Sasando hipnotis pengunjung Festival Indonesia di Oslo
News ID: 307137
London (ANTARA) - Alunan merdu lagu “Bolelebo” dipadukan dengan petikan lembut Sasando alat musik tradisional asal Nusa Tenggara Timur menggema di pusat kota Oslo pada pembukaan Festival Indonesia di musim panas di Oslo, ibukota Norwegia, yang berhasil menghopnotis ribuan pengunjung yang memadati alun-alun Spikersuppa pada akhir pekan.
Fungsi Pensosbud KBRI Oslo, Nina Evayanti kepada Antara London, Senin menyebutkan Festival Indonesia tahun ini terlihat lebih meriah dari tahun sebelumnya. Seketika suasana berubah semarak ketika Tari Lenggang Jakarta, Tari Sebatek dari Musi Banyuasin, dan Tari Saman naik panggung. Tepuk tangan pun membahana menutup flash mob Maumere yang tiba-tiba muncul di antara ribuan pengunjung Festival Indonesia Oslo.
Alun-alun jantung kota Oslo, Spikersuppa, yang berlokasi di antara Istana Raja dan Gedung Parlemen Norwegia selama dua hari disulap menjadi pasar Indonesia dengan 30 tenda pameran produk unggulan Indonesia.
Sebanyak 13 tenda diisi peserta pameran dari Indonesia, seperti Kementerian Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemprov Nusa Tenggara Timur, Pemprov DKI Jakarta, Pemkab Musi Banyuasin, Badan Restorasi Gambut (BRG), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Javara.
Sementara 27 tenda lainnya mempromosikan produk dan makanan oleh diaspora Indonesia di Norwegia, seperti nasi goreng, mi goreng, mi ayam, bakso, sate, nasi padang, dan berbagai camilan seperti pastel, nastar, dadar gulung.
Suasana kemeriahan itu mewarnai musim panas di Oslo selama penyelenggaraan Festival Indonesia selama akhir pekan lalu (29-30/6).
Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia, Todung Mulya Lubis, mengatakan Festival Indonesia ini bertujuan untuk mengenalkan Indonesia lebih luas lagi kepada publik Norwegia. Sebagai salah satu negara berpenduduk paling besar di dunia, Indonesia paling tidak terkenal di Norwegia. Untuk itu, Festival Indonesia Oslo diharapkan dapat menggaungkan nama Indonesia lebih luas di Norwegia, bahkan di wilayah Nordik.
Indonesia bukan hanya Bali. Kita punya destinasi wisata dengan alam yang tidak kalah indah, keluhuran budaya, dan kehangatan senyuman khas Indonesia. Kita punya sepuluh Bali baru!” ujar Dubes Mulya Lubis pada pembukaan festival yang disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Sambil menikmati sajian kuliner Nusantara yang dijajakan sepanjang festival, para pengunjung juga dimanjakan dengan pagelaran budaya Nusantara, seperti Tari Begambo dan Tari Setabek dari Kab Musi Banyuasin, Tari Ledo Hawu dan Tari Padoa dari NTT, Tari Tepak Kipas Koneng dan Tari Lenggang dari Jakarta, Tari Saman dari Kelompok Tari Anak Indonesia, Tari Panji Semirang dari Krama Bali Norwegia.
Selain itu juga digelar , workshop membatik menjadi salah satu kegiatan favorit selama Festival berlangsung. Antrian pun terlihat mengular untuk berfoto dengan baju adat Musi Banyuasin dan replika komodo sepanjang dua meter yang didatangkan khusus dari NTT.
Di samping itu, dipromosikan pula produk kelapa sawit, specialty kopi, serta kekayaan hutan dan gambut tropis Indonesia oleh Javara. Norwegia sebagai salah satu negara pengkonsumsi kopi perkapita terbesar di dunia, tidak lengkap jika tidak mempromosikan kopi Indonesia di Negeri Viking ini.
Biji kopi yang akan dipergunakan dipilih secara khusus dari petani Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Bali, dan Flores, yang mempraktekkan pendekatan konservasi dalam pengelolaan budidaya kopi dan sudah memperoleh pelatihan sebagai Q-grader kopi.
Di sela-sela melayani pengunjung tenda Bekraf, Daroe Handojo, General Manager Kopi Business CRP Group mengatakan,
logo “Kopi” merupakan media promosi yang sedang digalakkan Indonesia. Tidak hanya diekspor sebagai komoditas, Indonesia ingin mengenalkan branding identitas kopi Indonesia melalui logo “Kopi”. “Jadi orang akan mudah ingat ketika melihat tulisan “Kopi” berarti itu Indonesian coffee,” tutur Daroe.
Koordinator Panitia, Nina Evayanti, mengatakan Festival Indonesia ini disambut sangat meriah warga kota Oslo dan sekitarnya. “Kami hitung setidaknya tiga ribu pengunjung memadati area Festival Indonesia setiap harinya. Belum termasuk orang yang sekedar lewat atau menonton pertunjukan dari sekitar alun-alun Sprikersuppa,” ujar pejabat Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Oslo ini.
Atika Hjorth mengaku tidak menyangka dengan antusiasme warga Oslo datang ke Festival Indonesia. “Sudah 25 tahun saya tinggal di Oslo ini, baru hari ini ada Festival yang diadakan oleh negara lain semeriah ini,” ujar diaspora yang membuka usaha travel agent di Norwegia. “Saya sampai terpukau dan terharu melihat pagelaran budaya Nusantara di alun-alun Spikersuppa. Bagus-bagus banget! Tidak heran ribuan pengunjung terus berdatangan ke Festival Indonesia ini.”
Hal senada diutarakan Pia Gammelsaeter, warga asli Oslo, yang awalnya datang ke Festival karena diajak temannya. Ia tidak menyangka akan mendapatkan kelezatan makanan, kehangatan budaya, dan keramahan senyum Indonesia di kotanya. “Saya belum pernah mengunjungi Indonesia, tetapi setelah datang ke Festival ini, saya pastikan akan datang ke Indonesia tahun ini!” ujar wanita muda asal Oslo ini.
Serangkaian acara digelar sebelum Festival, yaitu seminar dengan tema “Kontribusi Gambut dan Sawit Lestari dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” di gedung Konfederasi Bisnis Norwegia dan malam inagurasi festival di Gedung Konferensi Felix.
Acara dihadiri ratusan undangan dari korps diplomatik, pejabat tinggi Norwegia, friends of Indonesia, dan diaspora Indonesia. Hadir pula Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, Marianne Hagen, dan Penasehat Politik untuk Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Marit Vea.
Sejak dibukanya hubungan diplomatik Indonesia-Norwegia tahun 1950, Festival Indonesia ini baru pertama kali digelar di Norwegia dan merupakan yang terbesar di kawasan Nordik. “Festival Indonesia Oslo ini akan menjadi penanda dimulainya rangkaian peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Norwegia yang akan jatuh pada tahun 2020,” demikian Dubes Mulya Lubis. (ZG)
Fungsi Pensosbud KBRI Oslo, Nina Evayanti kepada Antara London, Senin menyebutkan Festival Indonesia tahun ini terlihat lebih meriah dari tahun sebelumnya. Seketika suasana berubah semarak ketika Tari Lenggang Jakarta, Tari Sebatek dari Musi Banyuasin, dan Tari Saman naik panggung. Tepuk tangan pun membahana menutup flash mob Maumere yang tiba-tiba muncul di antara ribuan pengunjung Festival Indonesia Oslo.
Alun-alun jantung kota Oslo, Spikersuppa, yang berlokasi di antara Istana Raja dan Gedung Parlemen Norwegia selama dua hari disulap menjadi pasar Indonesia dengan 30 tenda pameran produk unggulan Indonesia.
Sebanyak 13 tenda diisi peserta pameran dari Indonesia, seperti Kementerian Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemprov Nusa Tenggara Timur, Pemprov DKI Jakarta, Pemkab Musi Banyuasin, Badan Restorasi Gambut (BRG), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Javara.
Sementara 27 tenda lainnya mempromosikan produk dan makanan oleh diaspora Indonesia di Norwegia, seperti nasi goreng, mi goreng, mi ayam, bakso, sate, nasi padang, dan berbagai camilan seperti pastel, nastar, dadar gulung.
Suasana kemeriahan itu mewarnai musim panas di Oslo selama penyelenggaraan Festival Indonesia selama akhir pekan lalu (29-30/6).
Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia, Todung Mulya Lubis, mengatakan Festival Indonesia ini bertujuan untuk mengenalkan Indonesia lebih luas lagi kepada publik Norwegia. Sebagai salah satu negara berpenduduk paling besar di dunia, Indonesia paling tidak terkenal di Norwegia. Untuk itu, Festival Indonesia Oslo diharapkan dapat menggaungkan nama Indonesia lebih luas di Norwegia, bahkan di wilayah Nordik.
Indonesia bukan hanya Bali. Kita punya destinasi wisata dengan alam yang tidak kalah indah, keluhuran budaya, dan kehangatan senyuman khas Indonesia. Kita punya sepuluh Bali baru!” ujar Dubes Mulya Lubis pada pembukaan festival yang disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Sambil menikmati sajian kuliner Nusantara yang dijajakan sepanjang festival, para pengunjung juga dimanjakan dengan pagelaran budaya Nusantara, seperti Tari Begambo dan Tari Setabek dari Kab Musi Banyuasin, Tari Ledo Hawu dan Tari Padoa dari NTT, Tari Tepak Kipas Koneng dan Tari Lenggang dari Jakarta, Tari Saman dari Kelompok Tari Anak Indonesia, Tari Panji Semirang dari Krama Bali Norwegia.
Selain itu juga digelar , workshop membatik menjadi salah satu kegiatan favorit selama Festival berlangsung. Antrian pun terlihat mengular untuk berfoto dengan baju adat Musi Banyuasin dan replika komodo sepanjang dua meter yang didatangkan khusus dari NTT.
Di samping itu, dipromosikan pula produk kelapa sawit, specialty kopi, serta kekayaan hutan dan gambut tropis Indonesia oleh Javara. Norwegia sebagai salah satu negara pengkonsumsi kopi perkapita terbesar di dunia, tidak lengkap jika tidak mempromosikan kopi Indonesia di Negeri Viking ini.
Biji kopi yang akan dipergunakan dipilih secara khusus dari petani Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Bali, dan Flores, yang mempraktekkan pendekatan konservasi dalam pengelolaan budidaya kopi dan sudah memperoleh pelatihan sebagai Q-grader kopi.
Di sela-sela melayani pengunjung tenda Bekraf, Daroe Handojo, General Manager Kopi Business CRP Group mengatakan,
logo “Kopi” merupakan media promosi yang sedang digalakkan Indonesia. Tidak hanya diekspor sebagai komoditas, Indonesia ingin mengenalkan branding identitas kopi Indonesia melalui logo “Kopi”. “Jadi orang akan mudah ingat ketika melihat tulisan “Kopi” berarti itu Indonesian coffee,” tutur Daroe.
Koordinator Panitia, Nina Evayanti, mengatakan Festival Indonesia ini disambut sangat meriah warga kota Oslo dan sekitarnya. “Kami hitung setidaknya tiga ribu pengunjung memadati area Festival Indonesia setiap harinya. Belum termasuk orang yang sekedar lewat atau menonton pertunjukan dari sekitar alun-alun Sprikersuppa,” ujar pejabat Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Oslo ini.
Atika Hjorth mengaku tidak menyangka dengan antusiasme warga Oslo datang ke Festival Indonesia. “Sudah 25 tahun saya tinggal di Oslo ini, baru hari ini ada Festival yang diadakan oleh negara lain semeriah ini,” ujar diaspora yang membuka usaha travel agent di Norwegia. “Saya sampai terpukau dan terharu melihat pagelaran budaya Nusantara di alun-alun Spikersuppa. Bagus-bagus banget! Tidak heran ribuan pengunjung terus berdatangan ke Festival Indonesia ini.”
Hal senada diutarakan Pia Gammelsaeter, warga asli Oslo, yang awalnya datang ke Festival karena diajak temannya. Ia tidak menyangka akan mendapatkan kelezatan makanan, kehangatan budaya, dan keramahan senyum Indonesia di kotanya. “Saya belum pernah mengunjungi Indonesia, tetapi setelah datang ke Festival ini, saya pastikan akan datang ke Indonesia tahun ini!” ujar wanita muda asal Oslo ini.
Serangkaian acara digelar sebelum Festival, yaitu seminar dengan tema “Kontribusi Gambut dan Sawit Lestari dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” di gedung Konfederasi Bisnis Norwegia dan malam inagurasi festival di Gedung Konferensi Felix.
Acara dihadiri ratusan undangan dari korps diplomatik, pejabat tinggi Norwegia, friends of Indonesia, dan diaspora Indonesia. Hadir pula Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, Marianne Hagen, dan Penasehat Politik untuk Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Marit Vea.
Sejak dibukanya hubungan diplomatik Indonesia-Norwegia tahun 1950, Festival Indonesia ini baru pertama kali digelar di Norwegia dan merupakan yang terbesar di kawasan Nordik. “Festival Indonesia Oslo ini akan menjadi penanda dimulainya rangkaian peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Norwegia yang akan jatuh pada tahun 2020,” demikian Dubes Mulya Lubis. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar