Memaknai Deklarasi Abu Dhabi
News ID: 283198
London (ANTARA) - Tantangan global dewasa ini meliputi antara lain pacuan senjata, ketidakadilan sosial, korupsi, kesenjangan ekonomi, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, dan ekstremisme. Untuk menanggulangi tantangan ini diperlukan dialog dan kerja sama internasional. Hal ini sejalan dengan Dokumen tentang Persaudaraan Manusia bagi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama (Deklarasi Abu Dhabi) yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Ahmad Al-Tayyeb.
Demikian antara lain cuplikan makalah Prof Syafiq A. Mughni dalam Seminar Internasional “Interreligious Dialogue: Perspectives from Asia” yang diselenggarakan di Universitas Urbaniana, Italia, Selasa (18/6)
Pensosbud KBRI di Tata Suci Vatikan Muhammad Ferdien kepada Antara London, Rabu mengatakan seminar dihadiri sekitar 160 peserta diadakan oleh 13 Duta Besar negara-negara Asia untuk Takhta Suci Vatikan dikoordinasikan Dubes RI, Agus Sriyono.
Menurut Prof Syafiq, guna mengatasi tantangan tersebut diperlukan “Community-based Approach” yang didasari empati, rasa percaya, cinta, dan harapan. Di sini partisipasi komunitas secara menyeluruh sangat penting sehingga upaya manipulasi agama untuk menimbulkan konflik dapat dihindari.
Sementara itu, Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, Mons. Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.J, dalam makalah yang dibacakan Pastor Markus Solo, SVD menyatakan nilai-nilai dialog antaragama juga tercermin dalam Deklarasi Abu Dhabi, yakni penekanan atas pesan persaudaraan.
“Bahwa kita semua adalah bersaudara dengan dibangunnya ‘jembatan’ agar saling berkomunikasi untuk memunculkan dan menjaga kesadaran toleransi dan meruntuhkan tembok-tembok rasa takut dan ketidakpedulian.”
Dalam sambutan penutup, Mons. Paul R. Gallagher, Menlu Takhta Suci Vatikan, menggarisbawahi kembali aspek dialog antaragama dalam Deklarasi Abu Dhabi bahwa dialog, pemahaman, dan penyebarluasan mengenai toleransi, saling menerima, dan hidup bersama secara damai dapat berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi banyak masalah ekonomi, sosial, dan politik yang membebani sebagian besar masyarakat dunia.
Selain itu, ia juga mengutip pesan Paus Fransiskus dalam suatu kesempatan dialog antaragama merupakan hal yang diperlukan bagi perdamaian dunia dan adalah tugas bagi umat Katolik dan juga komunitas keagamaan lainnya.
Selepas seminar, acara dilanjutkan dengan menikmati sajian makanan Asia dari negara-negara penyelenggara Seminar, yakni Australia, Filipina, Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Korea Selatan, Lebanon, Malaysia, Taiwan, Timor Leste, dan Turki. (ZG)
Demikian antara lain cuplikan makalah Prof Syafiq A. Mughni dalam Seminar Internasional “Interreligious Dialogue: Perspectives from Asia” yang diselenggarakan di Universitas Urbaniana, Italia, Selasa (18/6)
Pensosbud KBRI di Tata Suci Vatikan Muhammad Ferdien kepada Antara London, Rabu mengatakan seminar dihadiri sekitar 160 peserta diadakan oleh 13 Duta Besar negara-negara Asia untuk Takhta Suci Vatikan dikoordinasikan Dubes RI, Agus Sriyono.
Menurut Prof Syafiq, guna mengatasi tantangan tersebut diperlukan “Community-based Approach” yang didasari empati, rasa percaya, cinta, dan harapan. Di sini partisipasi komunitas secara menyeluruh sangat penting sehingga upaya manipulasi agama untuk menimbulkan konflik dapat dihindari.
Sementara itu, Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama, Mons. Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.J, dalam makalah yang dibacakan Pastor Markus Solo, SVD menyatakan nilai-nilai dialog antaragama juga tercermin dalam Deklarasi Abu Dhabi, yakni penekanan atas pesan persaudaraan.
“Bahwa kita semua adalah bersaudara dengan dibangunnya ‘jembatan’ agar saling berkomunikasi untuk memunculkan dan menjaga kesadaran toleransi dan meruntuhkan tembok-tembok rasa takut dan ketidakpedulian.”
Dalam sambutan penutup, Mons. Paul R. Gallagher, Menlu Takhta Suci Vatikan, menggarisbawahi kembali aspek dialog antaragama dalam Deklarasi Abu Dhabi bahwa dialog, pemahaman, dan penyebarluasan mengenai toleransi, saling menerima, dan hidup bersama secara damai dapat berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi banyak masalah ekonomi, sosial, dan politik yang membebani sebagian besar masyarakat dunia.
Selain itu, ia juga mengutip pesan Paus Fransiskus dalam suatu kesempatan dialog antaragama merupakan hal yang diperlukan bagi perdamaian dunia dan adalah tugas bagi umat Katolik dan juga komunitas keagamaan lainnya.
Selepas seminar, acara dilanjutkan dengan menikmati sajian makanan Asia dari negara-negara penyelenggara Seminar, yakni Australia, Filipina, Indonesia, Irak, Iran, Jepang, Korea Selatan, Lebanon, Malaysia, Taiwan, Timor Leste, dan Turki. (ZG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar