasi di masyarakat Muslim.

"Profesor Greg Barton mengemukakan hal itu dalam ceramah di beberapa universitas ternama di Inggris," kata penggagas Studi Indonesia di Exeter, Dr Syahrul Hidayat, kepada ANTARA London, Rabu.

Barton mengunjungi Inggris selama sepekan dan menjadi pembicara dalam seri seminar mengenai Indonesia di Exeter, Oxford dan London pada 9-16 Desember 2013.

"Indonesia harus dilihat secara berbeda, terutama ketika melihat keberhasilan Indonesia dalam melakukan transisi demokrasi yang relatif damai dan stabil," kata Barton yang dikutip Syahrul Hidayat.

Kunjungan Barton merupakan bagian dari upaya Atase Pendidikan pada KBRI di London, Prof Fauzi Soelaiman, untuk mengangkat kembali Indonesia dalam kajian para akademisi di Inggris.

Selain itu, seri seminar ini juga menjadi upaya penting untuk menjalin kerja sama diantara para akademisi di Inggris dalam penelitian strategis tetang Indonesia.

Di Oxford Centre for Islamic Studies (OCIS), University of Oxford, seminar berlangsung dengan koordinasi Dr Kevin Fogg yang meneliti tentang dinamika organisasi-organisasi Islam pada masa perang kemerdekaan.

Sementara itu, di School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London, Dr Ben Murtagh, peneliti film Indonesia menjadi tuan rumah.

Bahkan, Dubes RI untuk Inggris dan Irlandia, Hamzah Thayeb yang hadir menilai kegiatan ini dapat memberikan gambaran objektif mengenai Indonesia.

Dalam seri seminar tersebut, Prof Barton secara garis besar mengungkapkan adanya kecenderungan untuk melihat Indonesia secara kurang tepat dalam penerapan demokrasi dewasa ini.

"Salah satu yang mempengaruhi pandangan itu adalah munculnya kasus-kasus kekerasan terutama yang dilakukan kelompok yang menggunakan agama sebagai pembenaran," katanya.

Selain itu muncul pula kasus perlakuan yang kurang baik terhadap kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah dan Syiah.

Namun, dia beranggapan kasus tersebut tidaklah menggambarkan kecenderungan mayoritas masyarakat Indonesia.

"Sebaliknya, masyarakat Indonesia sudah menunjukkan kecenderungan mereka untuk tidak mendukung kekerasan dan lebih mendukung gagasan-gagasan yang lebih moderat," ujar Barton.

Prof Barton menambahkan demokrasi telah memberikan ruang bagi beragam gagasan untuk bertarung.

"Sayangnya, tiga pemilihan umum pada era reformasi menunjukkan partai politik peserta pemilu cenderung tidak memperlihatkan gagasan ideologis yang rinci," katanya.

Selain itu, parpol juga kurang menunjukkan adanya kompetisi gagasan dan variasi kebijakan di antara partai politik peserta pemilu,
sehingga sulit membedakan tawaran politik secara jelas.

Di Institute of Arab and Islamic Studies di Universitas Exeter, Barton menegaskan bahwa kelompok Islam yang cenderung mengedepankan gagasan keislaman yang radikal memang masih memiliki ruang.

"Salah satunya adanya pengajaran Islam dengan interpretasi yang mengarah kepada tindakan yang ekstrem, tetapi pada dasarnya gagasan yang radikal dan ekstrem kurang mendapat tempat di Indonesia," kata Prof Barton dalam ceramahnya di SOAS.

Indikasinya, seperti diungkapkan dalam seminar di OCIS, adalah semakin baiknya ekonomi Indonesia maka akan semakin bertambahnya kelas menengah yang cenderung tidak menyambut ide-ide yang ekstrem.

"Dua hal menonjol dari Indonesia yakni stabilnya demokrasi dan perkembangan ekonomi, harus menjadi daya jual di masyarakat internasional," katanya.

Menurut Barton, Indonesia merupakan contoh terbaik dari berhasilnya demokrasi, tentu dengan masalah-masalah yang ada, di dalam masyarakat Islam yang dibarengi dengan catatan prestasi ekonomi yang baik.

Pada diskusi terakhir dengan komunitas Muhammadiyah dan pelajar di Leeds, Prof Barton menekankan pentingnya peran Islam dalam berkembangnya demokrasi.

"Peran utama telah dimainkan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai penopang sosial yang utama ketika kelompok sipil belum terbangun secara kuat," katanya.

Dalam kesempatan itu, Atase Pendidikan KBRI London, Prof Fauzi Soelaiman, kepada Antara mengatakan seri seminar ini akan dilakukan secara rutin.

"Kegiatan serupa akan berlangsung pertengahan tahun depan, termasuk di Irlandia," katanya. (ZG)
(T.H-ZG/B/E.M. Yacub/B/E.M. Yacub) 18-12-2013 10:16:40


Tidak ada komentar: