PPI
BELANDA MINTA LEMBAGA EKSEKUTIF TUNTASKAN KASUS PELANGGARAN HAM
London 18/5 (ANTARA) - Pelajar Indonesia yang tergabung
dalam PPI Belanda menyerukan tuntutan kepada segenap penguasa di
negeri ini, khususnya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif
untuk segera menuntaskan pengusutan dan pengadilan terhadap kasus
pelanggaran HAM di era '98 dan setelahnya.
Hal itu disampaikan Sekjend PPI Belanda Ridwansyah Yusuf
saat memberikan rekomendasi dan usulannya kepada Komisi III DPR RI
yang tengah melakukan kunjungan ke Belanda dalam rangka Studi Banding
untuk keperluan RUU KUHAP dan KUHP dalam pertemuan yang diadakan di
KBRI Denhaag, baru baru ini.
Head of Dept. Communication and Information, PPI Belanda
, Ryvo Octaviano kepada ANTARA London, Sabtu mengatakan dalam
pertemuan dan tatap muka bersama pelajar dan masyarakat Indonesia di
Belanda yang dihadiri sekitar 50 peserta Komisi III DPR RI dipimpin
Gede Pasek Suantika dari Partai Demokrat yang juga menjadi juru
bicara saat diskusi.
Dalam diskusi dengan Komisi III DPR RI para pelajar yang
tengah menuntut ilmu di Belanda juga menuntut agar pemberantasan
korupsi dijalankan dengan serius.
Serta pengusutan kasus-kasus korupsi dilakukan dengan
tuntas dan tidak tebang pilih, khususnya yang menyangkut koruptor
yang merugikan negara. Selain itu meminta agar penindakan kasus
terorisme dilakukan dalam koridor HAM dan hukum yang benar.
Kepada Komisi III DPR RI yang juga dihadiri Tjatur
Sapto Edi dari PAN dan Ade Surapriatna dari Partai Golkar , PPI
Belanda memandang studi banding ke luar negeri adalah sebuah
mekanisme yang dapat ditempuh DPR RI dalam upaya memperkaya wawasan
dalam proses pembuatan perundangan di Indonesia.
Namun demikian, banyaknya sikap kritis dari masyarakat
tentang studi banding ini masih kerap terjadi dikarenakan tidak
transparannya proses studi banding dari tahap persiapan hingga
evaluasi pasca kepulangan.
Untuk itu, PPI Belanda melihat perlunya memberikan
rekomendasi kepada DPR RI tentang skema studi banding yang perlu
ditempuh DPR RI agar studi banding menjadi bermanfaat dan terhindar
dari dugaan negatif publik, demikian Ryvo Octaviano Graduate Student
Systems & Control, Technische Universiteit Eindhoven.
PPI merekomendasikan agar panca-skema studi banding luar
negeri DPR RI juga dilakukan studi kelayakan, sebagai bentuk analisa
pendahuluan tentang kebutuhan studi banding; wawasan apa yang
diperlukan, negara tujuan mana yang sesuai, lembaga apa yang tepat,
serta siapa yang cocok untuk ditemui. Studi kelayakan ini berisikan
Tujuan, sasaran, capaian, dan indikator keberhasilan.
Selain kualitas konten dari studi banding perlu
disiapkan dengan baik dan cermat. DPR RI perlu memiliki panduan yang
jelas tentang studi banding yang akan dijalankan; basis wawasan dasar
sebelum berangkat, pertanyaan yang ingin disampaikan ketika
kunjungan, dan analisa yang mendalam setelah kepulangan.
Jumlah peserta studi banding juga perlu diefisienkan
sesuai dengan akuntabilitas keuangan karena publik perlu mengetahui
berapa jumlah anggaran yang dikeluarkan DPR RI dalam setiap studi
bandingnya.
Tidak sekedar jumlah totalnya melainkan juga detail per
pengeluaran sehingga publik mengetahui betul kemana uang rakyat
dialokasikan selain untuk mendiseminasi informasi dari tahap
persiapan, selama studi banding, dan setelah kepulangan.
Publik perlu mendapatkan informasi secara berkala
tentang agenda studi banding ini sejak sebelum keberangkatan melalui
pers conference atau website.
Selama studi banding pun DPR RI perlu melakukan temu
muka dengan masyarakat Indonesia di negara tujuan, serta setelah
kepulangan perlu adanya laporan khusus yang disiapkan tentang
pencapaian selama studi banding berbasis rencana yang telah dibuat
sebelumnya.
Tindak Lanjut, akhirnya studi banding akan sia sia bila
tidak ada kelanjutan yang jelas setelahnya. Untuk itu diperlukan
tindak lanjut yang jelas, terutama dalam hal masukan terhadap konten
perundangan atau kebijakan yang tengah di susun.
Sebelumnya Gede Pasek memaparkan latar belakang
kebutuhan revisi KUHP dan KUHAP, yang menurut pertimbang bahwa kedua
UU ini telah uzur dan butuh banyak perbaikan dan perubahan agar bisa
semakin bermanfaat untuk rakyat.
Dalam sesi tanya jawab dimulai oleh Rihan Handaulah dari
TU Delft yang mempertanyakan tentang tujuan, sasaran, alasan, serta
indikator keberhasilan dari studi banding yang dijalankan. Kemudian
Omar Razak dari The Hague School of Applied Science mempertanyakan
mengapa bukan pakar yang melakukan studi banding.
Pertanyaan ketiga disampaikan Baskoro Muhammad dari
Groningen University yang kembali mempertanyakan rasionalitas
formalitas keberangkatan serta kualitas subtansi perjalanan, dan
menyinggung tentang kebutuhan dana studi banding yang menurut
informasi media mencapai 6.5 Miliar Rupiah. ***1*** (ZG)
(T.H-ZG/B/O.
Tamindael/O. Tamindael) 18-05-2013 08:54:52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar