Produk coklat Indonesia tembus pasar Eropa
News ID: 573303
London (ANTARA) - Paviliun Indonesia mendapat respon positif dan perhatian banyak pengunjung dalam pameran coklat terbesar di dunia, Salon du Chocolat 2019 di Paris, Perancis menghadirkan lima eksibitor Indonesia.
Dalam Salon Du Chocolat tahun 2017, hanya ada dua peserta pameran dari Indonesia yang pada pameran tahun 2017 tersebut menghasilkan potensi transaksi diperkirakan sebesar 720 ribu US Dollar.
Pensosbud KBRI Paris Jane Rungkat kepada Antara London, Jumat menyebutkan Duta Besar Indonesia di Perancis, Arrmanatha Nasir, membuka secara resmi Paviliun Indonesia yang dihadiri Presiden Syndicat du Chocolat Mr. Patrick Poirrier, Managing Director Salon Du Chocolat Mr. Gérald Palacios, Kepala BPOM Ibu Penny Lukito dan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat, membawa coklat single-origin andalan Sumba.
Dalam pembukaan Paviliun Indonesia pada hari Rabu, (30/10),Dubes Arrmanatha Nasir menyampaikan Perancis termasuk importir terbesar untuk produk kakao dengan 64% dari total impor produk kakao adalah dalam bentuk coklat. Melihat kondisi ini dan berkembangnya bisnis coklat di tanah air, Indonesia harus dapat mengambil peluang pasar tersebut.
Paviliun Indonesia tampil lebih ‘manis’ dan kuat, dengan lima perusahaan dan produsen coklat terkemuka Tanah Air, yaitu Pod Junglempire (dari Bali), Krakakoa, Ewwon Chocolate, Timor Mitraniaga (dengan brand ‘Gaura’), dan Biji Kakao Trading. Selain memproduksi coklat, kelima perusahaan tersebut juga turut bergerak di bidang perdagangan coklat, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan sumber manusia dalam pertanian dan pengolahan coklatnya.
Strategi pemasaran produk coklat Indonesia disandingkan dengan potensi pariwisata Nusantara. Hal ini sesuai dengan selera wisatawan Prancis, yang menyukai destinasi wisata adventure, eco-tourism, atau specialty, seperti perjalanan mengunjungi pabrik coklat, pengalaman memetik teh dah buah, atau hidup di alam terbuka seperti pertanian atau perkebunan.
Dengan menyatukan promosi produk dengan pariwisata, harapannya semakin banyak wisatawan asing yang berminat merasakan coklat Indonesia langsung di Indonesia, misalnya di Bali atau Sumba, NTT.
Salon Du Chocolat merupakan pameran coklat terbesar di dunia diadakan di beberapa kota di dunia termasuk Paris. Ide awal pameran sebagai jembatan antara pengusaha coklat dengan produsen biji coklat. Seiring berjalannya waktu, inovasi di bidang coklat kian meluas dan kini ikut menggandeng pelaku-bisnis di bidang pastry.
Pameran tahun ini diperkirakan dihadiri oleh 10,8 juta pengunjung dengan 230 exhibitor berasal dari 17 negara. Potensi perdagangan yang besar di acara ini menjadi harapan bagi Indonesia memperkenalkan coklat-coklat dalam negeri yang memiliki kualitas setara dan bahkan lebih baik dibandingkan dengan kualitas coklat ternama di dunia. (ZG)
Dalam Salon Du Chocolat tahun 2017, hanya ada dua peserta pameran dari Indonesia yang pada pameran tahun 2017 tersebut menghasilkan potensi transaksi diperkirakan sebesar 720 ribu US Dollar.
Pensosbud KBRI Paris Jane Rungkat kepada Antara London, Jumat menyebutkan Duta Besar Indonesia di Perancis, Arrmanatha Nasir, membuka secara resmi Paviliun Indonesia yang dihadiri Presiden Syndicat du Chocolat Mr. Patrick Poirrier, Managing Director Salon Du Chocolat Mr. Gérald Palacios, Kepala BPOM Ibu Penny Lukito dan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat, membawa coklat single-origin andalan Sumba.
Dalam pembukaan Paviliun Indonesia pada hari Rabu, (30/10),Dubes Arrmanatha Nasir menyampaikan Perancis termasuk importir terbesar untuk produk kakao dengan 64% dari total impor produk kakao adalah dalam bentuk coklat. Melihat kondisi ini dan berkembangnya bisnis coklat di tanah air, Indonesia harus dapat mengambil peluang pasar tersebut.
Paviliun Indonesia tampil lebih ‘manis’ dan kuat, dengan lima perusahaan dan produsen coklat terkemuka Tanah Air, yaitu Pod Junglempire (dari Bali), Krakakoa, Ewwon Chocolate, Timor Mitraniaga (dengan brand ‘Gaura’), dan Biji Kakao Trading. Selain memproduksi coklat, kelima perusahaan tersebut juga turut bergerak di bidang perdagangan coklat, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan sumber manusia dalam pertanian dan pengolahan coklatnya.
Strategi pemasaran produk coklat Indonesia disandingkan dengan potensi pariwisata Nusantara. Hal ini sesuai dengan selera wisatawan Prancis, yang menyukai destinasi wisata adventure, eco-tourism, atau specialty, seperti perjalanan mengunjungi pabrik coklat, pengalaman memetik teh dah buah, atau hidup di alam terbuka seperti pertanian atau perkebunan.
Dengan menyatukan promosi produk dengan pariwisata, harapannya semakin banyak wisatawan asing yang berminat merasakan coklat Indonesia langsung di Indonesia, misalnya di Bali atau Sumba, NTT.
Salon Du Chocolat merupakan pameran coklat terbesar di dunia diadakan di beberapa kota di dunia termasuk Paris. Ide awal pameran sebagai jembatan antara pengusaha coklat dengan produsen biji coklat. Seiring berjalannya waktu, inovasi di bidang coklat kian meluas dan kini ikut menggandeng pelaku-bisnis di bidang pastry.
Pameran tahun ini diperkirakan dihadiri oleh 10,8 juta pengunjung dengan 230 exhibitor berasal dari 17 negara. Potensi perdagangan yang besar di acara ini menjadi harapan bagi Indonesia memperkenalkan coklat-coklat dalam negeri yang memiliki kualitas setara dan bahkan lebih baik dibandingkan dengan kualitas coklat ternama di dunia. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar