DI LONDON, ANAK
INDONESIA BELAJAR PERMAINAN TRADISIONAL
Oleh Zenita Gibbon
London, 24/6
(ANTARA) - Lebih dari dua puluh anak-anak dan remaja Indonesia
diajak bermain permainan tradisional, yang biasa ditemui dan
dimainkan anak-anak di tanah air, mengambil tempat di taman depan
gedung KBRI London, akhir pekan.
Koordinator
kegiatan Fitri Yantin kepada ANTARA London, Senin mengatakan
anak-anak warga Indonesia yang tinggal di London dan sekitarnya
diajak untuk mengenal permainan tradisional di tanah air.
Biasanya anak
anak berceloteh satu sama lain dengan menggunakan bahasa Inggris
sambil menenteng smartphone atau tablet, perangkat komunikasi modern,
kali ini diajak bermain.
Mereka
berdiri saling membelakangi dan mengangkat kaki yang ditumpukan satu
sama lain sambil mencoba berlompatan dan bertepuk tangan. Mereka
sedang mencoba bermain dingklik oglak-aglik, permainan anak-anak yang
populer di desa-desa Indonesia.
Namun, tidak
sampai dua tiga kali loncatan kaitan antar kaki itu sudah terlepas
dan lingkaran kecil itu sudah berantakan. Anak-anak itu pun terduduk
sambil tertawa riang.
Selain
dingklik oglak-aglik, ada juga permainan dampu, gobak sodor, dampar
serta congklak. Kepada anak Indonesia juga disampaikan ke peserta
melalui quiz menarik yang dipandu seorang mentor, Retno Daru, pelajar
di Brunel University.
Kegiatan
dibuka Atase Pendidikan KBRI London Prof. Fauzi Soelaiman dengan
mengajak putera-puteri warga Indonesia di London dan sekitarnya untuk
mengenal budaya Indonesia.
Menurut Fitri
Yantin, koordinator kegiatan yang sedang menyelesaikan sekolahnya di
University of Roehampton, kegiatan diadakan untuk memperkenalkan
ragam budaya Indonesia melalui berbagai jenis permainan tradisional
tanah air kepada putera-puteri Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Dunia anak
adalah dunia bermain, begitu juga remaja mereka tidak suka akan hal-
hal yang terlalu serius, karenanya pengenalan ragam budaya juga
disesuaikan dengan hal-hal yang disukai oleh anak.
Di negara
dengan empat musim seperti di Inggris, permainan anak-anak yang
sifatnya kolektif cenderung sulit ditemukan karena faktor cuaca.
Walapun saat
ini sudah memasuki summer (musim panas), matahari masih sulit
ditemukan.
Kegiatan ini
yang sedianya dilakukan di Grosvenor Square Garden taman di depan
KBRI terpaksa dipindahkan di dalam gedung KBRI karena tiba-tiba turun
hujan disertai dengan angin kencang.
Anak-anak dan
remaja nampak antusias dengan berbagai jenis permaianan tradisioanl
itu, yang selama ini menghabiskan waktu dengan permainan elektronik
dan virtual atau cenderung menyukai olahraga yang populer di Inggris
seperti sepakbola, rugby dan cricket.
Memang tidak
mudah bagi anak-anak Indonesia di London untuk memainkan
permainan-permainan tersebut, seperti disampaikan Al Khanif,
fasilitator utama permainan yang juga mahasiswa PhD di SOAS,
University of London.
Dalam
permainan gobak sodor misalnya, permainan cukup dilakukan dengan
menahan pergerakan anak lainnya, tetapi sebagian anak menggunakan
cara sliding seperti di sepak bola untuk melakukan tackle.
Untuk
menambah semarak dan kebersamaan peserta juga diajak memainkan
tongkat terbang dan ular naga bersama mentor-mentor yang lain, Rika
Reviza dan Maria Rosa, yang keduanya tengah melanjutkan studi di
University of Greenwich.
Pada bagian
akhir acara peserta di minta menyampaikan pandangannya mengenai
makna dari setiap permainan tersebut.
Para peserta pun
diajak menyanyikan lagu nasional yang berjudul Tanah Air yang
diharapkan dapat menambah rasa cinta dan bangga sebagai anak
Indonesia walau berada jauh di belahan benua lain.
Defvany
Aprilia, mahasiswi di University of Westminster yang menjadi mentor
mengakui antusisme anak-anak dan remaja mengikuti acara menunjukkan
antusismenya yang tinggi, bahkan terasa berlebih sehingga seringkali
Defvany pun kewalahan untuk mengatur para peserta.
Tak jarang,
mentor harus mengalah pada keinginan anak untuk bermain dengan
caranya walaupun berbeda dengan tata cara permainan yang sebenarnya.
Bagi KBRI,
kesempurnaan memainkan permainan bukanlah tujuan utama. Prof. Fauzi
Soelaiman, Atase Pendidikan yang menggagas kegiatan ini, berharap
agar anak Indonesia memiliki memori di dalam masa kecilnya mengenai
akar budaya Indonesia.
Dikatakannya
memori ini penting bagi mereka yang tinggal dan besar di luar negeri
untuk membangun ikatan dengan identitas keIndonesiaan.
Dubes RI di
London, T. M. Hamzah Thayeb, mendukung kegiatan dan mendorong agar
kegiatan serupa dapat dilanjutkan dengan kegiatan yang bervariasi
seperti mengenal pencak silat, melatih kemampuan berbahasa serta
mengingat kembali sejarah Indonesia.***4***
(ZG)
(T.H-ZG/B/E.S.
Syafei/E.S. Syafei) 24-06-2013 09:36:21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar