Jumat, 01 Juni 2012

INTERFAITH


          PELUNCURAN INDONESIAN INTERFAITH SCHOLARSHIP DI UNI EROPA

          London, 1/6 (ANTARA) - Indonesia meluncurkan program beasiswa "Interfaith Scholarship" kepada 15 orang pemangku kepentingan di lingkungan penentu kebijakan di Parlemen Eropa, European External Action Service (EEAS), Komisi Eropa dan analis dari "think tank" yang berada di Brussel.

         Dubes RI Brussels Arif Havas Oegroseno kepada ANTARA London, Jumat, menyebutkan pemilihan Brussels sebagai tempat peluncurannya mengingat Brussels, ibu kota Uni Eropa, yang mewakili 27 negara di Eropa dengan 500 juta penduduk  dengan berbagai keragaman budaya dan agama. 
    Anggota Parlemen Eropa Dr. Werner Langen asal Jerman dari Christian Democrat Party yang juga Ketua Delegasi ASEAN di Parlemen Eropa menyambut baik tawaran Indonesian Interfaith Scholarship dari pemerintah Indonesia bagi warga Uni Eropa.

         Pemerintah Indonesia melalui kunjungan Sekjen Kementerian Agama, Dr. Bahrul Hayat, Ph.D. menawarkan format baru beasiswa untuk memahami secara langsung kehidupan kerukunan beragama di Indonesia kepada pejabat dan think tank di lingkungan lembaga-lembaga Uni Eropa di Brussels.

         Dalam kunjungannya ke Brussels, Sekjen Kementerian Agama didampingi Dubes Arif Havas Oegroseno meluncurkan program beasiswa Indonesian Interfaith Scholarship yang diberikan kepada 15 pemangku kepentingan di lingkungan penentu kebijakan Parlemen Eropa, European External Action Service (EEAS), Komisi Eropa dan analis dari "think tank" yang berada di Brussel.

         Selama tiga  minggu, mereka akan melakukan pengenalan, pembelajaran, dan diskusi dengan berbagai kalangan di bidang kerukunan beragama ke beberapa kota di Indonesia, antara lain Yogyakarta, Semarang, Bali dan Manado.

         Kunjungan singkat itu dapat menjadi dasar bagi mereka yang menginginkan untuk mendalaminya secara akademis melalui pada tingkat strata dua (S-2) atau S-3 di Indonesia.

         Format beasiswa seperti ini adalah yang pertama kali diluncurkan oleh Indonesia.

         Uni Eropa sebagai salah satu demokrasi juga dapat memberikan pandangan bagi Indonesia tentang pengelolaan kerukunan beragama di tengah-tengah kemajemukan budaya.

         Pengenalan secara langsung suasana kerukunan beragama di Indonesia perlu dilakukan mengingat upaya penciptaan persepi negatif tentang kerukunan beragama di Indonesia dilakukan tanpa objektivitas dan "hard facts".

         Misalnya, politikus Parlemen Eropa yang sering mendapatkan info sepihak tentang masalah rumah ibadah di Indonesia, kemudian merasa kagum dengan jumlah rumah ibadah nonmuslim yang berjumlah hingga  97.000 rumah ibadah.

         Bagi mereka, 97.000 rumah ibadah nonmuslim di negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia merupakan suatu bukti fakta bahwa kerukunan beragama di Indonesia sangat kuat.

         Sekjen Kemenag mengharapkan, baik Indonesia maupun Uni Eropa, memiliki filosofi dan semangat yang sama dalam menciptakan masyarakat majemuk yang harmonis.

         Ia berharap beasiswa tersebut akan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai kondisi dan tantangan yang dihadapi masyarakat majemuk di Indonesia maupun Uni Eropa.

         Sebagai tindak lanjut kegiatan interfaith dialogue, Dubes Oegroseno menjelaskan pentingnya implementasi dialog lintas agama dilakukan dalam bentuk aksi nyata berupa interaksi langsung antara masyarakat Indonesia dan Uni Eropa.

         Ia mengharapkan kedua komunitas tersebut dapat memahami bagaimana keduanya mengelola keberagaman agama dan budaya di komunitas mereka masing-masing yang heterogen dan majemuk. ***3***
(T.H-ZG/B/D007/D007) 01-06-2012 22:43:29

         

Tidak ada komentar: