Yenni Wahid serukan dialog perkuat toleransi
News ID: 296884
London (ANTARA) - Direktur Wahid Institut, Yenny Wahid, menghimbau masyarakat Indonesia di Jerman untuk memperbanyak dialog dan komunikasi antar elemen bangsa, hal ini diperlukan ountuk mengantisipasi fenomena “divided nations“ yang tengah menggejala di berbagai negara saat ini.
Hal itu diungkapkan Yenny dalam acara Bincang Santai dengan sekitar 70 warga Indonesia di Berlin yang berlangsung di KBRI Berlin Minggu, (23/6).
Pensosbud KBRI Berlin Hannan Hadi dalam keterangan kepada Antara London, Rabu menyebutkan dalam acara bincang tersebut dipandu Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno bertindak selaku moderator.
Menurut Yenny, hasil survei Wahid Institut menekankan perlunya membangun pemahaman yang lebih baik melalui dialog yang konstruktif di semua lapisan masyarakat. “Kita perlu banyak ketemu banyak dialog. Mengedapankan titik-titik persamaan dan menjembatani perbedaan. Kalau sudah saling mengerti, saling paham, Insya Allah saling tuding dan saling curiga akan berkurang”, ujarnya.
Diakuinya media sosial juga menjadi alat untuk memperoleh keuntungan finansial dengan cara menyebarkan hoax untuk menciptakan perpecahan. “Kita perlu membangun konter narasi terhadap berbagai hoaks dan fakenews yang berkembang di media sosial. Ini juga salah satu bentuk dialog yang penting kita kembangkan terus menerus.
Sementara itu Dubes Oegroseno menyebutkan salah satu aspek penting dalam diskursus kebebasan berpendapat adalah pencapaian titik keseimbangan antara kebebasan pendapat dengan kepentingan umum dan kebebasan pendapat orang lain.
“Hukum internasional tentang keseimbangan kebebasan berpendapat dengan kepentingan umum sudah diatur secara jelas. Selain itu juga terdapat berbagai yurisprudensi tentang hal ini. Di Eropa sendiri terjadi debat yg luas tentang keseimbangan freedom of speech dengan hate speech dan hoax - fake news”, ujar Dubes Oegroseno
Saat ditanya Dubes Oegroseno mengenai peran ulama dan penceramah wanita di Indonesia saat ini, Yenny menjelaskan bahwa saat ini jumlah penceramah wanita meningkat. Dalam beberapa hal ulama dan penceramah wanita lebih efektif dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat.
Wanita juga memegang peran penting dalam memberantas sikap intoleransi di kalangan masyarakat, terutama melalui pendidikan yang bermula dari keluarga. Beberapa isu lain juga mengemuka selama dialog, antara lain terkait dengan politik identitas, arah demokrasi Indonesia ke depan, serta peran dan sinergitas Wahid Institut menghadapi perkembangan situasi Indonesia saat ini.
Pada kesempatan kunjungan di Berlin, puteri ketiga Almarhum Gus Dur melakukan pertemuan dengan Kepala Departemen Agama dan Kerja Sama Internasional Kemlu Jerman, Duta Besar Volker Berresheim tanggal 24 Juni 2019. Dalam pertemuan dibahas mengenai kontribusi Indonesia untuk memajukan dialog antar umat beragama, khususnya terkait dengan KTT Religion for Peace yang akan diselenggarakan di Jerman bulan Agustus mendatang.
Di hari yang sama Yenny juga bertemu dengan mitranya dari Robert Bosch Stiftung, Sandra Breka. Pada kesempatan tersebut dibahas mengenai rencana kerjasama Wahid Institut dengan yayasan tersebut.(ZG)
Hal itu diungkapkan Yenny dalam acara Bincang Santai dengan sekitar 70 warga Indonesia di Berlin yang berlangsung di KBRI Berlin Minggu, (23/6).
Pensosbud KBRI Berlin Hannan Hadi dalam keterangan kepada Antara London, Rabu menyebutkan dalam acara bincang tersebut dipandu Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno bertindak selaku moderator.
Menurut Yenny, hasil survei Wahid Institut menekankan perlunya membangun pemahaman yang lebih baik melalui dialog yang konstruktif di semua lapisan masyarakat. “Kita perlu banyak ketemu banyak dialog. Mengedapankan titik-titik persamaan dan menjembatani perbedaan. Kalau sudah saling mengerti, saling paham, Insya Allah saling tuding dan saling curiga akan berkurang”, ujarnya.
Diakuinya media sosial juga menjadi alat untuk memperoleh keuntungan finansial dengan cara menyebarkan hoax untuk menciptakan perpecahan. “Kita perlu membangun konter narasi terhadap berbagai hoaks dan fakenews yang berkembang di media sosial. Ini juga salah satu bentuk dialog yang penting kita kembangkan terus menerus.
Sementara itu Dubes Oegroseno menyebutkan salah satu aspek penting dalam diskursus kebebasan berpendapat adalah pencapaian titik keseimbangan antara kebebasan pendapat dengan kepentingan umum dan kebebasan pendapat orang lain.
“Hukum internasional tentang keseimbangan kebebasan berpendapat dengan kepentingan umum sudah diatur secara jelas. Selain itu juga terdapat berbagai yurisprudensi tentang hal ini. Di Eropa sendiri terjadi debat yg luas tentang keseimbangan freedom of speech dengan hate speech dan hoax - fake news”, ujar Dubes Oegroseno
Saat ditanya Dubes Oegroseno mengenai peran ulama dan penceramah wanita di Indonesia saat ini, Yenny menjelaskan bahwa saat ini jumlah penceramah wanita meningkat. Dalam beberapa hal ulama dan penceramah wanita lebih efektif dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat.
Wanita juga memegang peran penting dalam memberantas sikap intoleransi di kalangan masyarakat, terutama melalui pendidikan yang bermula dari keluarga. Beberapa isu lain juga mengemuka selama dialog, antara lain terkait dengan politik identitas, arah demokrasi Indonesia ke depan, serta peran dan sinergitas Wahid Institut menghadapi perkembangan situasi Indonesia saat ini.
Pada kesempatan kunjungan di Berlin, puteri ketiga Almarhum Gus Dur melakukan pertemuan dengan Kepala Departemen Agama dan Kerja Sama Internasional Kemlu Jerman, Duta Besar Volker Berresheim tanggal 24 Juni 2019. Dalam pertemuan dibahas mengenai kontribusi Indonesia untuk memajukan dialog antar umat beragama, khususnya terkait dengan KTT Religion for Peace yang akan diselenggarakan di Jerman bulan Agustus mendatang.
Di hari yang sama Yenny juga bertemu dengan mitranya dari Robert Bosch Stiftung, Sandra Breka. Pada kesempatan tersebut dibahas mengenai rencana kerjasama Wahid Institut dengan yayasan tersebut.(ZG)