Asuransi Islam Sangat Diperlukan
Wednesday, 10 September 2014, 13:00 WIB
LONDON -- Guru besar akuntansi Islam di Inggris, Ros Haniffa dan Mohammad Hudaib, menilai akuntansi Islam sangat diperlukan untuk mencari keadilan ekonomi melalui prosedur, pengawasan, dan pelaporan yang terstruktur dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
"Pandangan kedua guru besar akuntansi Islam itu sesuai dengan keinginan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia yang didirikan pada 2001, yang menggunakan istilah "Akuntansi Syariah" untuk salah satu program studinya," kata Murniati Mukhlisin, dosen Tazkia yang saat ini tengah menuntut ilmu di University of Glasgow, Skotlandia, Inggris, kepada Antara di London, Sabtu (6/9).
Menurut penerima Beasiswa Diktis Kementerian Agama Republik Indonesia itu, Tazkia berhasil menelurkan alumni-alumni yang andal setiap tahunnya dan baru-baru ini mendapatkan predikat A dalam proses akreditasi program studi akuntansi Islam.
Dikatakannya, setelah lima tahun berjalan, istilah itu diubah menjadi "Akuntansi Islam", sejajar dengan istilah yang digunakan oleh perguruan tinggi Islam. Sementara itu, istilah Akuntansi Islam masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Sebagian setuju, sedangkan sebagian mengatakan istilah itu tidak ada dalam nomenklatur ilmu akuntansi. Prodi akuntansi Islam pertama dapat akreditasi A tahun ini.
Pembantu Ketua I STEI Tazkia Sugiyarti Fatma Laela secara terpisah mengatakan, di peringkat nasional, predikat A ini baru berhasil digondol oleh Program Studi Akuntansi Islam dari Tazkia.
"Sungguh amanah yang berat bagi program studi kami ke depannya," ujar Laela yang merupakan kandidat doktor akuntansi Islam dari Universitas Indonesia ini.
Istilah akuntansi Islam itu sendiri dicetuskan pertama kali oleh Toshikazu Hayashi pada 1989, seorang mahasiwa S-2 di International University of Japan, dengan bukunya yang terkenal, On Islamic Accounting: Its Future Impact on Western Accounting.
Bagi Hayashi, akuntansi Islam punya lima makna: yahsaba yang artinya mengukur, menghitung amal seseorang; hasaba artinya menjadi netral; dan tahasaba artinya mengharap imbalan di hari akhir dan menjadi pemegang tanggung jawab.
"Arti luas ini paralel dengan asma-asma Allah seperti Al Hasiib dan Al Muhshy, yang bermakna bahwa Allah senantiasa menghitung dengan teliti dan memperhatikan dengan saksama semua yang terjadi dan berlaku di dunia yang kelak semua manusia akan ditanya pertanggungjawabannya," ujar Muhammad Syafii Antonio, motivator Asmaul Husna dan juga ketua STEI Tazkia ini.
Memandang pentingnya makna Islam sebagai way of life, Hussein Shehata, seorang guru besar Universitas Al-Azhar Mesir, mengatakan bahwa semua sistem, baik sistem sosial, ekonomi, manajemen, maupun akuntansi, harus terintegrasi bagi semua pemeluk agama Islam.
Sementara itu, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta fokus mengembangkan kajian mengenai penerapan sistem penjaminan khusus untuk perbankan syariah. "Untuk itu, kami menjalin kerja sama dengan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)," kata Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Rizal Yahya, di Yogyakarta, Sabtu (6/9).
Dengan demikian, kata dia, ke depan diharapkan pengelolaan penjaminan simpanan bank syariah bisa dipisahkan dengan sistem pengelolaan dana penjaminan simpanan konvensional.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi UMY Imamudin Yuliadi mengatakan, bentuk konkret kerja sama itu adalah LPS akan memberikan materi perkuliahan sehingga bisa dijadikan bahan peningkatan kurikulum di Fakultas Ekonomi UMY. "Kami memiliki beberapa mata kuliah yang bisa dikaitkan dengan materi dari LPS seperti mata kuliah bank dan lembaga keuangan," katanya. antaraed: irwan kelana
"Pandangan kedua guru besar akuntansi Islam itu sesuai dengan keinginan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia yang didirikan pada 2001, yang menggunakan istilah "Akuntansi Syariah" untuk salah satu program studinya," kata Murniati Mukhlisin, dosen Tazkia yang saat ini tengah menuntut ilmu di University of Glasgow, Skotlandia, Inggris, kepada Antara di London, Sabtu (6/9).
Menurut penerima Beasiswa Diktis Kementerian Agama Republik Indonesia itu, Tazkia berhasil menelurkan alumni-alumni yang andal setiap tahunnya dan baru-baru ini mendapatkan predikat A dalam proses akreditasi program studi akuntansi Islam.
Dikatakannya, setelah lima tahun berjalan, istilah itu diubah menjadi "Akuntansi Islam", sejajar dengan istilah yang digunakan oleh perguruan tinggi Islam. Sementara itu, istilah Akuntansi Islam masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Sebagian setuju, sedangkan sebagian mengatakan istilah itu tidak ada dalam nomenklatur ilmu akuntansi. Prodi akuntansi Islam pertama dapat akreditasi A tahun ini.
Pembantu Ketua I STEI Tazkia Sugiyarti Fatma Laela secara terpisah mengatakan, di peringkat nasional, predikat A ini baru berhasil digondol oleh Program Studi Akuntansi Islam dari Tazkia.
"Sungguh amanah yang berat bagi program studi kami ke depannya," ujar Laela yang merupakan kandidat doktor akuntansi Islam dari Universitas Indonesia ini.
Istilah akuntansi Islam itu sendiri dicetuskan pertama kali oleh Toshikazu Hayashi pada 1989, seorang mahasiwa S-2 di International University of Japan, dengan bukunya yang terkenal, On Islamic Accounting: Its Future Impact on Western Accounting.
Bagi Hayashi, akuntansi Islam punya lima makna: yahsaba yang artinya mengukur, menghitung amal seseorang; hasaba artinya menjadi netral; dan tahasaba artinya mengharap imbalan di hari akhir dan menjadi pemegang tanggung jawab.
"Arti luas ini paralel dengan asma-asma Allah seperti Al Hasiib dan Al Muhshy, yang bermakna bahwa Allah senantiasa menghitung dengan teliti dan memperhatikan dengan saksama semua yang terjadi dan berlaku di dunia yang kelak semua manusia akan ditanya pertanggungjawabannya," ujar Muhammad Syafii Antonio, motivator Asmaul Husna dan juga ketua STEI Tazkia ini.
Memandang pentingnya makna Islam sebagai way of life, Hussein Shehata, seorang guru besar Universitas Al-Azhar Mesir, mengatakan bahwa semua sistem, baik sistem sosial, ekonomi, manajemen, maupun akuntansi, harus terintegrasi bagi semua pemeluk agama Islam.
Sementara itu, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta fokus mengembangkan kajian mengenai penerapan sistem penjaminan khusus untuk perbankan syariah. "Untuk itu, kami menjalin kerja sama dengan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)," kata Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Rizal Yahya, di Yogyakarta, Sabtu (6/9).
Dengan demikian, kata dia, ke depan diharapkan pengelolaan penjaminan simpanan bank syariah bisa dipisahkan dengan sistem pengelolaan dana penjaminan simpanan konvensional.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi UMY Imamudin Yuliadi mengatakan, bentuk konkret kerja sama itu adalah LPS akan memberikan materi perkuliahan sehingga bisa dijadikan bahan peningkatan kurikulum di Fakultas Ekonomi UMY. "Kami memiliki beberapa mata kuliah yang bisa dikaitkan dengan materi dari LPS seperti mata kuliah bank dan lembaga keuangan," katanya. antaraed: irwan kelana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar