AMNESTI INTERNASIONAL MINTA
INDONESIA ATASI KEKERASAN
Oleh Zeynita Gibbons
London, 2/2 (ANTARA) - Amnesty International khawatir dengan
terjadinya kekerasan yang terus-menerus, ancaman dan gangguan terhadap para
pembela hak asasi manusia di Indonesia.
Kekhawatiran badan internasional yang
berkedudukan di Inggris itu disampaikan Josef Roy Benedict, Campaigner -
Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretaria kepada ANTARA
London, Sabtu.
Dikatakannya Pemerintah Indonesia
harus memastikan akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh polisi di Sumatera
Selatan dan melakukan evaluasi menyeluruh selama memelihara ketertiban umum
dengan memastikan memenuhi standar
internasional.
Setidaknya tiga insiden terpisah sejak
Juli tahun lalu yang melibatkan petani dari Kabupaten Ogan Ilir menyoroti
polisi Indonesia gagal menangani operasi ketertiban umum tanpa menggunakan
kekuatan berlebihan, dan bahkan mematikan.
Pada 29 Januari 2013 sekelompok
sekitar 500 petani dari Kabupaten Ogan Ilir, didampingi aktivis dari cabang
Sumatera Selatan dari Indonesia lingkungan organisasi WALHI (Wahana Lingkungan
Hidup), berbaris ke markas Polisi Daerah (Polda) Sumatera Selatan di Palembang.
Menurut laporan yang dapat dipercaya,
polisi menggunakan kekerasan yang tidak perlu dan berlebihan untuk membubarkan
para pengunjuk rasa, yang berusaha memasuki kompleks kantor polisi.
Puluhan pengunjuk rasa terluka, dan
setidaknya satu aktivis HAM dari WALHI menderita cedera kepala. Dua puluh enam
demonstran, termasuk dua aktivis, kemudian ditangkap oleh polisi.
Semua kecuali tiga orang pengunjuk
rasa telah sejak dilepas, Anwar Sadat, Ketua Eksekutif WALHI Sumatera Selatan,
Dede Chaniago, seorang aktivis WALHI dan Kamaludin, seorang petani.
Semuanya masih berada dalam tahanan
polisi dan didakwa dengan hasutan untuk melakukan kekerasan terhadap
pemerintah, kekerasan terhadap orang lain atau barang, dan penganiayaan dengan
ancaman hukuman sampai enam tahun penjara.
Para demonstran memprotes tindakan
polisi di Polres Ogan Ilir dan orang tak dikenal lainnya dilaporkan memasuki desa
Betung dan menuntut bahwa penduduk desa meninggalkan tanah mereka.
Sumber yang dapat dipercaya
menunjukkan polisi menghancurkan tempat ibadah di Desa Betung sebelum pergi.
Telah terjadi sengketa tanah yang sedang berlangsung antara petani dan
perusahaan perkebunan milik negara di Kabupaten Ogan Ilir sejak 1982.
Dalam insiden sebelumnya pada Juli
2012 polisi Brigade Mobil (Brimob) dan Kepolisian Kabupaten Ogan Ilir
melepaskan tembakan pada kerumunan petani membunuh seorang anak berusia 12
tahun dan melukai empat orang lainnya di desa Limbang Jaya.
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), polisi telah menembakkan peluru tajam ke arah kerumunan sementara
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bahwa aparat polisi telah melanggar
prosedur kepolisian.
Enam petugas polisi kemudian diberikan
disiplin peringatan tertulis. Amnesty International tidak mengetahui adanya
investigasi kriminal.
Amnesty International khawatir tentang
apa yang nampaknya menjadi pola pelanggaran polisi terhadap petani dari
Kabupaten Ogan Ilir, dan merekomendasikan bahwa penyelidikan independen harus
segera dilakukan.
Mereka yang diduga bertanggung jawab,
termasuk orang dengan perintah atau tanggung jawab atasan terlepas dari
pangkat, harus dibawa ke muka hukum di pengadilan sipil dan korban diberikan
ganti rugi (reparasi).
Dalam menangani operasi ketertiban
umum, polisi harus menghormati hak untuk hidup yang dijamin dalam Pasal 6 dari
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), di mana Indonesia
merupakan negara pihak.
Aparat penegak hukum harus menerapkan
langkah non-kekerasan sebelum beralih ke penggunaan kekuatan dan senjata api
yang dapat digunakan jika benar-benar tidak dapat dihindari untuk melindungi
kehidupan. Polisi juga harus menghormati hak kebebasan berekspresi dan
berkumpul secara damai yang diatur dalam Pasal 19 dan 21 dari ICCPR.
Amnesty International terus khawatir
tentang kekerasan yang terus-menerus, ancaman dan gangguan terhadap para
pembela hak asasi manusia di Indonesia.
Menurut Pasal dua Deklarasi PBB tentang Pembela Hak Asasi Manusia,
setiap negara memiliki kewajiban menciptakan kondisi yang diperlukan untuk
membela hak asasi manusia dalam yurisdiksi mereka.
Amnesty International menyerukan
kepada pemerintah Indonesia untuk memastikan suatu lingkungan di mana
dimungkinkan untuk membela hak asasi manusia tanpa takut akan pembalasan dan
intimidasi.
***1***
Muhamad Yusuf
(T.H-ZG/B/M019/M019) 02-02-2013
06:22:55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar