AHLI JERMAN KAJI
TEKNIK MENENUN ULOS BATAK
London, 23/6
(ANTARA) - Komunitas Batak memiliki pengetahuan tradisional bernilai tinggi
tentang menenun Ulos Batak yang sayangnya dewasa ini sudah mulai ditinggalkan
oleh para penenun Batak.
Padahal hasil
tenunan dengan teknik tradisionl lebih bagus daripada menggunakan teknik
modern, demikian pandangan pakar Etnologis Dr Sandra Niessen dalam acara
pameran tekstil Ulos Batak di Gallery Smend, di Kota Koeln, Jerman.
Fungsi
Pensosbud KJRI Frankfurt Hendriek Yopin kepada ANTARA London, Sabtu
menyebutkan dalam pameran tersebut Dr
Niessen menayangkan secara detil bagaimana ulos ditenun dengan teknik
tradisional yang sarat dengan nilai-nilai filsafat.
Melalui film
singkat berdurasi 30 menit dengan judul "Rangsa ni Tonun" yang dibuat
MJA Nashir dan setiap tahapan pembuatan ulos mengandung makna spiritual yang
jika diurut bermuara kepada kebesaran Tuhan sang pencipta.
Konjen RI di Frankfurt, Damos Dumoli
Agusman menyatakan kekagumannya atas upaya Dr Niessen dan Nashir merekonstruksi
pengetahuan tradisional teknik menenun Ulos yang hampir saja menjadi bagian
sejarah dari budaya Batak.
Dikatakannya
alat tradisional tenun Batak memang sudah hampir punah karena beralih ke alat
yang lebih modern. Namun demikian teknik pembuatan tradisional perlu
didokumentasikan dan dilestarikan.
Pengetahuan
tradisional sedang diperjuangkan di
forum World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa sebagai hak
intelektual komunitas yang akan mendapat perlindungan dari perspektif HAKI,
ujarnya.
Diharapkan
dokumentasi ini akan membantu Pemerintah mengidentifikasi dan merekonstruksi
kembali pengetahuan tradisional komunitas adat Indonesia yang mulai punah.
Hal ini dengan
sendirinya memperkuat perlindungan HAKI terhadap kemungkinan diklaim komunitas
atau Negara lain, ujarnya.
Menurut Konjen
sudah tentu pengetahuan ini milik komunitas Batak dan upaya Niessen ini semakin
memperkokoh kepemilikan orang Batak atas intelektual.
Pengetahuan
tradisional dan direkonstruksi secara sistematis serta dikemas dalam media yang dapat dipahami semua
lapisan pengamat di dunia sehingga komunitas Batak tidak perlu lagi kuatir
tentang titel kepemilikannya, ujar
Damos.
Dalam Film
tersebut dikisahkan secara visual para penenun Batak menggunakan alat dan
bahan-bahan yang sangat sederhana namun sangat kaya dengan makna filosofisnya.
Dalam
penuturannya, Dr Niessen berhasil mengumpulkan data-data dari berbagai arsip
tentang teknik menenun ini dan membuat kembali alat-alat tersebut.
Dia
menunjukkan alat ini kepada sekelompok wanita Batak yang telah berusia lanjut
dan tidak dapat membendung air matanya pada saat wanita tersebut memperagakan
teknik traditional menenun dengan menggunakan alat-alat itu.
Mereka sudah
lama tidak melihat alat ini namun memorinya masih sempurna untuk menggunakan
apa yang dialami pada saat remaja dan
sayang sekali teknik ini tidak lagi berkembang dalam komunitas Batak dewasa
ini, ujar Dr Niessen.
Pameran ini
diselenggarakan Rudolf Smend, yang telah lama menggeluti teknik pembuatan Batik
Indonesia dan dihadiri pakar tenun dan akademisi Jerman yang tertarik dengan
Indonesia.
Dalam pameran
tersebut hadir mantan misionaris Jerman yang pernah menetap di tanah Batak
setelah era misionaris terkenal Jerman Dr Ingwer L Nomensen.
***3*** (ZG)
(T.H-ZG/B/M019/M019) 23-06-2012 06:50:52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar