RI siap bekerjasama dengan UK dibawah PM Boris
News ID: 367156
London (ANTARA) - Duta Besar Indonesia untuk Inggris Dr. Rizal Sukma merasa yakin hubungan Indonesia-UK akan terus berjalan dengan baik dengan terpilihnya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara, yang diumumkan sebagai ketua partai konservatif yang baru dari hasil pemilihan yang dilakukan seluruh anggota partai.
“Saya yakin hubungan Indonesia-UK akan terus berjalan dengan baik,” ujar Dubes Rizal Sukma kepada Antara London, Senin, sehubungan dengan dilantiknya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara oleh Ratu Elizabeth II, Rabu lalu (24/7).
Dubes Rizal Sukma mengatakan Indonesia siap bekerjasama dengan UK dibawah PM Boris Johnson dan Indonesia berharap untuk melanjutkan hubungan yang hangat dan konstruktif dengan UK di masa depan. Apalagi hubungan bilateral Indonesia dan UK memasuki usia 70 tahun, demikian Dubes Rizal Sukma yang memperoleh gelar PhD dari London School of Economic (LSE) pada 1997.
Mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pun menyampaikan ucapan selamat kepada Boris Johnson sebagai Perdana Menteri UK yang baru dan akan menempati 10 Downing Street yang menjadi kediaman resmi Prime Minister yang baru.
“Saya menyampaikan selamat atas pengangkatan Boris Johnson MP sebagai Perdana Menteri Inggris yang baru,” ujar Dubes Rizal Sukma.
Indonesia siap bekerja sama erat dengan Inggris dibawah kepemimpinan PM Boris Johnson di bidang kerja sama prioritas seperti perdagangan dan investasi, pendidikan, maritim. Selain penanganan isu perubahan iklim dalam kerangka PBB untuk menjamin perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Sementara itu pengamat politik Dono Widiatmoko, kepada Antara London mengatakan terpilihnya Boris sebagai Perdana Menteri Inggris adalah momentum yang tepat untuk membuktikan bahwa pilihan politiknya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa adalah pilihan yang terbaik bagi rakyat Inggris.
“Boris adalah salah satu tokoh penting yang mendorong Inggris untuk keluar dari Uni Eropa,” ujar Dono Widiatmoko, dosen senior dari University of Derby .
Menurut Dono, hal menarik melihat arah kebijakan luar negeri Inggris di bawah Boris Johnson. Di Timur Tengah, tensi hubungan Inggris dengan Iran sedang meningkat pesat sehubungan dengan insiden kapal tangker Inggris yang disandera pemerintah Iran, selain adanya pemenjaraan seorang warga negara Inggris di Iran dengan sangkaan melakukan spionase.
Sebaliknya, hubungan dengan Amerika Serikat diperkirakan membaik mengingat hangatnya sambutan presiden Donald Trump dengan terpilihnya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris. Perlu diingat, belum lama lalu terjadi kasus bocornya informasi kawat dari Dubes Inggris di Amerika Serikat yang isinya menjelekan pemerintahan inti Donald Trump di Washington. Pemberitaan dan respons negatif dari Donald Trump berujung pada mundurnya Dubes Inggris, Sir Nigel Kim Darroch.
Selepas resmi diangkat sebagai Perdana Menteri, Boris Johnson segera mengangkat para pembantunya, yang merupakan gabungan antara wajah lama dan wajah baru di kabinet.
Menurut Dono yang lama menetap di kota Manchester itu, Boris Johnson sangat jelas menentukan prioritas utama kabinetnya. Boris menyiapkan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober mendatang sesuai mandat hasil referendum. Tugas ini sangat berat mengingat selama tiga tahun terakhir sejak referendum yang dilaksanakan tahun 2016, Theresa May sebagai PM tidak mampu menyiapkan Inggris keluar dari Uni Eropa dalam waktu dua tahun sesuai dengan konstitusi yang ada. Akhirnya, Theresa May pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan partai konservatif dan sekaligus Perdana Menteri karena menganggap dirinya gagal untuk menyiapkan jalan pelaksanaan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa.
Di dalam negeri, berbagai masalah perlu segera ditangani oleh Boris. Beberapa hari setelah diangkat sebagai PM Boris mengeluarkan kebijakan penambahan 20,000 polisi baru dalam waktu tiga tahun. Ia juga mengumumkan bahwa pemerintah Inggris akan mengevaluasi kebijakan keimigrasian dengan memperkenalkan sistem imigrasi berbasis poin dengan mencontoh sistim imigrasi Australia. Dalam kunjungan kerjanya ke bagian utara Inggris dan Skotlandia, Boris mengumumkan beberapa proyek penting untuk meningkatkan perekonomian Inggris seperti pembukaan jalur kereta api cepat baru antara Manchester-Leeds, program regenerasi di Skotlandia, dan program pertanian di Wales.
Secara umum, dukungan publik Inggris pada Boris Johnson sangat bervariasi. Mereka yang mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa tentunya sangat mendukung terpilihnya Boris sebagai Perdana Menteri karena mereka menganggap Boris-lah yang dapat membawa Inggris keluar dari Uni Eropa sesuai dengan amanat referendum.
Sebaliknya mereka yang membenci Boris Johnson adalah mereka yang skeptis pada berbagai pikiran dan tindakan Boris.
Sebelumnya, Boris pernah mendapatkan jabatan publik sebagai Major of London selama dua periode, dan pernah berkunjung ke Indonesia saat menjadi Mayor of London, dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di Kabinet Theresa May. Boris Johnson adalah salah satu tokoh yang dianggap sebagai pendorong terjadinya Brexit saat referendum Uni Eropa di tahun 2016.
Dono Widiatmoko, mengatakan pertarungan sebenarnya juga terjadi di dalam kubu partai Konservatif sendiri, mengingat partai ini sebenarnya terbelah pendiriannya mendukung Brexit. Sebagian dari anggotanya pendukung Inggris agar keluar dari Uni Eropa, namun sebagian lagi ingin Inggris tetap sebagai bagian dari Uni Eropa. Tantangan bagi Boris Johnson adalah meyakinkan anggota partainya, dan publik secara keseluruhan agar Inggris bisa keluar dari Uni Eropa dengan baik 31 Oktober mendatang.(ZG)
“Saya yakin hubungan Indonesia-UK akan terus berjalan dengan baik,” ujar Dubes Rizal Sukma kepada Antara London, Senin, sehubungan dengan dilantiknya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara oleh Ratu Elizabeth II, Rabu lalu (24/7).
Dubes Rizal Sukma mengatakan Indonesia siap bekerjasama dengan UK dibawah PM Boris Johnson dan Indonesia berharap untuk melanjutkan hubungan yang hangat dan konstruktif dengan UK di masa depan. Apalagi hubungan bilateral Indonesia dan UK memasuki usia 70 tahun, demikian Dubes Rizal Sukma yang memperoleh gelar PhD dari London School of Economic (LSE) pada 1997.
Mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pun menyampaikan ucapan selamat kepada Boris Johnson sebagai Perdana Menteri UK yang baru dan akan menempati 10 Downing Street yang menjadi kediaman resmi Prime Minister yang baru.
“Saya menyampaikan selamat atas pengangkatan Boris Johnson MP sebagai Perdana Menteri Inggris yang baru,” ujar Dubes Rizal Sukma.
Indonesia siap bekerja sama erat dengan Inggris dibawah kepemimpinan PM Boris Johnson di bidang kerja sama prioritas seperti perdagangan dan investasi, pendidikan, maritim. Selain penanganan isu perubahan iklim dalam kerangka PBB untuk menjamin perdamaian dan kesejahteraan dunia.
Sementara itu pengamat politik Dono Widiatmoko, kepada Antara London mengatakan terpilihnya Boris sebagai Perdana Menteri Inggris adalah momentum yang tepat untuk membuktikan bahwa pilihan politiknya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa adalah pilihan yang terbaik bagi rakyat Inggris.
“Boris adalah salah satu tokoh penting yang mendorong Inggris untuk keluar dari Uni Eropa,” ujar Dono Widiatmoko, dosen senior dari University of Derby .
Menurut Dono, hal menarik melihat arah kebijakan luar negeri Inggris di bawah Boris Johnson. Di Timur Tengah, tensi hubungan Inggris dengan Iran sedang meningkat pesat sehubungan dengan insiden kapal tangker Inggris yang disandera pemerintah Iran, selain adanya pemenjaraan seorang warga negara Inggris di Iran dengan sangkaan melakukan spionase.
Sebaliknya, hubungan dengan Amerika Serikat diperkirakan membaik mengingat hangatnya sambutan presiden Donald Trump dengan terpilihnya Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris. Perlu diingat, belum lama lalu terjadi kasus bocornya informasi kawat dari Dubes Inggris di Amerika Serikat yang isinya menjelekan pemerintahan inti Donald Trump di Washington. Pemberitaan dan respons negatif dari Donald Trump berujung pada mundurnya Dubes Inggris, Sir Nigel Kim Darroch.
Selepas resmi diangkat sebagai Perdana Menteri, Boris Johnson segera mengangkat para pembantunya, yang merupakan gabungan antara wajah lama dan wajah baru di kabinet.
Menurut Dono yang lama menetap di kota Manchester itu, Boris Johnson sangat jelas menentukan prioritas utama kabinetnya. Boris menyiapkan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober mendatang sesuai mandat hasil referendum. Tugas ini sangat berat mengingat selama tiga tahun terakhir sejak referendum yang dilaksanakan tahun 2016, Theresa May sebagai PM tidak mampu menyiapkan Inggris keluar dari Uni Eropa dalam waktu dua tahun sesuai dengan konstitusi yang ada. Akhirnya, Theresa May pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan partai konservatif dan sekaligus Perdana Menteri karena menganggap dirinya gagal untuk menyiapkan jalan pelaksanaan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa.
Di dalam negeri, berbagai masalah perlu segera ditangani oleh Boris. Beberapa hari setelah diangkat sebagai PM Boris mengeluarkan kebijakan penambahan 20,000 polisi baru dalam waktu tiga tahun. Ia juga mengumumkan bahwa pemerintah Inggris akan mengevaluasi kebijakan keimigrasian dengan memperkenalkan sistem imigrasi berbasis poin dengan mencontoh sistim imigrasi Australia. Dalam kunjungan kerjanya ke bagian utara Inggris dan Skotlandia, Boris mengumumkan beberapa proyek penting untuk meningkatkan perekonomian Inggris seperti pembukaan jalur kereta api cepat baru antara Manchester-Leeds, program regenerasi di Skotlandia, dan program pertanian di Wales.
Secara umum, dukungan publik Inggris pada Boris Johnson sangat bervariasi. Mereka yang mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa tentunya sangat mendukung terpilihnya Boris sebagai Perdana Menteri karena mereka menganggap Boris-lah yang dapat membawa Inggris keluar dari Uni Eropa sesuai dengan amanat referendum.
Sebaliknya mereka yang membenci Boris Johnson adalah mereka yang skeptis pada berbagai pikiran dan tindakan Boris.
Sebelumnya, Boris pernah mendapatkan jabatan publik sebagai Major of London selama dua periode, dan pernah berkunjung ke Indonesia saat menjadi Mayor of London, dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di Kabinet Theresa May. Boris Johnson adalah salah satu tokoh yang dianggap sebagai pendorong terjadinya Brexit saat referendum Uni Eropa di tahun 2016.
Dono Widiatmoko, mengatakan pertarungan sebenarnya juga terjadi di dalam kubu partai Konservatif sendiri, mengingat partai ini sebenarnya terbelah pendiriannya mendukung Brexit. Sebagian dari anggotanya pendukung Inggris agar keluar dari Uni Eropa, namun sebagian lagi ingin Inggris tetap sebagai bagian dari Uni Eropa. Tantangan bagi Boris Johnson adalah meyakinkan anggota partainya, dan publik secara keseluruhan agar Inggris bisa keluar dari Uni Eropa dengan baik 31 Oktober mendatang.(ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar