INDONESIA-RUSIA DISKUSIKAN KEBEBASAN PERS
London, 1/6 (ANTARA) - Indonesia dan Rusia untuk pertama kali akan mendiskusikan tentang kebebasan pers yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional.
Meskipun memiliki latar belakang yang relatif berbeda, para jurnalis dan sejumlah tokoh lainnya dari kedua belah pihak mencoba mengemukakan soal kebebasan pers ini dalam perspektif masing-masing.
Masalah kebebasan pers ini akan menjadi sala satu topik yang akan dibicarakan dalam dialog antarpemimpin lembaga kepercayaan (interfaith) yang dibuka Senin di Wisma Duta Moskow, ujar Koordinator Substansi Interfaith M Aji Surya kepada koresponden ANTARA London.
Dikatakannya, wartawan senior dari Tempo, Kompas, Republika dan Sinar Harapan mewakili kalangan media Indonesia sedangkan dari Rusia hadir wakil dari asosiasi berita Ria Novosty, Itartas, Dewan Mufti Rusia dan lainnya.
Sementara itu Koordinator Pelaksana kegiatan Intefiath Berlian Napitupulu mengatakan, isu seksi ini perlu mengemuka karena peran media yang sangat besar dalam mengembangkan kehidupan bermasyarakat dimanapun juga.
Membesarkan media dengan cara yang tidak pas pada akhirnya dapat merugikan pembangunan yang menjadi dambaan rakyat, ujarnya.
Indonesia dan Rusia merupakan negara dengan penduduk lebih dari 150 juta jiwa dan memiliki tingkat multi etnis dan agama yang kompleks. Karenanya, pengembangan masyarakat melalui peran media massa terus berkembang dari waktu ke waktu.
Sama seperti Indonesia yang baru mengenyam demokrasi luas pada awal tahun 1990-an, kini keduanya tumbuh ratusan usaha media masa baik cetak maupun elektronik.
Dubes RI untuk Rusia dan Belarusia, Hamid Awaludin menggarisbawahi diskusi khusus tentang kebebasan pers tidak hanya menjadi 'domain' kalangan pemerintah, tetapi juga insan pers dan masyarakat secara umum.
"Di Amerika Serikat, setelah munculnya kebebasan pers kemudian berkembang teori baru mengenai pers yang bertanggung jawab," ujar mantan Menteri Kehakiman itu.
Dia mengakui bahwa garis pembatas antara kebebasan pers dan pers yang bertanggung jawab menjadi sangat tipis dan multiinterprestasi.
Setiap negara dan masyarakat memiliki pemahaman yang berbeda meski esesinya tidak jauh berbeda. Demikian pula yang terjadi dalam perkembangan pers di Indonesia dan Rusia.
Melalui dialog langsung dan terbuka, dua masyarakat pers Indonesia dan Rusia dapat mengartikulasikan aneka perspektif yang mereka miliki.
Sementara itu para tokoh di bidang lain seperti Prof. Dr. Frans Magnis Suseno dan Prof. Dr. Azzumardi Azra akan mencermati dan terjun dalam pembahasan masalah ini.
Meskipun mungkin tidak banyak titik temu, dialog akan memberikan bekal yang baik bagi masa depan pengembangan pers di kedua belah pihak, sebab seperti kata orang Jerman: Masa depan hanya (bisa) dibangun melalui komunikasi.***3***
(U-ZG)
(T.H-ZG/B/R007/R007) 01-06-2009 10:31:47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar