Jumat, 14 Juni 2013

PERANCIS



ARSITEK: PENATAAN KAWASAN KUMUH PERLU INTUISI

Oleh Zeynita Gibbons

London, 11/6 (Antara) - Arsitek terkemuka Ridwan Kamil mengatakan, dalam mengatasi persoalan penataan kawasan perkampungan kumuh, selain memperhatikan faktor kebijakan seorang pemimpin, juga perlu menggunakan intuisi ketika mengambil tindakan.

Hal tersebut diungkapkan arsitek yang karya-karyanya tersebar di dunia dalam bincang-bincang interaktif "Dinner Talk" secara online yang digelar oleh Pusat Kajian PPI Prancis.

Ketua Pusat Kajian PPI Prancis Hari Solagratia Sinuhaji kepada Antara London, Selasa, mengatakan bahwa diskusi bulanan ini mengangkat topik "Solusi Kreatif dan Inovatif Perencanaan Kota Modern untuk Mengatasi Permasalahan Permukiman Kumuh di Wilayah Perkotaan".

Selain Ridwan Kamil yang berada di Bandung, hadir Toha Saleh kandidat doktor Urban System Engineering yang berada di kota Compiegne, Prancis.

Acara berdurasi dua jam yang berjalan hangat ini dipandu Dewa Frendika kandidat master manajemen pembangunan kota Universite de Bretagne Occidentale, Brest, Prancis.

Toha Soleh menjelaskan bahwa kehadiran permukiman kumuh menjadi masalah klasik kota-kota besar yang harus diselesaikan, bukan hanya oleh Pemerintah, melainkan juga dari masyarakat itu sendiri.

Selain faktor perpindahan masyarakat dari desa ke kota, kata dia, juga karena terjadi pemusatan ekonomi di kota menjadi pemicu besar terjadinya urbanisasi sehingga menjadikan kota bak gula-gula ekonomi yang menawarkan kehidupan yang lebih baik.

Sementara itu, Ridwan Kamil mengatakan bahwa permasalahan tumbuhnya permukiman kumuh juga disebabkan oleh ketidakmampuan Pemerintah untuk mengatur dan menyediakan perumahan bagi masyarakat miskin. Akibatnya, pasokan penyediaan perumahan didominasi oleh swasta dengan harga yang relatif tinggi.

"India, Bangladesh, dan Indonesia tercatat sebagai tiga negara yang memiliki kawasan permukiman terkumuh terbesar di Asia. Di Indonesia, fenomena urbanisasi semakin menjadi-jadi sejak awal 2000-an," kata Toha.

Ia lantas memaparkan sejumlah permasalahan inti yang terjadi di daerah kumuh, antara lain, banjir, tidak ada ruang bermain (public space), serta pembuangan sampah sembarangan, terutama di sungai, contohnya dibisa dilihat di Waduk Pluit (Jakarta) dan Dayeuh Kolot (Bandung).

Dosen Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Indonesia itu mengatakan bahwa solusi yang selama ini sering kali ditawarkan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh adalah membangun dan memindahkannya ke rumah susun.

"Namun, relokasi ini menimbulkan permasalahan juga seperti transportasi terkait dengan jarak rumah susun yang jauh dari pusat ekonomi (tempat bekerja), edukasi (sekolah), keengganan warga untuk berpindah karena faktor kenyamanan, hingga premanisme," katanya.

Senada dengan Toha, Ridwan Kamil menegaskan bahwa solusi penataan permukiman kumuh harus dilakukan secara bertahap. Solusi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan konsep membangun tanpa menggusur.

"Konsep ini mengedepankan solusi perbaikan lingkungan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan sosial-budaya masyarakat," kata Dosen Arsitektur ITB ini.

Hal-hal konkret yang dapat dilakukan, menurut dia, yakni penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang kreatif, membangun sumur resapan untuk meminimalisasi dampak banjir, serta penyediaan fasilitas pelayanan publik.

Untuk jangka panjang, dengan melakukan transformasi kepadatan dan desain bangunan, kata urban planner jebolan California University, USA.

Menurut Toha, penyelesaian permukiman kumuh membutuhkan kerja sama yang baik antarpihak. Selain upaya perbaikan, upaya untuk mencegah tumbuhnya permukiman-permukiman kumuh juga perlu menjadi bahan pertimbangan utama.
Solusi yang muncul adalah menghambat laju urbanisasi melalui pemerataan pembangunan dan penegakan aturan hukum yang tegas bagi masyarakat yang melanggar aturan rencana tata ruang.

Di akhir "Dinner Talk", Ridwan Kamil menekankan bahwa menata katong-kantong perumahan kumuh itu memerlukan sinergi semua pihak.

"Masyarakat didorong untuk kreatif, berdaya, dan mandiri secara ekonomi," ujar arsitek yang karya-karyanya tersebar di dunia, seperti Museum Tsunami di Aceh, sekolah antigempa di Pangalengan Bandung, kawasan elite di Kuningan Jakarta, superblok di Cina, rancangan kawasan di Syria, rancangan Masjid Al-Irsyad yang mendapat Top 5 Best Building of The Year 2010 oleh ArchDaily dan menjadi satu dari 25 masjid terindah di dunia versi Complex Magazine.

***4***
D.Dj. Kliwantoro
(T.H-ZG/B/D. Kliwantoro/D. Kliwantoro) 11-06-2013 10:33:28

Tidak ada komentar: