PARLEMEN
EROPA PELAJARI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA INDONESIA
Oleh
Zeynita Gibbons
London 7/6 (Antara) - Uni Eropa menilai diskusi mengenai
multikulturalisme dan kerukunan umat beragama di Indonesia itu sangat
penting khususnya dalam rangka mencari bentuk kebijakan Uni Eropa
dalam mengelola sekitar 500 juta penduduk yang semakin majemuk.
Hal itu disampaikan anggota Parlemen Eropa/Wakil Ketua
European People's Party (EPP) Dr. Jan Olbriycht, saat membuka sebuah
seminar tentang Indonesia bertajuk "Diversity and
Multiculturalism: the Indonesian Story" yang diselenggarakan di
Parlemen Eropa.
Counsellor KBRI Brusel Riaz J.P. Saehu kepada Antara
London, Jumat, mengatakan seminar itu diselenggarakan oleh
Kementerian Agama RI, KBRI Brussel dan EPP, kelompok politik
terbesar di Parlemen Eropa yang memiliki 269 anggota atau sepertiga
dari seluruh anggota Parlemen Eropa.
Anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Delegasi Asia
Tenggara di Parlemen Eropa Dr. Werner Langen menyampaikan arti
penting kerjasama dengan Indonesia, sebagai negara terbesar di Asia
Tenggara, khususnya di ranah HAM dan demokrasi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Bahrul Hayat,
Ph.D menyampaikan capaian dan tantangan dalam mengelola masyarakat
Indonesia yang majemuk, peran Kementerian agama dan forum kerukunan
umat beragama mencegah konflik dan perpecahan, serta upaya
menghadapi intoleransi.
Acara yang dihadiri anggota Parlemen Eropa, akademisi,
Komisi Eropa, European External Action Service/Kemlu UE tersebut
menghadirkan empat pembicara yaitu Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg
dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno, Akademisi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta/mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Prof. Dr. Atho Mudzhar.
Selain itu, juga hadir Akademisi/mantan Ketua Sekolah
Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang, Prof. Dr.
F.X. Eko Armada Riyanto, dan Director of International Institute for
Religious Freedom dari Universitas Bonn, Prof. Dr. Thomas
Schirrmachher.
Dalam paparannya, Dubes Arif Havas Oegroseno menjelaskan
sejarah masuknya berbagai agama sejak 1700 tahun yang lalu, yang pada
akhirnya membentuk watak manusia Indonesia yang menghargai perbedaan
agama dan budaya.
Berbagai ujian telah dihadapi Indonesia, baik pada saat
pembentukan negara kesatuan RI, hingga paska reformasi, namun dengan
akar budaya toleransi yang melekat di masyarakat Indonesia, Indonesia
tetap mempertahankan masyarakat yang majemuk dan saling menghargai.
Indonesia sangat bangga karena tidak memiliki politisi
seperti Geert Wilders dari Belanda, yang menjadikan kebencian
terhadap suatu agama sebagai platform politiknya. Indonesia hari ini
merupakan suatu bukti bahwa Islam, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi
yang pesat dapat menjadi satu dalam wadah suatu negara.
Hal ini merupakan suatu kondisi khas Indonesia yang
dapat dijadikan rujukan Uni Eropa dalam mengelola masyarakat yang
semakin majemuk.
Menurut Dubes Arif Havas Oegroseno, tidak ada satupun
mitra strategis Uni Eropa (UE) yang merupakan muslim democracy, dan
tidak ada pula satu pun mitra strategis UE di kawasan Asia Timur
dapat menjadi mitra untuk berbagi pengalaman dalam hal diskursus
lintas agama dan budaya serta deradikalisasi.
Prof. Dr. M. Atho Mudzhar menggarisbawahi bahwa masuk
dan berkembangnya berbagai ajaran agama di Indonesia adalah dengan
cara damai, dan masyarakat Indonesia menerima kedatangan agama-agama
tersebut dengan terbuka.
Hal ini menunjukkan budaya menghargai perbedaan, memang
telah ada dalam diri masyarakat Indonesia sejak dulu.
Ia menggarisbawahi peran aktif yang dimainkan oleh
pemerintah dan komunitas agama di Indonesia dalam melestarikan nilai
saling menghormati dan menjaga kerukunan hidup di tengah kemajemukan.
Sementara itu, Prof. Dr. F.X. E. Armada Riyanto
menyampaikan pengalamannya dalam hal berinteraksi dengan komunitas
Muslim di Indonesia, ketika diminta memberikan kritikan membangun
dalam forum diskusi diadakan ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu
Nahdlatul Ulama (NU) di Malang.
Menurutnya, kesediaan NU untuk menerima kritik membangun
dari umat non muslim merupakan refleksi sikap rendah hati yang
ditunjukan masyarakat Muslim di Indonesia.
Prof. Dr. Thomas Schirrmacher memaparkan Uni Eropa
harus belajar mengelola keberagaman agama dan budaya dari Indonesia.
Ia memuji strategi yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mencegah
penyebaran radikalisme, yakni dengan menggunakan pendekatan teologi.
Dalam kaitan ini, Dr. Schirrmacher mengungkapkan hasil
penelitiannya demokrasi dan Islam bisa tumbuh dan berkembang jika
menggunakan pendekatan teologi. Namun demikian, disadari bahwa
menggunakan pendekatan teologi dalam diskursus lintas agama di Uni
Eropa merupakan hal yang tidak mudah.
Prof. Schirrmacher memberikan penilaian terhadap
laporan-laporan tentang beberapa kejadian intoleransi di Indonesia.
Menurutnya, ini merupakan hal yang luar biasa, karena Indonesia
adalah satu dari sedikit negara di dunia yang mencatat secara detil
dan melaporkannya ke publik.
Ini menunjukkan demokrasi dan kedewasaan politik.
Selanjutnya ditambahkan bahwa tidak semua negara di UE memiliki
kebijakan seperti di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa laporan-laporan yang ada
tentang kasus-kasus di Indonesia tersebut pada dasarnya hanya salinan
dari laporan-laporan yang telah disusun sendiri di Indonesia baik
oleh LSM yang berbasiskan Islam dan non-Islam, dan pemerintah.
Dalam pembicaraan dengan Prof. Schirrmacher, Dubes Arif
Havas Oegroseno memiliki pandangan yang sama, antara lain terbukti
dari banyaknya laporan Human Rights Watch tentang Indonesia yang
hanya bersumber dari kliping media masa.
Selain itu, keterbukaan dan demokrasi di Indonesia telah
memungkinkan suatu organisasi seperti Human Rights Watch meluncurkan
laporan pelanggaran HAM yang jauh lebih banyak dari jumlah
pelanggaran HAM di Korea Utara.
Dalam sambutan penutup, Dr. Elmar Brok, anggota Parlemen
Eropa yang juga Ketua Komite Luar Negeri Parlemen Eropa menyampaikan
Indonesia merupakan bukti nyata Islam dan demokrasi dapat tumbuh
bersama.
Untuk
itu, Uni Eropa perlu meningkatkan kerja sama dengan Indonesia.
Menurutnya, kerukunan hidup di Indonesia merupakan suatu pencapaian
yang luar biasa, dan Pancasila memiliki peran penting dalam
mempersatukan Indonesia. ***4***
(T.H-ZG/B/Farochah/Farochah)
07-06-2013 11:29:21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar