GREG BARTON: INDONESIA
CONTOH DEMOKRASI MASYARAKAT MUSLIM
Oleh Zeynita
Gibbons
London, 18/12
(Antara) - Guru Besar dalam bidang Islam, politik dan modernitas dari
Monash University, Australia, Prof Greg Barton, mengatakan Indonesia
menjadi contoh terbaik berjalannya demokrasi di masyarakat Muslim.
"Profesor
Greg Barton mengemukakan hal itu dalam ceramah di beberapa
universitas ternama di Inggris," kata penggagas Studi Indonesia
di Exeter, Dr Syahrul Hidayat, kepada ANTARA London, Rabu.
Barton
mengunjungi Inggris selama sepekan dan menjadi pembicara dalam seri
seminar mengenai Indonesia di Exeter, Oxford dan London pada 9-16
Desember 2013.
"Indonesia
harus dilihat secara berbeda, terutama ketika melihat keberhasilan
Indonesia dalam melakukan transisi demokrasi yang relatif damai dan
stabil," kata Barton yang dikutip Syahrul Hidayat.
Kunjungan
Barton merupakan bagian dari upaya Atase Pendidikan pada KBRI di
London, Prof Fauzi Soelaiman, untuk mengangkat kembali Indonesia
dalam kajian para akademisi di Inggris.
Selain itu,
seri seminar ini juga menjadi upaya penting untuk menjalin kerja sama
diantara para akademisi di Inggris dalam penelitian strategis tetang
Indonesia.
Di Oxford
Centre for Islamic Studies (OCIS), University of Oxford, seminar
berlangsung dengan koordinasi Dr Kevin Fogg yang meneliti tentang
dinamika organisasi-organisasi Islam pada masa perang kemerdekaan.
Sementara itu,
di School of Oriental and African Studies (SOAS), University of
London, Dr Ben Murtagh, peneliti film Indonesia menjadi tuan rumah.
Bahkan, Dubes
RI untuk Inggris dan Irlandia, Hamzah Thayeb yang hadir menilai
kegiatan ini dapat memberikan gambaran objektif mengenai Indonesia.
Dalam seri
seminar tersebut, Prof Barton secara garis besar mengungkapkan adanya
kecenderungan untuk melihat Indonesia secara kurang tepat dalam
penerapan demokrasi dewasa ini.
"Salah
satu yang mempengaruhi pandangan itu adalah munculnya kasus-kasus
kekerasan terutama yang dilakukan kelompok yang menggunakan agama
sebagai pembenaran," katanya.
Selain itu
muncul pula kasus perlakuan yang kurang baik terhadap kelompok
minoritas, seperti Ahmadiyah dan Syiah.
Namun, dia
beranggapan kasus tersebut tidaklah menggambarkan kecenderungan
mayoritas masyarakat Indonesia.
"Sebaliknya,
masyarakat Indonesia sudah menunjukkan kecenderungan mereka untuk
tidak mendukung kekerasan dan lebih mendukung gagasan-gagasan yang
lebih moderat," ujar Barton.
Prof Barton
menambahkan demokrasi telah memberikan ruang bagi beragam gagasan
untuk bertarung.
"Sayangnya,
tiga pemilihan umum pada era reformasi menunjukkan partai politik
peserta pemilu cenderung tidak memperlihatkan gagasan ideologis yang
rinci," katanya.
Selain itu,
parpol juga kurang menunjukkan adanya kompetisi gagasan dan variasi
kebijakan di antara partai politik peserta pemilu,
sehingga sulit
membedakan tawaran politik secara jelas.
Di Institute
of Arab and Islamic Studies di Universitas Exeter, Barton menegaskan
bahwa kelompok Islam yang cenderung mengedepankan gagasan keislaman
yang radikal memang masih memiliki ruang.
"Salah
satunya adanya pengajaran Islam dengan interpretasi yang mengarah
kepada tindakan yang ekstrem, tetapi pada dasarnya gagasan yang
radikal dan ekstrem kurang mendapat tempat di Indonesia," kata
Prof Barton dalam ceramahnya di SOAS.
Indikasinya,
seperti diungkapkan dalam seminar di OCIS, adalah semakin baiknya
ekonomi Indonesia maka akan semakin bertambahnya kelas menengah yang
cenderung tidak menyambut ide-ide yang ekstrem.
"Dua hal
menonjol dari Indonesia yakni stabilnya demokrasi dan perkembangan
ekonomi, harus menjadi daya jual di masyarakat internasional,"
katanya.
Menurut
Barton, Indonesia merupakan contoh terbaik dari berhasilnya
demokrasi, tentu dengan masalah-masalah yang ada, di dalam masyarakat
Islam yang dibarengi dengan catatan prestasi ekonomi yang baik.
Pada diskusi
terakhir dengan komunitas Muhammadiyah dan pelajar di Leeds, Prof
Barton menekankan pentingnya peran Islam dalam berkembangnya
demokrasi.
"Peran
utama telah dimainkan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai
penopang sosial yang utama ketika kelompok sipil belum terbangun
secara kuat," katanya.
Dalam
kesempatan itu, Atase Pendidikan KBRI London, Prof Fauzi Soelaiman,
kepada Antara mengatakan seri seminar ini akan dilakukan secara
rutin.
"Kegiatan
serupa akan berlangsung pertengahan tahun depan, termasuk di
Irlandia," katanya. (ZG)
(T.H-ZG/B/E.M.
Yacub/B/E.M. Yacub) 18-12-2013 10:16:40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar