MASYARAKAT INGGRIS GEMARI KAIN TRADISIONAL INDONESIA
London, 6/11 (ANTARA) - Masyarakat Inggris pecinta kain tradisional Indonesia memborong kain tenun dari berbagai daerah hasil karya pengrajin binaan Yayasan Pecinta Budaya Bebali (YPBB) binaan LSM "Theads of Life" di sembilan pulau di Indonesia.
Sebelumnya pendiri yayasan Theads of Life?(Benang kehidupan) William Ingram menyampaikan paparannya mengenai berbagai jenis kain tradisional dan cara menenun serta pewarnaan yang mengunakan bahan dari tumbuh tumbuhan alami dalam pertemuan di Asia House, London, Rabu malam.
Dalam seminar yang bertema "Woven Archipelago: Sustaining Tradisional textile Arts in Contemporary Indonesia" Wiliam yang menggeluti kain tradisional selama 10 tahun di Bali itu menjelaskan arti dan fungsi kain tenun dalam masyarakat tradisional yang mencakup segala kehidupan.
Kain tenunan tradisional Indonesia yang umumnya digunakan untuk berbagai upacara seperti pada perkawinan atau kematian menjadi daya tarik sendiri bagi pecinta kain tradisional tidak saja datang dari Inggris tetapi juga negara di Eropa seperti Swiss dan Bangkok serta Malaysia.
"Kain tradisional diperlukan sebagai perekat antar suku, perekam informasi masa lalu dan bahkan menjadi media komunikasi dengan leluhur," ujarnya.
Dalam paparannya Wiliam menjelaskan kain tenun asal Sulawesi yang umumnya hanya digunakan untuk upacara, begitupun kain tenun di Flores yang kaya dengan warna alam serta dari Timor di pulau Sabu yang digunakan untuk upacara keagamaan.
Dikatakannya budaya itu akan tetap hidup dan berkembang bila kemampuan untuk memproduksi kain tradisional itu terus ada, dengan menggunakan pewarnaan alam dan tenunan tradisional berkualitas tinggi.
Menurut Wiliam, YPBB bertugas melestarikan kain tradisional yang menggunakan pewarna alam untuk dapat dibudidayakan sementara lembaga bisnis Theads of Life mendampingi dan memberikan pelatihan, dan bahkan tempat untuk penenun menjual hasilnya.
"Kami berjalan bersama sama dalam memajukan kain tradisional ini di sembilan pulau diantaranya di Tuban, Bali, Flores, Sumba, Sulawesi dan Kalimantan bekerjasama dengan 36 kelompok," ujarnya menambahkan dibantu 24 orang Indonesia.
Diakuinya YPBB selain melestarikan kain tradisional juga bertugas memberikan informasi kepada publik sehingga karya tenun tradisional mendapat penghargaan sebagai suatu karya seni yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan martabat para penenunnya.
"Ada hal hal yang tidak bisa dihadapi hanya dengan organisasi atau oleh kelompok kelompok pengrajin khusus nya dalam melestarikan linkungan dan membahas pengelolaan hutan adat," ujarnya .
Diakunya Threads of Life akan sulit dipahami tanpa adanya penjelasan untuk itu ia memberikan menjelaskan mengenai kelompok pengrajin yang memproduksi kain tradisional dan dapat memahami pentingnya kain tradisional yang digunakan dalam upacara adat.
Para penggemar kain tradisional Indonesia dan juga para pemilik rumah seni tidak segan segan membeli kain tenun tradisional yang dihargai mulai dari harga 25 pound untuk selendang panjang ukuran kecil sampai pada kain tenunan Sulawesi yang berharga 300 pound.
Sementara itu lesley dan Diccon Pullen yang menjadi sponsor dan Cultural Patronts Asia House mengakui sangat mengkhawatirkan banyak kain kain adat tradisional sudah mulai hilang.
Lesley yang baru menyelesaikan pendidikan Master khusus membahas kain Bebali yang digunakan masyarakat Bali untuk berbagai upacara mengatakan bahwa suatu kehormatan baginya karena bisa menghadirkan William Ingram ke London.
"Seluruh kain yang dipamerkan sangat indah dengan kaya warna dengan menggunakan pewarna alam," ujar Joss Graham pemilik Oriental Textile and Works of Art London.
Begitupun dengan Marie Jenny dari Swiss yang membeli beberapa potong kian tenun yang disertai dengan foto penenunnya.
***2***
T.H-ZG/B/M007
(T.H-ZG/B/M007/M007) 06-11-2008 18:41:49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar