Jumat, 07 Juni 2013

BRUSEL

PARLEMEN EROPA PELAJARI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA INDONESIA

Oleh Zeynita Gibbons

London 7/6 (Antara) - Uni Eropa menilai diskusi mengenai multikulturalisme dan kerukunan umat beragama di Indonesia itu sangat penting khususnya dalam rangka mencari bentuk kebijakan Uni Eropa dalam mengelola sekitar 500 juta penduduk yang semakin majemuk.

Hal itu disampaikan anggota Parlemen Eropa/Wakil Ketua European People's Party (EPP) Dr. Jan Olbriycht, saat membuka sebuah seminar tentang Indonesia bertajuk "Diversity and Multiculturalism: the Indonesian Story" yang diselenggarakan di Parlemen Eropa.

Counsellor KBRI Brusel Riaz J.P. Saehu kepada Antara London, Jumat, mengatakan seminar itu diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI, KBRI Brussel dan EPP, kelompok politik terbesar di Parlemen Eropa yang memiliki 269 anggota atau sepertiga dari seluruh anggota Parlemen Eropa.

Anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Delegasi Asia Tenggara di Parlemen Eropa Dr. Werner Langen menyampaikan arti penting kerjasama dengan Indonesia, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, khususnya di ranah HAM dan demokrasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Bahrul Hayat, Ph.D menyampaikan capaian dan tantangan dalam mengelola masyarakat Indonesia yang majemuk, peran Kementerian agama dan forum kerukunan umat beragama mencegah konflik dan perpecahan, serta upaya menghadapi intoleransi.

Acara yang dihadiri anggota Parlemen Eropa, akademisi, Komisi Eropa, European External Action Service/Kemlu UE tersebut menghadirkan empat pembicara yaitu Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno, Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Atho Mudzhar.

Selain itu, juga hadir Akademisi/mantan Ketua Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang, Prof. Dr. F.X. Eko Armada Riyanto, dan Director of International Institute for Religious Freedom dari Universitas Bonn, Prof. Dr. Thomas Schirrmachher.

Dalam paparannya, Dubes Arif Havas Oegroseno menjelaskan sejarah masuknya berbagai agama sejak 1700 tahun yang lalu, yang pada akhirnya membentuk watak manusia Indonesia yang menghargai perbedaan agama dan budaya.

Berbagai ujian telah dihadapi Indonesia, baik pada saat pembentukan negara kesatuan RI, hingga paska reformasi, namun dengan akar budaya toleransi yang melekat di masyarakat Indonesia, Indonesia tetap mempertahankan masyarakat yang majemuk dan saling menghargai.

Indonesia sangat bangga karena tidak memiliki politisi seperti Geert Wilders dari Belanda, yang menjadikan kebencian terhadap suatu agama sebagai platform politiknya. Indonesia hari ini merupakan suatu bukti bahwa Islam, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat dapat menjadi satu dalam wadah suatu negara.

Hal ini merupakan suatu kondisi khas Indonesia yang dapat dijadikan rujukan Uni Eropa dalam mengelola masyarakat yang semakin majemuk.

Menurut Dubes Arif Havas Oegroseno, tidak ada satupun mitra strategis Uni Eropa (UE) yang merupakan muslim democracy, dan tidak ada pula satu pun mitra strategis UE di kawasan Asia Timur dapat menjadi mitra untuk berbagi pengalaman dalam hal diskursus lintas agama dan budaya serta deradikalisasi.

Prof. Dr. M. Atho Mudzhar menggarisbawahi bahwa masuk dan berkembangnya berbagai ajaran agama di Indonesia adalah dengan cara damai, dan masyarakat Indonesia menerima kedatangan agama-agama tersebut dengan terbuka.

Hal ini menunjukkan budaya menghargai perbedaan, memang telah ada dalam diri masyarakat Indonesia sejak dulu.

Ia menggarisbawahi peran aktif yang dimainkan oleh pemerintah dan komunitas agama di Indonesia dalam melestarikan nilai saling menghormati dan menjaga kerukunan hidup di tengah kemajemukan.

Sementara itu, Prof. Dr. F.X. E. Armada Riyanto menyampaikan pengalamannya dalam hal berinteraksi dengan komunitas Muslim di Indonesia, ketika diminta memberikan kritikan membangun dalam forum diskusi diadakan ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) di Malang.

Menurutnya, kesediaan NU untuk menerima kritik membangun dari umat non muslim merupakan refleksi sikap rendah hati yang ditunjukan masyarakat Muslim di Indonesia.

Prof. Dr. Thomas Schirrmacher memaparkan Uni Eropa harus belajar mengelola keberagaman agama dan budaya dari Indonesia. Ia memuji strategi yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mencegah penyebaran radikalisme, yakni dengan menggunakan pendekatan teologi.

Dalam kaitan ini, Dr. Schirrmacher mengungkapkan hasil penelitiannya demokrasi dan Islam bisa tumbuh dan berkembang jika menggunakan pendekatan teologi. Namun demikian, disadari bahwa menggunakan pendekatan teologi dalam diskursus lintas agama di Uni Eropa merupakan hal yang tidak mudah.

Prof. Schirrmacher memberikan penilaian terhadap laporan-laporan tentang beberapa kejadian intoleransi di Indonesia. Menurutnya, ini merupakan hal yang luar biasa, karena Indonesia adalah satu dari sedikit negara di dunia yang mencatat secara detil dan melaporkannya ke publik.

Ini menunjukkan demokrasi dan kedewasaan politik. Selanjutnya ditambahkan bahwa tidak semua negara di UE memiliki kebijakan seperti di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa laporan-laporan yang ada tentang kasus-kasus di Indonesia tersebut pada dasarnya hanya salinan dari laporan-laporan yang telah disusun sendiri di Indonesia baik oleh LSM yang berbasiskan Islam dan non-Islam, dan pemerintah.

Dalam pembicaraan dengan Prof. Schirrmacher, Dubes Arif Havas Oegroseno memiliki pandangan yang sama, antara lain terbukti dari banyaknya laporan Human Rights Watch tentang Indonesia yang hanya bersumber dari kliping media masa.

Selain itu, keterbukaan dan demokrasi di Indonesia telah memungkinkan suatu organisasi seperti Human Rights Watch meluncurkan laporan pelanggaran HAM yang jauh lebih banyak dari jumlah pelanggaran HAM di Korea Utara.

Dalam sambutan penutup, Dr. Elmar Brok, anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Komite Luar Negeri Parlemen Eropa menyampaikan Indonesia merupakan bukti nyata Islam dan demokrasi dapat tumbuh bersama.
Untuk itu, Uni Eropa perlu meningkatkan kerja sama dengan Indonesia. Menurutnya, kerukunan hidup di Indonesia merupakan suatu pencapaian yang luar biasa, dan Pancasila memiliki peran penting dalam mempersatukan Indonesia. ***4***

(T.H-ZG/B/Farochah/Farochah) 07-06-2013 11:29:21

Tidak ada komentar: