Kamis, 23 April 2009

PORNOGRAFI ANCAM ANAK

Spektrum

PORNOGRAFI ANCAM ANAK DAN REMAJA INDONESIA

Oleh Zeynita Gibbons

Kenzo (10) masih dengan seragam sekolah dasarnya kemeja putih dan celana merah, asyik bermain 'games' di layar televisi, sementara sang kakak juga asyik dengan telepon gengamnya.

Pemandangan anak anak yang bermain games dan juga mengunakan telepon gengam merupakan hal biasa dijumpai tidak saja di rumah tetapi di mana-mana di Indonesia sementara ayah bunda sibuk dengan urusan masing masing.

Anak-anak Indonesia saat ini hidup di era digital, ujar Psikolog Elly Risman Musa Psi dalam ceramahnya di hadapan ibu ibu anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI London, pekan silam.
Kehadiran Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati itu di Kerajaan Inggris adalah memenuhi undangan panitia penyelenggara Kibar Gathering, pertemuan musim semi keluarga besar Islam Indonesia di Britania Raya.

Dalam seminar yang bertema 'Menyiapkan anak tangguh di era layar' Ny Elly Risman, yang juga staf ahli Menko Kesra mengungkapkan betapa dasyatnya dampak yang ditimbulkan oleh games dan internet.

Penulis buku dalam bidang Kesehatan Reproduksi Remaja dan buku Parenting untuk ortu & remaja mengatakan banyak situs internet yang diakses oleh anak anak dengan nama yang tidak terkait dengan materi seks ternyata mengandung materi pornografi.

Bahkan ada situs menggunakan nama tokoh kartun yang digemari anak-anak seperti Naruto, serta memakai istilah nama hewan seperti lalat, nyamuk yang biasa dibuka anak ketika mengerjakan tugas sekolah.

Dikatakannya komik maupun games yang dimainkan anak anak penuh dengan adegan mesum. "Seharusnya bukan majalah Playboy yang perlu dilarang, tetapi games, komik dan situs porno yang mudah diakses anak usia sekolah dasar yang perlu jadi perhatian," ujarnya.

Penasehat Lembaga Pendidikan dan Pengembangan TK/TP Al Quran Jabotabek itu memberikan contoh di mana dengan mudahnya anak Indonesia bermain "games", internet, telepon genggam, televisi, vcd, serta komik dan majalah.

"Bahkan ada rental internet atau games dengan membayar 50 ribu semalam anak bisa bermain sepanjang malam," ujarnya.


Cultures of Ignorance

Para orang tua umumnya tidak tahu dampak negatif permainan games dan video terhadap kerusakan otak anak, karena saat ini masyarakat Indonesia berada dalam kultur pengabaian 'culture of ignorance' pada anak sendiri.

Menurut Elly yang juga mengasuh program Dear Parents Parenting bersama di Radio Delta FM , pemerintah maupun masyarakat tidak menyadari bahwa bencana pornografi itu tidak sama pentingnya dengan masalah flu burung, HIV/AIDS, narkoba, dan penyakit-penyakit menular lainnya.

Ibu tiga putri yang berasal dari Aceh itu pernah mengundang ahli neurosurgeon dari Amerika Serikat Dr. Donald Hilton berbicara dalam seminar yang membahas dampak pornografi dan narkoba terhadap otak anak ditinjau dari Neuroscience.

Ternyata dampaknya jauh lebih buruk dari narkoba karena tidak hanya kecanduan tetapi juga dapat merusak otaknya dan bahkan berdampak pada fisik seperti RSI (Repetitive Strain Injury).

Radang jari jangan/sindrome vibrasi lengan, posisi duduk yang membuat nyeri tulang belakang yang berkembang menjadi kecacatan, ujar pengasuh kolom konsultasi keluarga dan konsultasi seks anak 'Bunda' di Harian Umum Republika Minggu.

Dampak lainnya berupa sinar biru yang dipantulkan layar monitor akan mengikis lutein pada retina mata yang akan berakibat degenerasi makula, ujar jebolan (S1) Fakultas Psikologi UI 1978 itu.

Ny Elly yang menjadi Special Student Departemen of Education, Florida State University, Tallahassee, USA, 1995 -1997 menyebutkan, yang lebih parah lagi dapat timbul penyakit Nitendo Epilepsi atau epilepsi forosensitif.

Nitendo Epilepsi yaitu serangan mendadak yang ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu. Sinar merah yang kuat akan membuat sinyal abnormal yang dikirim ke otak melalui retina membuat anak menjadi kejang.

Mengutip Profesor Graham Harding, ada empat permainan yang memicu epilepsi pada anak yaitu games Mega ManX, Super Mario Sunshine, Metroid Prime dan Mario Kart:Double Dash.

Untuk itu ia mengharapkan para orangtua bisa mengenali lebih dekat tentang apa saja yang menjadi tontonan anak dan juga "games" yang mereka mainkan.

Banyak permainan yang memerlukan keterampilan lebih kompleks dengan tingkat kecekatan yang tinggi, ketimbang 'games' yang tidak jelas arahnya, ujar pendiri dan komisaris PT Surindo Utama itu.

"Games" di abad 21 lebih menantang dan membuat anak kecanduan. Akibatnya anak menjadi kecanduan pathologis, apalagi sekarang anak dapat bermain "games" dan memilih karakter yang diinginkan, yang tidak ada di dunia nyata.

Menutip hasil dari Konselor Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati dari 1.625 siswa kelas empat hingga enam SD di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tahun lalu, ternyata 66 persen siswa sekolah dasar telah menyaksikan materi pornografi lewat berbagai media.

Sebanyak 24 persen di antaranya lewat komik, 18 persen melalui games, 16 persen lewat situs porno, 14 persen melalui film, dan sisanya melalui VCD dan DVD, telepon seluler, majalah, dan koran.

Mereka umumnya menyaksikan materi pornografi itu karena iseng sebanyak 27 persen, terbawa teman sebesar 10 persen dan takut dibilang kuper empat persen, ujar Ny Elly yang pernah menjadi Kelompok Kerja Kesejahteraan Anak Kentrian Pemberdayaan Perempuan.

Dikatakannya anak-anak itu melihat materi pornografi ternyata di rumah atau kamar pribadi sebanyak 36 persen, di rumah teman 12 persen, warung internet 18 persen, dan rental tiga persen.


Krisis Moral

Menanggapi dasyatnya dampak pornografi dari games, internet pada anak Indonesia, pekerja sosial Nizma Agustjik yang aktif menyantuni anak anak korban bencana mengatakan hal itu menunjukkan krisis moral yang begitu parah.

Hal ini diakibatkan semua berorientasi kepada uang dan dunia. "Sangat tidak bertanggung jawab," ujar Nizma yang memiliki dua anak remaja yang berangkat dewasa.

Dikatakannya untuk meraup keuntungan mereka telah merusak masa depan anak anak sebagai penerus bangsa melalui media cetak, seperti komik, majalah elektronik seperti internet, televisi, video, cd serta telepon gengam.

Globalisasi, mengakibatkan tekanan kepada keluarga untuk mengejar target tanpa diimbangi keimanan sehingga mengakibatkan dampak yang negatif pada anak-anak sekarang.

Disarankannya ,orang tua perlu meningkatkan kewaspadaan dan juga kampanye secara paralel baik kepada pemerintah dan aparat untuk bertanggung Jawab dengan melakukan sensor semua bentuk media. "Hal ini harus dilegalisasi lewat wakil rakyat di DPR," ujarnya.

Untuk itu, ujarnya perlu dilakukan kampanye secara besar-besaran kepada publik dan keluarga secara nasional lewat media cetak seperti leaflet, siaran radio, televisi, dan juga ceramah serta workshop.

Sementara itu Murni Budiati, ibu dua anak bawah 10 tahun mengatakan fenomena yang sangat menyedihkan terjadi di tanah air, sepertinya Indonesia sama sekulernya dengan Inggris yang mempunyai status sebagai negara muslim terbesar di dunia, ujar Murni yang menetap di London, Inggris.

Bila saja kasus yang ditemui jauh lebih besar jumlahnya itu wajar karena jumlah penduduk Indonesia lima kali lebih banyak ketimbang Inggris, ujar Murni tamatan UI yang mengambil MSi dalam bidang Communications Studies, Communications Management.

Selain itu Murni mengatakan, hal itu menunjukkan adanya kesalahan orang tua, ulama dan pemerintah pada khususnya dimana kebijakan pendidikan yang hanya menekankan pada akselerasi.

Pendidikan sekarang pokoknya membuat anak bisa baca tulis hitung, bukannya pengayaan seperti budi pekerti, ketrampilan berpikir sudah terbukti tidak efektif, ujar Murni yang meneruskan pendidikan bidang Information Systems&Technology, Management Info Systems, Inggris.

Di kesempatan lain, Elly mengatakan bahwa tidak ada kiat tanpa pengetahuan untuk itu diharapkannya orang tua untuk mengetahui juga teknologi. "You must understand IT to fight IT," ujarnya.

Artinya para orang tua harus bisa membuat anak tangguh di era layar, mereka juga menyadari bahwa anak adalah titipan Allah,terus melakukan evaluasi kesalahan dalam pengasuhan, persiapkan diri untuk minta maaf pada anak dan utarakan harapan kita serta jelaskan kepada mereka akibat pornografi terhadap otaknya, demikian Elly Risman.(U-ZG ***3***

(T.H-ZG/B/J006/B/J006) 24-04-2009 06:15:53

Tidak ada komentar: