Jumat, 12 Maret 2010

JERMAN BANTU PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT PANGANDARAN

JERMAN BANTU PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT PANGANDARAN

Berlin, 12/3 (ANTARA) - Obyek wisata berbasis masyarakat sangat digemari masyarakat Jerman, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup Federal Jerman memberikan perhatian khusus dengan membantu proyek pengembangan wisatawan ecotourism di daerah Pangandaran.


Indonesia menjadi salah satu proyek dari Kementerian Lingkungan Hidup Federal Jerman dalam mengembangkan obyek wisata berbasis masyarakat, ujar Direktur Exsekutif Indonesia Ecotourism Netwrok (Indecon), Ary S Suhandi kepada koresponden Antara London, di Pavilion Indonesia di gedung Mesee Berlin, Jumat.


Menurut Ary S Suhandi, pada awalnya pemerintah Jerman memberikan bantuan pada saat kejadian tsunami di Pangandaran tahun 2006 yang menelan korban lebih 240 orang yang meninggal dunia yang mengakibatkan pariwisata menurun.


Untuk itu, Pemerintah Jerman membantu merehabilitasi Pangandaran, ujarnya khususnya dari Kementerian Lingkungan Hidup Federal Jerman pada tahun 2007 bantuan yang diterima melalui Organisasi Pariwisata Dunia yang berada dibawah PBB, WTO.


Dikatakannya, bantuan yang diberikan berupa alat teknis guna melakukan rehabilitasi Pangandaran dengan membawa konsep Sustainable Tourism. Harapnya, Indonesia menjadi pilot proyek untuk negara lainnya khususnya untuk negara di Asia Tenggara.


Diakuniya, awalnya Pangandaran jauh sebelum tsunami dikenal sebagai obyek wisata masal di kawasan pantai yang dikenal dengan berbagai kekurangan dan juga kurang diatur serta kotor.


Bantuan yang diberikan sesuai dengan konsep WTO dengan menggunakan pedoman pariwisata keanekaragaman hayati dan yang mempunyai pedoman global yang diterapkan oleh program lingkungan hidup PBB.


Dua negara Thailand dan Indonesia digunakan sebagai percobaan dari implementasi untuk global guideline-nya dari bantuan Pemerintah Jerman melalui WTO itu, ujarnya.


Menurut ary S SUhandi, Indonesia dinilai oleh WTO lebih sukses karena kita mengikuti guideline dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan organisasi PBB tersebut dan juga pastisipasi masyarakat cukup besar dalam tahun pertama dilakukannya perencanaan.


Meskipun awalnya sulit namun setelah empat bulan, sekitar 160 masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap kali pertemuan yang diadakan di Pandandaran.


Perencanaan yang menggunakan mekanisme local working group (LGW) terdiri dari 15 organisasi di Pangandaran seperti PHRI, pemandu dan berbagai kalangan yang bergerak dalam dunia pariwisata dan kebudayaan.


Mereka lah yang menggerakan masyarakat untuk membuat perencanaan dan implementasi yang dilakukan Indecon oleh WTO yang kegiatannya mulai dari tingkat kabupaten hingga ke bawah, ujarnya.


Akhirnya Indecon membuat perencanaan yang diadopsi di tingkat lokal dan juga di tingkat internasional. "Indonesia satu satunya mengadopsi perencanaan tersebut mulai dari tingkat nasional propinsi kabupaten dan masyarakat," ujarnya.

Menurut Ary, sebelumnya, masyarakat melakukan deklarasi dan diminta komitmennya untuk mau mengubah diri dengan visi yang lebih baik.

"Saya memang tidak bermimpi Pangandaran bisa dirubah secepatnya dan karena perencanaan yang dibuat dalam kurun waktu 10 tahun diharapkan sudah akan ada perubahan," ujarnya.

Hingga saat ini, salah satu yang berhasil dikerjakan adalah sebanyak 16 produk baru salah satunya yang dijual di Berlin yaitu Indonesian EcoTravel yang produk utamanya berhubungan dengan konservasi sumber daya alam yang akan dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat sekitar.


Ary memberikan contoh salah satunya adopsi koral, wisatawan dengan membayar 250 ribu rupiah dapat mengadopsi koral dengan kontrak selama satu tahun dan mereka akan mendapatkan laporan setiap tiga bulan mengenai koral yang mereka adopsi.


Dengan harapan turis akan dapat membantu kelestarian lingkungan, ujarnya.

Program lainnya yang membentuk empat tematik tur di dalam hutan yaitu intrepertasi dengan melakukan pelatihan bagi para pemandu pariwisata, dan perbaiki kualitas mereka dalam melakukan pelayanan kepada wisatawan asing.

Selain itu, program tersebut juga berhasil merevalitasi tiga tarian yang sudah hampir ilang seperti Tarian Ronggeng Gunung, Rengkong dan Gondang yang ditemukan di suatu desa.


Kesenian yang mulai punah itu kembali ditampilkan dihadapan wisatawan dengan kemasan pertunjukkan dalam acara makan malam. Budaya Ronggeng Gunung tidak akan keluar dari desa tetapi memberikan keuntungan untuk masyarakat, ujarnya.


Wisatawan juga dapat melakukan wisata dengan menggunakan kendaraan becak tur di daerah pegunungan dengan konsep satu becak satu orang, dengan demikian masyarakat desa akan memperoleh keuntungan, ujarnya hanya saja sudah disepakati harga diseragamkan dan para tukang becak harus dapat menjaga citra.


Kegemaran bersepeda juga menjadi salah satu proyek yang diperkenalkan kepada wisatawan dengan bersepeda di tengah sawah yang saat ini telah tersedia tujuh jalur bersepeda untuk wisatawan yang ingin berwisata sepeda gunung.


Menurut Ary, ada hal yang lebih penting lagi adalah proyek perencanaan mengenai tanda tanda bila terjadi bencana dengan tersedia tangga ke bukit untuk tempat mencari pengamanan bila terjadi tsunami maka masyarakat sekitar sudah tahu akan kemana.


Dikatakannya, setelah proyek berjalan kunjungan wisata pada tahun 2008/2009 meningkat 20 persen mencapai 520 ribu setiap tahun, sedangkan wisatawan asing naik menjadi 10 ribu setahun dan diharapkan dengan kehadiran di ITB Berlin ini diharapkann akan terus meningkat. (U-ZG)

(T.H-ZG/B/M012/M012) 12-03-2010 20:03:33

Tidak ada komentar: