Big Questions Forum II pemberdayaan sdm di Cambridge
News ID: 338573
London (ANTARA) - Inovator 4.0 Indonesia yang digagas politisi senior Budiman Sudjatmiko, kembali mengadakan dirkursus berjudul Big Questions Forum II mengenai pemberdayaan sumberdaya manusia untuk pembangunan desa di Cambridge University, Britania Raya.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Senin, (15/7) dihadiri puluhan akademisi, peneliti dan diaspora Indonesia dari berbagai universitas di negeri Ratu Elizabeth. Secara umum, kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi utama yang dimoderatori Ahmad Mukhlis Firdaus yang merupakan ketua Jaringan Eropa dari Inovator 4.0 Indonesia yang juga merupakan DPhil Candidate in Marine Renewable Energy, University of Oxford.
Sesi pertama banyak membahas mengenai tinjauan psikografi dan psikometri untuk membangun manusia Indonesia demi menyokong kawasan perdesaan. Budiman menegaskan bahwa sejatinya Indonesia tak kekurangan orang baik dan cerdas di berbagai bidang yang sejatinya mampu ambil bagian dari pembangunan desa.
Para ahli IT, Artificial Intelligence, Digital Marketing, Social Engineering dan sebagainya yang tersebar di berbagai penjuru dunia perlu untuk diwadahi dan dibangunkan titik temu dengan masyarakat desa agar pembangunannya bisa akseleratif dan lebih optimal. Untuk itu pula, ia menjawabnya dengan membangun Inovator 4.0 yang berguna dalam membentuk social skill bagi para ahli tersebut.
Sehingga, warga desa yang pada era penjajahan, revolusi industri hingga reformasi hanya menjadi objek pembangunan, bisa naik kelas menjadi subjek. Dengan kata lain, skema ini akan memunculkan net (jaringan) yang mampu working (bekerja) dengan model kali dan bagi. Mengalikan atau melipat gandakan potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh berbagai pihak serta langsung membagikannya seluas mungkin sehingga bisa menjadi inspirasi dan sharing knowledge yang saling membangun satu sama lain.
Pada sesi kedua, keragaman potensi manusia dari sisi biologi molekuler banyak dikupas Vincentius Aji yang merupakan PhD Candidate in Biochemistry, Structural Biologi, University of Cambridge, serta Muhammad Hanifi yang berlatarbelakang DPhil Candidate in CRISPR Technology at Department of Synthetic Biology, University of Oxford.
Aji banyak menjelaskan mengenai penelitiannya terhadap DNA manusia serta luasnya area soal biologi molekuler yang belum terjamah oleh ilmu pengetahuan. Padahal, riset mengenai hal tersebut sangat penting demi menunjang masyarakat yang sehat dan berdaya. Untuk itu, ia merekomendasikan agar pemerintah Indonesia meningkatkan dukungan dan investasi untuk membangun fondasi yang kuat dalam bidang penelitian dasar.
Sejalan dengan Aji, Hanifi pun menjelaskan soal perkembangan riset mengenai genom di UK yang telah merekam 100.000 genomes di bawah badan National Health Service. Hal ini berguna untuk menganalisa perkembangan manusia serta memberikan intervensi yang dibutuhkan demi membangun masyarakat yang lebih sehat dan berkualitas. Sehingga, di masa mendatang, dana yang perlu dikeluarkan pun akan bisa semakin dihemat.
Kegiatan Big Questions Forum in ditutup dengan diskusi antar hadirin yang cukup dinamis mengenai kolaborasi antara para ahli dan masyarakat desa, serta pentingnya memajukan riset dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dialektika yang berkembang pun seolah jadi bahan bakar baru bagi para inovator yang hadir untuk terus berjejaring dan mengembangkan skill demi terwujudnya masyarakat desa yang berdaya di seluruh Indonesia.(ZG)
Kegiatan yang dilaksanakan pada Senin, (15/7) dihadiri puluhan akademisi, peneliti dan diaspora Indonesia dari berbagai universitas di negeri Ratu Elizabeth. Secara umum, kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi utama yang dimoderatori Ahmad Mukhlis Firdaus yang merupakan ketua Jaringan Eropa dari Inovator 4.0 Indonesia yang juga merupakan DPhil Candidate in Marine Renewable Energy, University of Oxford.
Sesi pertama banyak membahas mengenai tinjauan psikografi dan psikometri untuk membangun manusia Indonesia demi menyokong kawasan perdesaan. Budiman menegaskan bahwa sejatinya Indonesia tak kekurangan orang baik dan cerdas di berbagai bidang yang sejatinya mampu ambil bagian dari pembangunan desa.
Para ahli IT, Artificial Intelligence, Digital Marketing, Social Engineering dan sebagainya yang tersebar di berbagai penjuru dunia perlu untuk diwadahi dan dibangunkan titik temu dengan masyarakat desa agar pembangunannya bisa akseleratif dan lebih optimal. Untuk itu pula, ia menjawabnya dengan membangun Inovator 4.0 yang berguna dalam membentuk social skill bagi para ahli tersebut.
Sehingga, warga desa yang pada era penjajahan, revolusi industri hingga reformasi hanya menjadi objek pembangunan, bisa naik kelas menjadi subjek. Dengan kata lain, skema ini akan memunculkan net (jaringan) yang mampu working (bekerja) dengan model kali dan bagi. Mengalikan atau melipat gandakan potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh berbagai pihak serta langsung membagikannya seluas mungkin sehingga bisa menjadi inspirasi dan sharing knowledge yang saling membangun satu sama lain.
Pada sesi kedua, keragaman potensi manusia dari sisi biologi molekuler banyak dikupas Vincentius Aji yang merupakan PhD Candidate in Biochemistry, Structural Biologi, University of Cambridge, serta Muhammad Hanifi yang berlatarbelakang DPhil Candidate in CRISPR Technology at Department of Synthetic Biology, University of Oxford.
Aji banyak menjelaskan mengenai penelitiannya terhadap DNA manusia serta luasnya area soal biologi molekuler yang belum terjamah oleh ilmu pengetahuan. Padahal, riset mengenai hal tersebut sangat penting demi menunjang masyarakat yang sehat dan berdaya. Untuk itu, ia merekomendasikan agar pemerintah Indonesia meningkatkan dukungan dan investasi untuk membangun fondasi yang kuat dalam bidang penelitian dasar.
Sejalan dengan Aji, Hanifi pun menjelaskan soal perkembangan riset mengenai genom di UK yang telah merekam 100.000 genomes di bawah badan National Health Service. Hal ini berguna untuk menganalisa perkembangan manusia serta memberikan intervensi yang dibutuhkan demi membangun masyarakat yang lebih sehat dan berkualitas. Sehingga, di masa mendatang, dana yang perlu dikeluarkan pun akan bisa semakin dihemat.
Kegiatan Big Questions Forum in ditutup dengan diskusi antar hadirin yang cukup dinamis mengenai kolaborasi antara para ahli dan masyarakat desa, serta pentingnya memajukan riset dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dialektika yang berkembang pun seolah jadi bahan bakar baru bagi para inovator yang hadir untuk terus berjejaring dan mengembangkan skill demi terwujudnya masyarakat desa yang berdaya di seluruh Indonesia.(ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar