ALTERNATIF SOLUSI BERKELANJUTAN ENERGI DI INDONESIA
London, 28/10 (ANTARA) - Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Swedia di Gothenburg mengelar diskusi dengan menampilkan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Prof. Dr. Tumiran, membahas Tantangan dan Alternatif Solusi Berkelanjutan Energy di Indonesia.
Diskusi terebut diikuti mahasiswa dan pelajar Indonesia digelar di Chalmers University of Technology, Gothenburg, ujar Ibrahim Kholilul Rohman, mahasiswa PhD di Divisi Teknologi dan Masyarakat Chalmers University, Gothenburg, Rabu.
Dikatakannya Prof.Tumiran, menjabat Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada merupakan wakil dari akademisi di Dewan Energi Nasional yang membahas problematika utama pengembangan sektor energi nasional.
Dalam paparannya ia menyebutkan bahwa pembangunan energi berkelanjutan, diperlukan suatu upaya mencari pengganti dari penggunaan energi yang ada saat ini.
Selain itu, pemanfaatan energi primer diharapkan memberikan nilai tambah terhadap sektor perdagangan dan industri. "Diversfikasi energi juga diperlukan mengingat tingkat elektrifikasi yang masih rendah di Indonesia terutama di luar Jawa," ujarnya.
"Bagaimana bisa menciptakan iklim investasi jika kondisi kelistrikan masih belum mencukupi secara kapasitas," ungkap Professor lulusan Saitama University ini.
Elektrifikasi di Indonesia juga dihadapkan pada ketimpangan antara Jawa yang memiliki rasio elestrifikasi 65 persen diatas rata-rata rasio eletrifikasi pulau-pulau lain.
Dikatakannya implikasinya adalah pengembangan investasi di bidang industri di luar Jawa membutuhkan struktur biaya yang jauh lebih mahal yang berujung pada ketimpangan pembangunan ekonomi.
Dari sisi lain, kondisi ini juga dipengaruhi biaya pembangkitan energi di Indonesia yang masih berada pada level diatas 10 sen/kWh. Padahal negera lain di ASEAN sudah bisa mencapai level 7 sen.
Ironisnya, nasib energi terbarukan di Indonesia juga belum dapat dikembangkan dengan baik mengingat jarangnya penelitian yang berimplikasi pada riset aksi pengembangan energi ke depan.
Hal ini juga berkaitan dengan terbatasnya dana yang tersedia untuk melakukan penelitian selain diversifikasi energi berkaitan dengan kemungkinan pengembangan energi nuklir ke depan.
Sementara itu ahli energi angin dari Chalmers University Dr. Abram Perdana, berpendapat hal utama yang harus dilakukan Indonesia adalah mengubah pemikiran tentang energi yaitu energi sebagai komoditas, menjadi energi sebagai asset.
Hal ini akan mempengaruhi pola pikir dalam menentukan arah kebijakan energi nasional, ujarnya.
Ia berharap transparansi dari segi ekonomi bisnis pembangunan unit produksi energi, terutama nuklir yang saat ini dianggap sebagai alternatif energi. Bukan hanya berkaitan dengan resiko keamanan yang saat ini masih menjadi perhatian utama, namun juga implikasi "cost and benefit"-nya.
Dicontohkan, pengembangan nuklir di Filipina telah menghabiskan biaya yang cukup besar dengan output yang belum optimal dibandingkan dengan Pakistan dan India.
Ibrahim Kholilul Rohman, yang mendapat beasiswa dari Departemen Komunikasi dan Informatika, mengatakan diskusi ditutup dengan harapan mahasiswa Indonesia khususnya yang di luar negeri ikut memberikan kontribusi dan gagasan bagi pembangunan sektor energi berkelanjutan.
***2***
(U-ZG)
(T.H-ZG/B/S004/S004) 28-10-2009 07:59:45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar