Jumat, 05 September 2014

NOBEL

Peraih Nobel Ingatkan Indonesia Bersiap Hadapi Krisis

Peraih Nobel Ekonomi 2001, Joseph Eugene Stiglitz. (Foto: AFP)
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Peraih Nobel ekonomi tahun 2001, Joseph Eugene Stiglitz, mengingatkan negara-negara berkembang (emerging countries) termasuk Indonesia, harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi global di masa mendatang.
Joseph Eugene Stiglitz menyampaikan hal itu kepada Asisten Direktur pada Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Muslimin Anwar, usai mengikuti "5th Lindau Meeting on Economic Sciences" di Lindau, Jerman.
Muslimin Anwar yang mewakili Indonesia dalam pertemuan ekonom sedunia bersama pemenang Hadiah Nobel sepanjang masa di Lindau-Jerman itu, kepada Antara London, Senin (25/8), mengatakan sependapat dengan Stiglitz.
Stiglitz menyebutkan negara maju tidak boleh lagi hanya memikirkan kepentingan ekonomi domestiknya dalam menetapkan kebijakan ekonomi, karena terbukti dalam beberapa kejadian dalam satu dasa warsa terakhir, kebijakan negara maju berakibat buruk bagi perekonomian dunia.
Di antaranya kasus sub-prime mortgage 2008 di AS serta krisis keuangan dan fiskal di Eropa sejak 2010, yang telah menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi dunia.
Muslimin Anwar, yang mewakili Bank Indonesia dalam pertemuan 450 ekonom dunia dengan pemenang Nobel di bidang ekonomi itu juga sependapat dengan Stiglitz, Indonesia harus mengerjakan pekerjaan rumahnya, khususnya reformasi struktural, dengan meningkatkan daya saing ekspor dan kemandirian ekonomi, guna membawa defisit transaksi berjalan ke arah lebih sehat.
Menurut Stiglitz, negara berkembang (emerging countries) termasuk Indonesia diperkirakan akan terkena dampak buruk dari kebijakan moneter bank sentral AS, apabilaFed Fund rate dinaikkan di masa akan datang. Untuk itu perlu segera mempertimbangkan penggunaan capital control dan menggunakan teknik pengelolaan neraca modal dan finansial/capital account yang baik (capital control management technique).
Namun, Stiglitz menambahkan suku bunga Fed Fund rate tidak akan segera dinaikkan dalam waktu dekat. Banyak kalangan memperkirakan Fed baru akan menaikkan suku bunga acuan pada kuartal ke-2 tahun 2015. Meskipun dinaikkan, Stiglitz menilai Federal Reserves tetap akan menjaga suku bunga acuannya rendah.
Ia mengatakan negara berkembang yang memiliki cadangan devisa yang besar dan neraca transaksi modal dan finansial (capital account) yang terkelola dengan baik akan berada dalam posisi menguntungkan dalam menghadapi berbagai tekanan ekonomi global seperti kenaikan suku bunga Fed Fund rate dan krisis ekonomi global sekalipun.
Namun demikian, Stiglitz mengungkapkan kebijakan bank sentral AS dalam menaikkan suku bunga acuannya tidak dapat sepenuhnya dipandang sebagai zero sum game, di mana negara maju akan diuntungkan dan negara berkembang akan dirugikan.
Stiglitz menekankan yang diperlukan dunia saat ini adalah kerja sama moneter secara mendunia (global monetary cooperation) karena apa yang diputuskan dan menjadi kebijakan ekonomi negara-negara maju ternyata telah dan akan terus mempengaruhi negara-negara lain di dunia. Hal ini tidak pernah diperhatikan oleh negara-negara maju pada masa lalu.
Muslimin Anwar sebagai wakil Indonesia dalam pertemuan ekonom sedunia bersama pemenang hadiah Nobel sepanjang masa di Lindau, Jerman, sependapat dengan Stiglitz, negara maju tidak boleh lagi hanya memikirkan kepentingan ekonomi domestik dalam mengambil kebijakan ekonomi.
Dia juga sependapat dengan Stiglitz, Indonesia harus mengerjakan berbagai pekerjaan rumahnya khususnya reformasi struktural dengan meningkatkan daya saing ekspor dan kemandiriaan ekonomi guna membawa defisit transaksi berjalan ke arah lebih sehat.
Kondisi perekonomian global yang belum menggembirakan, yang berdampak pada ekspor yang melambat harus diimbangi antara lain dengan meminimalkan impor barang, baik migas maupun non-migas. "Keberanian pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi sehingga menurunkan impor minyak harus didukung dan didorong karena dengan mengalihkan subsidi kepada yang berhak, dapat menambah pembiayaan proyek infrastruktur yang lebih banyak sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dan menurunkan jumlah penduduk," kata Muslimin. (Ant)

Tidak ada komentar: