Jumat, 28 November 2008

RESESI TAK SURUTKAN MASYARAKAT INGGRIS BELANJA

RESESI TAK SURUTKAN MASYARAKAT INGGRIS BELANJA

Oleh Zeynita Gibbons

Resesi yang melanda Inggris tidak menyurutkan minat belanja masyarakatnya, apalagi ada iming iming dari berbagai superstore seperti Debenham dan Mark and Spencer yang memberikan potongan sampai 25 persen untuk seluruh barang.

Bahkan toko olahraga JJB yang mempunyai jaringan cukup kuat di seluruh Inggris memberikan potongan harga hingga mencapai 95 persen.

Sedangkan menjelang perayaan Natal, ketika kebutuhan berbelanja masyarakat Inggeris semakin meningkat, para pemilik toko pun mulai menawarkan barang dengan iming-iming potongan harga hingga 20 sampai 50 persen. Atau, ada juga yang menawarkan kepada konsumen, "beli dua dapat tiga".

Ketika Superstore Mark and Spencer, yang menjadi brand khas Inggris, menggelar obral 20 persen untuk semua produknya, antrian panjang pun tak terelakkan.

Melihat kenyataan itu, sepertinya Inggris tidak pernah mengalami resesi.

Padahal Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling pekan silam meluncurkan paket stimulus fiskal senilai 20 miliar pound (30 miliar dolar AS) untuk memerangi resesi yang kian memburuk.

Kepada para pembuat undang-undang, anggota DPR dalam laporan pra-anggarannya, Darling mengakui kini saatnya perlu tindakan untuk mendorong aktivitas ekonomi untuk membantu Inggris keluar secepatnya dari kesulitan.

Dari pengamatan M Murniati, ibu dua anak yang tinggal di Edgware, London, perilaku konsumen Inggris yang terus membeli barang meski resesi menjulang sampai pada tingkat tertentu memang terlihat. Namun secara keseluruhan daya beli menurun.

"Saya masih melihat mereka umumnya menunggu hingga toko memberkan potongan lebih besar lagi," ujar alumni City University tahun 2001 yang mengambil master pada Information Systems & Technology.

Menurut Murniati yang suaminya bekerja di divisi IT perusahaan retail ternama itu, dia harus ikut "turun" membantu konsumen yang berjejal di toko cabang besarnya di kawasan utara London yang buka sampai dengan tengah malam.

"Siapa yang tidak tahan dengan 38 persen diskon untuk semua produk bajunya," ujar Murni.

Dikatakannya ketika memanfaatkan fasilitas tersebut, antrian membayar pada akhir pekan masih saja sama panjangnya dengan setahun lalu, paling tidak perlu 20 menit sebelum tiba di depan kasir.
"Apakah itu disebut dengan Resesi," katanya.

"Saya tidak melewatkan untuk tidak belanja juga," ujar Atu Rosalina Sagita, pemain bulutangkis asal Indonesia yang berdomisili di Colchester bersama sang suami Agung, tenaga ahli IT di salah satu perusahaan di Essex.
Atu Sagita yang bergabung dengan klub bulutangkis di Prancis dan setiap minggu harus bertanding di Paris, menyempatkan belanja di toko M&S yang menawarkan beli dua dapat tiga untuk oleh-oleh rekan-rekannya di Paris.

Joan Slasor yang bekerja di rumah jompo Parsely House mengatakan bahwa ia menyediakan diri satu hari untuk berbelanja hadiah Natal untuk anak anak dan cucu. Begitupun rekannya Keren Day juga tidak melewati untuk belanja kebutuhan Natal yang masih sebulan.

Tawaran Kartu kredit
Selain memberikan potongan harga, perusahaan kartu kredit pun ramai ramai menawarkan kepada masyarakat tanpa embel embel harus mengisi formulir maupun melengkapi persyaratan.

"Seminggu sekali saya masih menerima penawaran kartu kredit bunga nol persen selama tiga bulan untuk penggunaan apapun,"ujar Murni yang meraih Magister Manajemen Komunikasi UI lulus 2000.

Dikatakannya, bila bukan kartu kredit maka penawaran peminjaman antara 10.000 poundsterling sampai dengan 25.000 pounsterling pun berada dalam tumpukan pos.

Menurut alumbi FISIP UNAIR Departemen Komunikasi lulus 1997, tentunya para bank besar ini paham bahwa dirinya adalah ibu rumah tangga tanpa penghasilan.

"Saya tidak tahu apakah mereka memperoleh informasi tentang kredit rating saya sehingga berani menawarkan utang dalam jumlah besar yang bisa dibayar "fleksibel" dalam kurun lima tahun tentu dengan bunga yang semakin tinggi," ujar istri Yusuf.

Murni mengakui betapa mudahnya terjerat utang dengan iming-iming yang terus-menerus mengalir dalam tumpukan pos. "Walau sudah berkurang separuhnya semenjak 'credit crunch' mulai, namun tetap saja menggiurkan tawaran yang diberikan," ujarnya.

Empat tahun lalu dia merespon tawaran sebuah kartu kredit besar dengan mendaftarkan diri dengan dua bukti alamat. Dalam waktu dua minggu kartu kredit dengan limit 400 poundsterling tiba.

"Tidak besar memang tetapi membuktikan betapa mudahnya punya kartu kredit biarpun belum tentu bisa membayarnya," ujarnya.

Yang menarik, katanya, semenjak empat bank Inggris dinasionalisasi pemerintah, penawaran bunga nol persen untuk sembilan bulan mendadak lenyap di pasar.

Namun, nafsu belanja tidak menyurut dan tidak mengherankan superstore Primark yang mempunyai toko dua lantai di Oxford Street, tidak jauh dari KBRI London, menjadi satu-satunya merk dengan tingkat penjualan yang naik 17 persen tahun ini.

Serasa semua orang berduit dilihat dari tentengan keranjang belanjanya yang penuh. Alasan utama membeli memang masih karena murah-meriahnya.

Resesi sudah dikonfirmasi baik oleh pemerintah dan Bank of England. Ini juga topik hangat di kalangan ibu-ibu pada saat antar-jemput anak, ujar Murni.

Sebagian besar mengencangkan ikat pinggang namun beberapa menjalankan strategi "lihat dan tunggu" dengan mengamati dan membandingkan berbagai "penawaran khusus".

Cukup banyak produk berkualitas yang harganya jadi lebih masuk-akal, ujar Murni.

(T.H-ZG/B/s018/s018) 28-11-2008 10:44:42

Tidak ada komentar: