GONG JAWA RAFFLES DIPAMERKAN DI "BRITISH MUSEUM"
Selama 21 Mei hingga 12 Juli, "British Museum" memamerkan gong jawa koleksi Thomas Stamford Bingley Raffles (6 Juli 1781 - 5 Juli 1826).
Koleksi itu diletakkan di Ruang 3, di sebelah kanan pintu masuk museum di kota London itu.
Raffles merupakan negarawan ulung Inggris, pendiri kota Singapura, dan orang yang banyak terlibat dalam penaklukan Indonesia pada zaman kolonial.
Penulis buku "History of Java" yang bercerita mengenai sejarah pulau Jawa di zaman purbakala itu kembali ke Inggris dengan membawa berbagai barang kesenian, terutama berupa gamelan.
Alat musik gong merupakan salah satu koleksi dari beberapa alat musik yang dibawa Raffles pada awal 1800an setelah menghabiskan 20 tahun di Asia Tenggara dan bekerja untuk "East India Company".
Koleksi Raffles itu, antara lain, berupa dua gong besar yang terbuat dari logam dengan penyangga kayu berukir gambar burung, naga, rusa, dan hewan lainnya.
"Fokusnya memang pada gong itu," ujar kurator British Museum untuk Ruang 3 Dr Mark McDonald, akhir pekan lalu.
Menurut dia, gong itu memiliki keunikan karena di tengah dua penyangganya terdapat patung kayu burung yang bergerak-gerak jika gong dipukul. Gamelan itu baru dua kali dipamerkan.
Pameran gamelan koleksi Raffles yang disponsori The Asahi Shimbun itu dikunjungi banyak wisatawan mancanegara.
Sejumlah pengunjung mengatakan tertarik pada gong itu, selain karena ukurannya yang besar juga keindahan penyangganya yang berukir.
Seorang perempuan dari Perancis terlihat asyik memotret dua gong besar yang berada di tengah ruangan itu.
"Boleh minta tolong photo saya didepan gong itu," ujar turis dari Perancis.
Di ruang itu juga dipamerkan berbagai informasi dan gambar pemain gamelan serta penari dengan ukuran besar, juga photo Raffles dengan beberapa koleksi gamelannya.
Menurut kuraor, dari prasasti diketahui penyangga gong itu merupakan bagian dari alat musik gamelan yang digunakan untuk mengiringi upacara, perayaan, tari, dan pertunjukkan wayang kulit.
Saat ini gamelan tidak saja ditampilkan dalam acara keagamaan tetapi juga makin populer di seluruh dunia.
Komposer Claude Debussy, Bela Bartok, John Cage, Philip Glass dan Lou Harrison dan penyanyi Bjork memsukan unsur gamelan dalam karya mereka.
British Museum
British Museum London merupakan salah satu museum terbesar dan terpenting dalam sejarah dan budaya manusia di dunia, memiliki koleksi lebih dari tujuh juta benda dari seluruh benua.
Semuanya menggambarkan dan mendokumentasikan sejarah budaya manusia dari awal hingga kini, di antaranya terdapat koleksi dari dunia Islam, zaman renaissance, serta Eropa dan Amerika moderen.
British Museum didirikan pada 1753, sebagian besar didasarkan pada koleksi dari dokter dan ilmuwan Sir Hans Sloane.
Selama dua setengah abad, British Museum melakukan perluasan, seperti dibentuknya lembaga British Museum of Natural History di South Kensington pada 1887.
Museum di Inggris merupakan lembagan non-departemen yang disponsori Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga. Semua museum nasional dan galeri seni di Inggris tidak mengutip dana dari pengunjung.
Banyak turis asing mengabiskan waktu di British Musem, mereka menyaksikan benda bersejarah dan juga mengelar berbagai macam kegiatan, seperti pergelaran gamelan dan tari jawa yang merupakan rangkaian dari pameran koleksi Raffles.
Dubes RI untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia Yuri Thamrin menyampaikan penghargaannya kepada British Musuem yang memprakasai pameran dan kesenian berupa penampilan musik gamelan.
Menurut Dubes, musik gamelan adalah salah satu elemen dari warisan budaya Indonesia yang unik seperti halnya peradaban dunia.
Di Indonesia khususnya di Jawa, kata dia, gamelan memiliki tempat khusus dan merupakan warisan dari Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta lebih dari seribu tahun.
Menurut Dubes, hampir 200 tahun yang lalu, alat musik gamelan diserahkan ke Inggris dan dibawa Raffles yang pernah menjadi Gubernur Jawa.
Kurator British Museum untuk Departemen Asia Jan Stuart mengatakan, pergelaran musik gamelan dan tarian itu mendapat dukungan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata khususnya dari Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI Sapta Nirwandar.
Ribuan
Pameran gamelan itu tidak lepas dari peran Kesty Pringgoharjono dari PT Preserve Indonesia yang bertujuan melestarikan dan mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri.
Menurut Kesty, sekitar tiga tahun lalu setelah peluncuran buku Centhini di London, yang ditulisnya kembali dalam bahasa Inggris, Kesty berjumpa dengan kurator dari British Museum dan bertanya mengenai koleksi Indonesia yang dimiliki British Museum.
Ternyata koleksi itu mencapai ribuan jumlahnya, kata dia, tapi kebanyakan tidak pernah dipamerkan dan hanya disimpen di gudang.
Salah satu koleksi asal Indonesia yang ada digudang itu koleksi Raffles.
Menurut Kesty, British Museum melihat jauh lebih menarik memamerkan koleksi Mesir, Persia, China, India, dan Eropa.
"Kalau bisa dibilang, artefak Indonesia bukan merupakan prioritas mereka, apalagi kalau dilihat dari sejarah," ujarnya.
Namun, setiap berjumpa kurator dari British Musuem, Kesty tidak bosan mengingatkan tentang pameran koleksi dari Indonesia di British Museum dan tidak hanya disimpan di gudang.
"Saya tidak menyerah meskipun awalnya tidak ada dukungan dari pemerintah, saya terus melakukan pendekatan ke British Museum dan baru 2009 ini British Muesum memamerkan 'Gong Gede' milik Raffles sekalian dengan pertunjukan gamelan," katanya.
Menurut dia, meskipun masih dengan skala kecil, paling tidak Indonesia ada gaungnya di British Museum. (U.Zeynita Gibbons)
***5***
(T.H-ZG/C/s018/s018) 18-06-2009 10:06:40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar