INDONESIA PATUT BELAJAR DARI
BELANDA ATASI BANJIR
London, 8/2 (ANTARA) - Belanda dapat
dijadikan rujukan dalam mengatasi banjir
di Jakarta, karena kondisi Belanda dan Jakarta mirip dimana 25 persen
wilayahnya berada di bawah permukaan air laut.
Hal itu terungkap dalam forum diskusi
yang diadakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Utrecht, Belanda,
bekerjasama dengan Institute for Science and Technology Studies (ISTECS)
Belanda yang membahas masalah banjir di Indonesia.
Rencana pembuatan tanggul penahan laut
pasang di sepanjang pantai Jakarta perlu diapresiasi karena hal ini terbukti
keberhasilannya di negara Belanda, ujar Siswanto, kandidat PhD bidang perubahan
iklim dan hidrologi pada Utrecht University kepada ANTARA London, Jumat.
Guna mengendalikan banjir, forum
kajian PPI Utrecht dan ISTECS mendorong Pemerintah mengoptimalkan pengendalian
banjir dengan cara konvensional yang terbukti kebenarannya meskipun belum
optimal, dari pada mengadopsi cara baru yang masih diragukan kebenarannya.
Guna mengendalikan banjir forum
menyarankan Pemerintah untuk melakukan penanganan secara menyeluruh dari hulu
sampai hilir sebagai satu kesatuan sistem daerah aliran sungai.
Pengendalian banjir dengan cara
kovensional dilakukan dengan pembangunan tanggul, situ, retention basin, waduk,
sumur resapan, meningkatkan intensitas pengerukan sungai, serta meluaskan
penghijauan.
Jika daerah hilir ditangani namun
daerah hulu tidak, maka permasalahan banjir itu tidak akan pernah selesai,
ungkapnya.
Diakuinya pelajar dan masyarakat
Indonesia di Belanda prihatin terhadap permasalahan banjir yang berulang kali
melanda Jakarta.
Menurut Siswanto, dalam mensikapi keprihatinan ini ada dua
respon yaitu melakukan penggalangan dana bantuan kemanusiaan, serta mengelar
diskusi dan memberikan masukan pengendalian banjir Jakarta yang lebih baik.
Rekomendasi dalam diskusi ini juga
mendapatkan masukan dari pelajar pasca sarjana lainnya dari rumpun ilmu sosial,
sehingga substansi rekomendasi menjadi lebih komprehensif.
Kajian yang dilakukan di Aula
Stichting Generasi Baru (SGB) Utrecht pada awal Februari ini menghasilkan
beberapa rekomendasi.
Diantaranya Pemerintah perlu
mempelajari secara akurat apa saja sesungguhnya masalah yang ada, serta
bagaimana keterkaitan antar masalah tersebut terjadi.
Secara meteorologis, adalah tidak
tepat jika menyatakan banjir Jakarta disebabkan
banjir kiriman dari Bogor.
Berdasarkan data pengamatan curah
hujan selama sepuluh tahun terakhir, saat banjir terjadi di Jakarta, curah
hujan di Bogor selalu jauh lebih rendah daripada di Jakarta. Selain itu,
tidaklah bijak jika menyalahkan banjir di Jakarta diakibatkan perubahan iklim
atau pemanasan global.
Forum diskusi mengurai banjir lebih
sebabkan oleh penurunan permukaan tanah di Jakarta terhadap permukaan laut yang
diperparah oleh pasang air laut (ROB) yang terhambat air mengalir ke laut.
Argumentasi ini didasarkan pada data
pemanasan global hanya berkontribusi terhadap kenaikan air laut sekitar 10 cm
selama lebih dari 30 tahun terakhir. Sedangkan tingkat penurunan tanah di
Jakarta amat masif, mencapai 17 cm/tahun.
Penurunan tanah ini diyakini dipicu
pengambilan air yang tidak terkontrol oleh Mall, Hotel, Apartemen, dan Industri
lainnya.
Sehingga, ada irisan penyebab faktor iklim
namun penyebab utama banjir terletak di dalam Jakarta itu sendiri.
Maka, sebaiknya Pemerintah fokus
memperbaiki masalah di internal, dan bukan melempar masalah ke perubahan iklim,
ujarnya.
Namun forum menyangsikan usulan
pengendalian banjir dengan membuat
terowongan dibawah Jakarta guna mengalirkan banjir ke laut. Ide mengikuti Kuala Lumpur (KL) ini dirasa kurang
tepat karena KL berada pada ketinggian
22 meter diatas permukaan laut (dpl) .
Padahal,Jakarta yang hanya terletak
pada tujuh meter dpl dan sudah setengah
tenggelam. Sehingga, air dalam tunnel di Jakarta akan sulit mengalir secara
otomatis ke laut.
Untuk itu diharapkannya Gubernur atau
Wakilnya perlu melakukan pendekatan kultural dengan Kepala Daerah mitra. Selain
mencari terobosan yang memungkinkan Pemprov Jakarta membantu pelestarian
lingkungan di daerah resapan air yang terletak di luar Jakarta sebagai upaya
pelestarian daerah hulu.
***4***
(T.Z. Gibbons/B/M. Yusuf/M.
Yusuf) 08-02-2013 07:01:02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar