Media cetak harus kembali menangkan keperayaan publik
News ID: 327143
London (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika RI (Menkominfo) Rudiantara media massa, terutama media cetak, harus kembali untuk memenangkan kepercayaan publik, dan membedakan diri dengan media sosial yang lebih bebas karena tidak diwajibkan untuk memenuhi aturan pers.
Hal itu diungkapkan Menteri Rudiantara dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia berkaitan dengan kebebasan pers dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media yang digelar di gedung Printworks, London selama dua hari dari tanggal 10 dan 11 Juli.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menjadi tuan rumah konferensi yang membahas isu perlindungan jurnalis dan media di London yang diikuti 1.000 peserta, termasuk menteri dan pejabat pemerintah, komunitas diplomatik, lembaga internasional, jurnalis, masyarakat sipil, dan akademisi.
Dalam pernyataan dikap pemerintah Indonesia itu, Menteri Rudiantara mengakui akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih merupakan kekuatan jual media massa dalam jangka panjang.
“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara stylistically seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi kurangnya akurasi.
Mengutip survei Q3 Nielsen Consumer & Media 2017, Menteri Rudiantara mengakui berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran. Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. Artinya, penonton media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno, ujarnya.
Sementata dalam bisnis, media massa memang terganggu, seperti di bidang bisnis lainnya. Karena itu bisnis media massa juga harus mencari model bisnis. Sebuah startup yang dimulai dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, bisnis yang menyangkut kehidupan banyak orang merupakan masalah nyata yang bisa dilihat.
“Belum banyak solusi yang muncul dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, meskipun bisnis ini menyangkut kehidupan banyak orang dan menjadi masalah yang terlihat di depan mata. Tidak ada yang mampu mengangkat tantangan menjadi peluang yang dicontohkan oleh startup dan unicorn yang mampu mengatasi masalah sosial, ujarnya.
Yang umum, ujar menteri adalah jatuhnya bisnis media cetak dalam beberapa tahun terakhir, dan pindah ke online. Sungguh luar biasa jika bisnis media cetak dapat berinovasi untuk mengambil gaya startup dalam menghadapi gangguan bisnis media.
Pada akhir pernyataan sikap, menteri menekankan mengenai gangguan digital, yang paling penting bukanlah teknologi, seperti yang dinyatakan Clayton M Christensen, pencetus teori gangguan: "Teknologi yang mengganggu harus disebut sebagai tantangan pemasaran, bukan satu teknologi ". Yang paling penting adalah sumber daya manusia dan kompetensi yang dapat menciptakan inovasi pemasaran baru, demikian Menteri Rudiantara
Menteri Rudiantata percaya kerja sama yang kuat dan upaya kolaborasi menjadi modal utama kesuksesan dalam mengejar media yang bebas dan independen sebagai komponen penting dari demokrasi.
Diharapkan apa yang dilakukan hari ini, akan bermanfaat bagi negara tidak hanya untuk hari esok, tetapi untuk lima, sepuluh tahun kedepan terutama untuk masa depan kebebasan Media yang lebih baik.(ZG)
Menteri Rudiantara sebelumnya tampil dalam diskusi panel yang berjudul Asia Region Study “Laws, Lies and Liberty the Landscape of Media Freedom in South East Asia bersama Menteri Komunikasi dan Multimedia, Gobind Singh Deo. (ZG)
Hal itu diungkapkan Menteri Rudiantara dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia berkaitan dengan kebebasan pers dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media yang digelar di gedung Printworks, London selama dua hari dari tanggal 10 dan 11 Juli.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menjadi tuan rumah konferensi yang membahas isu perlindungan jurnalis dan media di London yang diikuti 1.000 peserta, termasuk menteri dan pejabat pemerintah, komunitas diplomatik, lembaga internasional, jurnalis, masyarakat sipil, dan akademisi.
Dalam pernyataan dikap pemerintah Indonesia itu, Menteri Rudiantara mengakui akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih merupakan kekuatan jual media massa dalam jangka panjang.
“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara stylistically seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi kurangnya akurasi.
Mengutip survei Q3 Nielsen Consumer & Media 2017, Menteri Rudiantara mengakui berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran. Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. Artinya, penonton media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno, ujarnya.
Sementata dalam bisnis, media massa memang terganggu, seperti di bidang bisnis lainnya. Karena itu bisnis media massa juga harus mencari model bisnis. Sebuah startup yang dimulai dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, bisnis yang menyangkut kehidupan banyak orang merupakan masalah nyata yang bisa dilihat.
“Belum banyak solusi yang muncul dari masalah penurunan sirkulasi media cetak, meskipun bisnis ini menyangkut kehidupan banyak orang dan menjadi masalah yang terlihat di depan mata. Tidak ada yang mampu mengangkat tantangan menjadi peluang yang dicontohkan oleh startup dan unicorn yang mampu mengatasi masalah sosial, ujarnya.
Yang umum, ujar menteri adalah jatuhnya bisnis media cetak dalam beberapa tahun terakhir, dan pindah ke online. Sungguh luar biasa jika bisnis media cetak dapat berinovasi untuk mengambil gaya startup dalam menghadapi gangguan bisnis media.
Pada akhir pernyataan sikap, menteri menekankan mengenai gangguan digital, yang paling penting bukanlah teknologi, seperti yang dinyatakan Clayton M Christensen, pencetus teori gangguan: "Teknologi yang mengganggu harus disebut sebagai tantangan pemasaran, bukan satu teknologi ". Yang paling penting adalah sumber daya manusia dan kompetensi yang dapat menciptakan inovasi pemasaran baru, demikian Menteri Rudiantara
Menteri Rudiantata percaya kerja sama yang kuat dan upaya kolaborasi menjadi modal utama kesuksesan dalam mengejar media yang bebas dan independen sebagai komponen penting dari demokrasi.
Diharapkan apa yang dilakukan hari ini, akan bermanfaat bagi negara tidak hanya untuk hari esok, tetapi untuk lima, sepuluh tahun kedepan terutama untuk masa depan kebebasan Media yang lebih baik.(ZG)
Menteri Rudiantara sebelumnya tampil dalam diskusi panel yang berjudul Asia Region Study “Laws, Lies and Liberty the Landscape of Media Freedom in South East Asia bersama Menteri Komunikasi dan Multimedia, Gobind Singh Deo. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar