Printworks saksi bisu kejayaan suratkabar di Inggris
News ID: 333984
London (ANTARA) -
Gedung percetakan raksasa Printworks London dulunya menjadi tempat percetakan koran terbesar di Eropa Barat dan pernah mencetak koran The Daily Mail, Metro dan Evening Standard - kini menjadi saksi bisu kejayaan koran di Kerajaan Inggris sebagai tempat digelarnya Global Konferensi Kebebasan Media Massa yang diadakan pada tanggal 10 dan 11 Juli lalu.
Ketiga koran dengan sirkulasi terbesar di Inggris terutama di London, selama 24 tahun dicetak di percetakan Printworks yang sejak tahun 2013 ditinggalkan dan produksi surat kabar pindah ke berbagai fasilitas ketiga koran itu saat ini bisa bertahan karena dibagi-bagikan secara gratis di setiap stasiun kereta api pada pagi dan sore hari ditengah maraknya media sosial yang menyajikan berita terkini dengan seketika singkat dan padat.
Fenomena media cetak yang mulai ditinggalkan pembacanya tidak saja terjadi di Indonesia tetapi juga diberbagai belahan dunia itu menjadi kekuatiran Menteri Komunikasi dan Informatika RI (Menkominfo) Rudiantara yang ikut konferensi bersama Staff Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Publik Kominfo, Deddy Hermawann.
Pada saat Konferensi Global Kebebasan Media yang digelar di gedung Printworks, London itu, Menteri Rudiantata mengatakan media massa, terutama media cetak, harus kembali memenangkan kepercayaan publik, dan membedakan diri dengan media sosial yang lebih bebas.
Kekuatiran akan matinya media cetak ditengah-tengah maraknya berita hoax serta kebebasan pers dan banyak nya insan pers yang menjadi korban karena berita yang dibuat menjadi perhatian dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media yang digelar di gedung Printworks, London selama dua hari .
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menjadi tuan rumah konferensi yang membahas berbagai isu dan mengkaji tantangan yang dihadapi kebebasan media dan peluang yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi jurnalis.
Dalam pertemuan yang dihadir sekitar seribu insan pers dari berbagai negara termasuk pejabat, aktivis dan jurnalis lebih dari 100 negara itu delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Rudiantara termasuk Dubes Indonesia di Inggris, Rizal Sukma, Staff Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Publik pKominfo, Deddy Hermawann dan Bambang Harimurti serta pengelola Program Media dan Informasi di Yayasan Tifa, R Kristiawan.
“Saya sudah sampaikan ke rekan-rekan dari media massa untuk ikut dalam konferensi yang digelar untuk pertama kalinya di London, Inggris,” ujar Dubes Rizal Sukma menambahkan sayang nya tidak banyak insan jurnalis dari Indonesia yang menghadiri konperensi yang digelar di bekas gedung percetakan surat kabar dengan sirkulasi terbesar di Inggris.
Gedung Printworks yang dibiarkan seperti sedia kala layaknya gedung percetakan dengan langit-langit dibiarkan telanjang penuh dengan kabel dan pipa yang beseliweran di atas langit-langit itu kini menjadi tempat gedung pertunjukan musik.
Pemerintah daerah setempat pada tahun 2013 menjadikan bekas gedung percetakan menjadi tempat konser musik dan menjadi hidup saat ada konser musik dan musisi Eropa tampil di Printworks.
Hampir seluruh insan media masa di dunia menghadiri acara konferensi yang membahas berbagai topik sayangnya dua media besar Rusia dilarang menghadiri pertemuan ini. Pemerintah Inggris mengatakan Sputnik dan RT News dilarang karena peran aktif mereka dalam menyebarkan informasi yang salah.
Sekitar seribu peserta dari berbagai kalangan tidak saja insan pers tetapi juga komunitas diplomatk, organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi menghadiri pertemuan aktif mengikuti berbagai topik pembahasan dalam ruang-ruang yang dibagi khusus untuk sidang planary digelar di lantai dua sementara itu juga digelar pameran yang menarik perhatian pengunjung.
Dalam konperensi yang diikuti media massa dari berbagai negara itu membahas empat tema dasar. Pertama proteksi dan presekusi termasuk impunitas jurnalis. Kedua kerangka nasional dan legislasi, ketiga membangun kepercayaan di media dan melawan disinformasi dan terakhir keberlanjutan media.
Selama konferensi berlangsung panitia menyediakan sarapan pagi berupa kopi, teh dan roti serta buah dan makan siang berikut kopi dan teh serta juice jeruk dan apel sepanjang hari plus biskuit.
Konferensi semakin menarik dengan kehadiran Amal Clooney idtri bintang film George Clooney yang ditunjuk sebagai utusan khusus kebebasan media oleh pemerintah Inggris.
Amal Clooneymengatakan bahwa dia merasa 'terhormat' ditunjuk sebagai utusan khusus kebebasan media oleh pemerintah Inggris.
Pengacara hak asasi manusia internasional, yang menikah dengan George Clooney, telah dijadikan utusan khusus oleh Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt.
Sebagai utusan khusus kebebasan media oleh pemerintah Inggris, Amal akan membentuk panel berisi para pakar yang akan memberikan saran kepada pemerintah untuk memperkuat perlindungan hukum bagi jurnalis.
Salah satu delegasi dari Indonesia, R Kristiawan, yang mengelola Program Media dan Informasi di Yayasan Tifa, mengakui Konferensi ini sangat menarik dan penting bagi peningkatan kebebasan pers di dunia, termasuk Indonesia.
Dikatakam untuk Indonesia, yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan kualitas keselamatan para jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Harapan saya, semoga ada kerjasama antar stakeholder, di antaranya pemerintah, perusahaan media, asosiasi jurnalis, dan CSO dalam membuat National Plan untuk keselamatan jurnalis seperti yang direkomendasikan PBB dan SDGs, ujar Kristianwan.
Dakui mengikuti konperensi global kebebasan media masa ini menjadi pengalaman berharga you bisa ketemu dan diskusi dengan orang-orang paling hebat di dunia media.
Diakhir konferensi digelar Ikrar Global tentang Kebebasan media menghadapi ancaman yang semakin meningkat di seluruh dunia. Jurnalis dan organisasi media semakin dihadapkan pada pekerjaan vital mereka dengan undang-undang yang membatasi, tindakan hukum yang menghukum, dan kekerasan fisik.
Selain itu dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia berkaitan dengan kebebasan pers dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media yang disampaikan
Menkominfo Rudiantara menyebutkan bahwa
media massa, terutama media cetak, harus kembali memenangkan kepercayaan publik, dan membedakan diri dengan media sosial yang lebih bebas karena tidak diwajibkan untuk memenuhi aturan pers.
Dalam pernyataan dikap pemerintah Indonesia itu, Menteri Rudiantara mengakui akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih merupakan kekuatan jual media massa dalam jangka panjang.
“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara stylistically seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi kurangnya akurasi.
Mengutip survei Q3 Nielsen Consumer & Media 2017, Menteri Rudiantara mengakui
berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran. Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. Artinya, penonton media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno. Bisnis media massa juga harus mencari model bisnis baru. Sebuah startup yang dimulai dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, bisnis yang menyangkut kehidupan banyak orang merupakan masalah nyata yang bisa dilihat. Belum banyak solusi yang muncul dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, meskipun bisnis ini menyangkut kehidupan banyak orang dan menjadi masalah yang terlihat di depan mata. Tidak ada yang mampu mengangkat tantangan menjadi peluang yang dicontohkan oleh startup dan unicorn yang mampu mengatasi masalah sosial, ujarnya.
Yang umum, ujar menteri adalah jatuhnya bisnis media cetak dalam beberapa tahun terakhir, dan pindah ke online. Sungguh luar biasa jika bisnis media cetak dapat berinovasi untuk mengambil gaya startup dalam menghadapi gangguan bisnis media.
Pada akhir pernyataan sikap, menteri menekankan mengenai gangguan digital, yang paling penting bukanlah teknologi, seperti yang dinyatakan Clayton M Christensen, pencetus teori gangguan: "Teknologi yang mengganggu harus disebut sebagai tantangan pemasaran, bukan satu teknologi ". Yang paling penting adalah sumber daya manusia dan kompetensi yang dapat menciptakan inovasi pemasaran baru, demikian Menteri Rudiantara.
Jangan sampai gedung percetakan majalah dan atau koran yang ada di Indonesia juga beralih fungsi seperti Printworks di London yang kembali sepi setelah konperensi usai dan suara musik pun bergema memenuhi ruangan gedung Printworks yang tidak jauh dari stasiun bawah tanah Canada Water di jalur jubilee line, MRT nya kota London. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar