DIALOG 'INTERFAITH' DI RUSIA BAHAS PEMIMPIN INFORMAL
London, 1/6 (ANTARA) - Kedutaan Besar RI di Moskow, Rusia akan menggelar dialog antarpemimpin lembaga kepercayaan (interfaith) Indonesia-Rusia pada 1-2 Juni 2009 yang akan membahas peranan tokoh informal di tengah-tengah proses demokrasi yang semakin matang.
Wakil Kepala Perwakilan RI Moskow A Agus Sriyono mengatakan, Senin, aktor demokrasi dalam suatu masyarakat yang berkembang tidak hanya dibatasi tiga institusi eksekutif, legislatif dan yudikatif seperti yang dikemukakan Montesqieu.
Bila hanya mengandalkan sistem ini tanpa memberikan porsi yang tepat bagi pemimpin informal maka sistem yang dibangun bisa mengalami kendala berat.
"Menafikan peran ulama misalnya adalah sebuah ketersesatan," ujarnya.
Untuk itu dalam 'Indonesia-Russia Interfaith Dialogue' ini akan didatangkan sejumlah tokoh informal dari kedua belah pihak. Mereka akan besaran peran yang mungkin dimainkan dalam rangka peningkatan kemaslahatan umat.
KH. Hasyim Muzadi dari NU dan Pendeta Dr. Nathan Setiabudi misalnya, akan mengemukakan peran NU dan gereja bagi pembangunan Indonesia. Sedangkan Pendeta Georgy Ryabykh dari Keuskupan Otodoks dan Prof. Dr. Marat Murtazin, Rektor Universitas Islam Moskow menyampaikan masalah pengembangan sikap toleransi di Rusia.
Mengambil contoh konflik yang katanya dipicu oleh keyakinan tertentu seperti di Ambon dan Poso, maka sistem yudisial diperkirakan tidak dapat menyelesaikan masalah. Berbagai aktor dari pemimpin informal harus dilibatkan, ujarnya.
Mereka bukan saja tokoh agama, tetapi juga budayawan dan bahkan para ilmuan yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat. Inilah sebuah konsekwensi dari masyarakat yang masih bersifat paternalistik.
Konflik horizontal yang pernah terjadi di Indonesia juga dialami negara lain yang masyarakatnya memiliki tingkat kompleksitas tinggi sebagai konsekuensi dari adanya multi etnis, kepercayaan dan kesenjangan pendidikan.
Indonesia dan Rusia memiliki kemiripan sehingga tukar menukar pengalaman merupakan suatu hal yang sangat positif, ujarnya.
Dari sisi pemerintahan, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Aleksey Borodavkin akan mewakili pihak pemerintah dalam menyuarakan peranan yang dimainkan secara bersama-sama kalangan tokoh informal.
Pemerintah ditengarai memiliki peranan yang sentral dalam memfasilitasi pembangunan demokrasi dan sekaligus menyelesaikan berbagai konflik horizontal dalam masyarakat yang majemuk.
Perbedaan sistem kemasyarakatan serta faktor sejarah membuat peranan pemimpin formal di negara seperti Indonesia dan Rusia berbeda dengan di Amerika Serikat dan Eropa Barat.
"Lain ladang lain belakang, lain negara lain pula caranya. Semua benar dan tidak perlu saling menyalahkan," demikian Dubes Indonesia untuk Rusia Hamid Awaludin menimpali.(U-ZG)
***3***
(T.H-ZG/B/R007/R007) 01-06-2009 10:23:17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar