INDONESIA IKUT KENDALIKAN PERUBAHAN IKLIM
Oleh Zeynita Gibbons
London, 8/6 (Antara) - Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman Eddy
Pratomo mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang telah melakukan
berbagai upaya untuk ikut berkontribusi dalam pengendalian perubahan
iklim.
Hal itu disampaikan oleh Dr. Eddy Pratomo, Ketua
Delegasi RI pada Konferensi Perubahan Iklim PBB yang digelar di Bonn,
Jerman, 3--14 Juni mendatang.
Counsellor Pensosbud KBRI
Berlin Ayodhia Kalake kepada Antara London, Sabtu, menambahkan
keterangan bahwa pada pertemuan Bonn itu negara-negara pihak
penandatangan Konvensi PBB membahas kerangka hukum baru untuk
pengendalian perubahan iklim yang akan diadopsi pada tahun 2015 dan
dilaksanakan mulai 2020.
Dalam rangkaian perundingan
perubahan iklim di UNFCCC, Delegasi RI menjelaskan berbagai upaya yang
dilakukan Indonesia sebagai negara berkembang untuk ikut berkontribusi
dalam pengendalian perubahan iklim.
Indonesia mengakui
berbagai upaya tersebut bukan hal yang mudah, baik secara politik karena
keterbatasan anggaran mapun kapasitas. Namun, Indonesia menegaskan
komitmen nasional kuat dan hal tersebut perlu diakui dan mendapatkan
dukungan internasional dalam bentuk pendanaan dan teknologi, ujarnya.
Selain Konvensi PBB, kata dia, pengendalian perubahan iklim global
mengandalkan Protocol Kyoto yang mewajibkan negara-negara industri maju
untuk mengurangi emisinya.
Negara-negara pihak
penandatangan Konvensi PBB, lanjut dia, membahas meningkatkan aksi
pengurangan emisi (mitigasi) dan adaptasi terhadap dampak buruk
perubahan iklim serta penyediaan pendanaan dan teknologi untuk negara
berkembang dalam kurun waktu 2013--2020.
Hal itu, guna
menutupi kesenjangan ambisi peningkatan aksi yang mengancam tidak
tercapainya tujuan bersama, yaitu mencegah kenaikan suhu rata-rata dunia
di bawah 2 derajat Celsius hingga 2020.
Terkait dengan
kedua isu tersebut, Indonesia menekankan upaya peningkatan ambisi di
berbagai bidang guna mengendalikan perubahan iklim sebelum dan sesudah
2020 merupakan suatu kontinum karena apa yang dicapai periode sebelum
2020 akan sangat berpengaruh terhadap kondisi setelah 2020.
Berbagai laporan ilmiah menyebutkan sangat mungkin mencegah atau
setidaknya meminimalisasi terjadinya peningkatan pemanasan global dengan
meningkatkan aksi pengurangan emisi di berbagai bidang, termasuk
efisiensi energi, perhubungan, pembangkitan listrik, dan pertanian.
Lebih lanjut Dubes Dr. Eddy Pratomo mengatakan kembali bahwa Indonesia
minta laporan tersebut agar dapat memerinci negara mana perlu melakukan
aksi apa dengan mempertimbangkan bahwa tanggung jawab antara negara maju
dan negara berkembang berbeda.
Indonesia, kata Dubes,
selalu menekankan negara industri maju perlu berperan lebih banyak.
Indonesia harus meningkatkan ambisinya dan melakukan aksi nyata dan
segera.
Dalam rangkaian perundingan perubahan iklim di
UNFCCC, Delegasi RI menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan
Indonesia sebagai negara berkembang untuk ikut berkontribusi terhadap
upaya pengendalian perubahan iklim, mulai dari penetapan target dan
penyusunan rencana aksi nasional untuk pengurangan emisi, mengembangkan
strategi dan program adaptasi, hingga implementasi yang melibatkan
pemerintah nasional, pemerintah daerah, sektor swasta, dan komponen
masyarakat.
Selain membahas kerangka hukum dan kerja
untuk pengendalian perubahan iklim periode sebelum dan sesudah 2020,
kata dia, konferensi PBB di Bonn kali ini mencakup persidangan untuk dua
badan subsidernya, yaitu Badan Subsider untuk Implementasi (SBI) dan
Badan Subsider untuk Rekomendasi Ilmiah dan Teknis (SBSTA).
Hasil dari pertemuan di Bonn diharapkan akan memberikan dasar yang kuat
dalam pertemuan berikutnya yang merupakan forum pengambilan keputusan
tertinggi UNFCCC, yaitu Konferensi Para Pihak UNFCCC/Kyoto Protocol
Ke-19 (COP19/CMP9) di Warsawa, Polandia, pada tanggal 11--22 November
yang akan datang.
***1***
D.Dj. Kliwantoro
(T.H-ZG/B/D. Kliwantoro/D. Kliwantoro) 08-06-2013 07:38:59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar