PELUNCURAN
INDONESIAN INTERFAITH SCHOLARSHIP DI UNI EROPA
London, 1/6
(ANTARA) - Indonesia meluncurkan program beasiswa "Interfaith
Scholarship" kepada 15 orang pemangku kepentingan di lingkungan penentu
kebijakan di Parlemen Eropa, European External Action Service (EEAS), Komisi
Eropa dan analis dari "think tank" yang berada di Brussel.
Dubes RI
Brussels Arif Havas Oegroseno kepada ANTARA London, Jumat, menyebutkan
pemilihan Brussels sebagai tempat peluncurannya mengingat Brussels, ibu kota
Uni Eropa, yang mewakili 27 negara di Eropa dengan 500 juta penduduk dengan berbagai keragaman budaya dan agama.
Anggota Parlemen
Eropa Dr. Werner Langen asal Jerman dari Christian Democrat Party yang juga
Ketua Delegasi ASEAN di Parlemen Eropa menyambut baik tawaran Indonesian
Interfaith Scholarship dari pemerintah Indonesia bagi warga Uni Eropa.
Pemerintah
Indonesia melalui kunjungan Sekjen Kementerian Agama, Dr. Bahrul Hayat, Ph.D.
menawarkan format baru beasiswa untuk memahami secara langsung kehidupan
kerukunan beragama di Indonesia kepada pejabat dan think tank di lingkungan
lembaga-lembaga Uni Eropa di Brussels.
Dalam
kunjungannya ke Brussels, Sekjen Kementerian Agama didampingi Dubes Arif Havas
Oegroseno meluncurkan program beasiswa Indonesian Interfaith Scholarship yang
diberikan kepada 15 pemangku kepentingan di lingkungan penentu kebijakan
Parlemen Eropa, European External Action Service (EEAS), Komisi Eropa dan
analis dari "think tank" yang berada di Brussel.
Selama
tiga minggu, mereka akan melakukan
pengenalan, pembelajaran, dan diskusi dengan berbagai kalangan di bidang
kerukunan beragama ke beberapa kota di Indonesia, antara lain Yogyakarta,
Semarang, Bali dan Manado.
Kunjungan
singkat itu dapat menjadi dasar bagi mereka yang menginginkan untuk
mendalaminya secara akademis melalui pada tingkat strata dua (S-2) atau S-3 di
Indonesia.
Format beasiswa
seperti ini adalah yang pertama kali diluncurkan oleh Indonesia.
Uni Eropa
sebagai salah satu demokrasi juga dapat memberikan pandangan bagi Indonesia
tentang pengelolaan kerukunan beragama di tengah-tengah kemajemukan budaya.
Pengenalan
secara langsung suasana kerukunan beragama di Indonesia perlu dilakukan
mengingat upaya penciptaan persepi negatif tentang kerukunan beragama di
Indonesia dilakukan tanpa objektivitas dan "hard facts".
Misalnya,
politikus Parlemen Eropa yang sering mendapatkan info sepihak tentang masalah
rumah ibadah di Indonesia, kemudian merasa kagum dengan jumlah rumah ibadah
nonmuslim yang berjumlah hingga 97.000
rumah ibadah.
Bagi mereka,
97.000 rumah ibadah nonmuslim di negara dengan mayoritas Muslim terbesar di
dunia merupakan suatu bukti fakta bahwa kerukunan beragama di Indonesia sangat
kuat.
Sekjen Kemenag
mengharapkan, baik Indonesia maupun Uni Eropa, memiliki filosofi dan semangat
yang sama dalam menciptakan masyarakat majemuk yang harmonis.
Ia berharap
beasiswa tersebut akan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai
kondisi dan tantangan yang dihadapi masyarakat majemuk di Indonesia maupun Uni
Eropa.
Sebagai tindak lanjut kegiatan interfaith
dialogue, Dubes Oegroseno menjelaskan pentingnya implementasi dialog lintas
agama dilakukan dalam bentuk aksi nyata berupa interaksi langsung antara
masyarakat Indonesia dan Uni Eropa.
Ia
mengharapkan kedua komunitas tersebut dapat memahami bagaimana keduanya
mengelola keberagaman agama dan budaya di komunitas mereka masing-masing yang
heterogen dan majemuk. ***3***
(T.H-ZG/B/D007/D007) 01-06-2012 22:43:29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar