INDONESIA
BERKONTRIBUSI BAGI PENYELESIAN GLOBAL
London, 23/6
(Antara) - Keberhasilan Indonesia menyelesaikan konflik dalam negeri
memberikan kontribusi lebih besar kepada penyelesaian di kawasan
maupun global.
Anggota Dewan
Pertimbangan Presiden Urusan Hubungan Luar Negeri Dr. Hassan Wirajuda
mengatakan itu pada diskusi panel "Indonesia's and Switzerland's
Experiences in Resolving Conflicts" yang diadakan di Bern,
Swiss.
Fungsi Politik
KBRI Bern, Renata Siagian kepada ANTARA London, Minggu mengatakan
dalam diskusi panel, mantan Menlu RI berbagi pengalaman Indonesia
dalam menyelesaikan konflik di Aceh.
"Sistem
pemerintahan yang demokratislah yang memungkinkan terciptanya dialog
antar pihak yang berkonflik untuk mencapai suatu penyelesaian
bersama. Disampaikan lebih jauh bahwa Indonesia kini dengan status
full-fledged democracy dan Prinsip dasar demokrasi bukan monopoli
negara demokrasi.
Forum yang
terselenggara Departemen Luar Negeri Swiss bekerja sama dan KBRI
Bern selain Dr. Hassan Wirajuda dan Duta Besar Georges Martin, Deputy
State Secretary Konfederasi Swiss sebagai pembicara dan dimoderatori
Prof. Laurent Goetschel dari Swisspeace, 'think tank' yang berfokus
pada isu-isu untuk membentuk perdamaian dunia.
Menanggapi
presentasi tersebut, Dubes Georges Martin mengatakan pihaknya
mengakui penyelesaian Aceh merupakan lambang keberhasilan Indonesia
dalam menyelesaikan konflik dan membuktikan pentingnya dialog dalam
kerangka sistem demokrasi untuk mencapai kesepakatan bersama.
Pihaknya
menilai dengan terbenahinya kondisi dalam negeri Indonesia yang
selama ini menyerap waktu dan enerji Pemerintah Indonesia, akan
terbuka kesempatan lebih besar bagi Indonesia untuk memberikan
kontribusi lebih aktif dalam penyelesaian konflik di berbagai belahan
dunia guna menciptakan dunia yang lebih damai.
Selain bekerja
sama dengan Deplu Swiss, KBRI Bern bekerja sama dengan tiga think
tank Swiss di bidang politik luar negeri dan demokrasi
menyelenggarakan pula diskusi panel dengan tema "Democracy
promotion: Lessons from Different Regions of the World - Asia,
Europe, Africa (20/06).
Panel terdiri dari
Dr. Hassan Wirajuda yang mempresentasikan diplomasi Indonesia untuk
mempromosikan demokrasi di kawasan Asia Tenggara, Asia-Pasifik dan
kawasan lainnya.
Sementara Prof.
Sandra Lavenex dari Universitas Luzern dan Pusat Riset Nasional untuk
Demokrasi Swiss (NCCR) membahas mengenai promosi demokrasi yang
dilakukan Uni Eropa di negara-negara tetangganya.
Sedangkan
Fernando Mendez, periset senior pada Pusat Demokrasi Aarau(ZDA),
think tank yang dibentuk NCCR memaparkan keterlibatan lembaganya
dalam berbagai proses demokratisasi di beberapa negara-negara Afrika.
Diskusi yang
dimoderatori Haig Simonian, mantan jurnalis pada the Economist dan
Financial Times tersebut berlangsung menarik, dengan berbagai
pertanyaan seputar kapan sebetulnya kebutuhan demokrasi tersebut
dirasakan oleh masyarakat negara.
Selain itu juga
dipertanyakan apakah jika terjadi kekacauan ekonomi atau dapat pula
pada masa kestabilan politik dan ekonomi? bilamanakah suatu negara
dianggap ¿berhak¿ untuk mempromosikan nilai-nilai yang dimilikinya
kepada negara lain? dan bagaimana cara yang paling tepat untuk
mempromosikannya?
Lebih lanjut Dr.
Wirajuda mengatakan demokrasi merupakan dasar bagi kesinambungan
sistem politik suatu negara yang pada akhirnya dapat mendorong
pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan pengalaman Indonesia dan
beberapa negara di Asia Timur, tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi kerap dijadikan sebagai alasan untuk mempertahankan
pemerintahan otoriter. Namun tanpa demokrasi, akan sangat sulit bagi
rejim otoriter untuk mempertahankan legitimasi rejim pemerintahannya
ketika timbul krisis.
Dalam kaitan
dengan promosi nilai-nilai demokrasi ditegaskan oleh Dr. Wirajuda
bahwa setiap masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu yang merupakan
dasar dari demokrasi, seperti dialog guna mencapai kesepakatan
bersama. Karena itu Indonesia melalui Bali Democracy Forum mencoba
memberikan tempat bagi negara bangsa untuk saling mempelajari dan
memperkaya nilai-nilai dasar yang tertanam di masyarakatnya
masing-masing yang merupakan bibit demokrasi.
Ini jauh
berbeda dari pendekatan negara-negara demokrasi dewasa yang cenderung
untuk memaksakan nilainya kepada negara lain. Pendekatan yang tidak
memihak dan tidak bersifat menggurui ini telah menumbuhkan keinginan
dari negara-negara non-demokrasi untuk turut mengambil bagian dalam
forum ini.
Kunjungan Dr.
Hassan Wirajuda ke Konfederasi Swiss merupakan bagian dari lawatan ke
beberapa negara Eropa. Kedua program diskusi tersebut merupakan upaya
KBRI Bern untuk memperdalam pengenalan mengenai Indonesia kepada
masyarakat Swiss, sebagai investasi politik jangka panjang.
Beberapa
peserta bahkan menyatakan ketertarikannya untuk mempelajari dan
mengikuti dari dekat perkembangan Bali Democracy Forum diharapkannya
kunjungan dan program ini diharapkan pula dapat tercipta kerja sama
yang lebih erat antara Swiss dan Indonesia di bidang pemajuan
demokrasi.***1***
(ZSG)
(T.H-ZG/B/E.S.
Syafei/E.S. Syafei) 23-06-2013 10:16:27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar