SYAFII ANTONIO: LONDON POTENSIAL UNTUK EKONOMI SYARIAH
London, 6/5
(ANTARA) - Pakar Ekonomi Syariah, Muhammad Syafii Antonio, mengatakan London
merupakan salah satu kota yang dianggap potensial untuk memajukan ekonomi
syariah di Indonesia, selain Dubai.
Hal itu
disampaikan Muhammad Syafii Antonio dalam Seminar Ekonomi dan Keuangan Syariah
yang diadakan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) United Kingdom, Perhimpunan
Pelajar Indonesia (PPI) London, dan Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya
(KIBAR) di KBRI London, demikian Ketua PPI London Rosyid Hakiim kepada ANTARA
London, Minggu.
Seminar
tersebut mengambil tema "Memperkuat Peran Keuangan Syariah dalam
Pembangunan Perekonomian Indonesia: Peluang dan Tantangan Global" yang
diadakan dalam serangkaian acara "Kibar Gathering" selama dua hari
pada Sabtu (5/5) dan Minggu (6/5).
Menurut Syafii
Anthonio, dengan menghubungkan Dubai, London dan Jakarta, maka peningkatan
investasi keuangan syariah diperkirakan dapat meningkat.
"Dubai
merupakan kota tempat uang dan tempat tujuan investasi, sedangkan London
menjadi negara yang mengatur manajemen
keuangannya. Ini cinta segitiga London - Dubai - Jakarta," katanya.
Dubai dianggap
potensial karena kota tersebut merupakan pusat ekonomi di Timur Tengah,
ujarnya.
Mengenai
perizinan, visa, dan pengucuran dana investasi menjadi faktor kunci pentingnya
kota tersebut dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
"Inggris
khususnya di London, sudah sejak lama mendalami ekonomi syariah dengan serius.
Bahkan dalam beberapa aspek, sudah banyak regulasi yang dikeluarkan negara
tersebut untuk memudahkan berkembanganya ekonomi syariah," katanya.
Selain itu,
dari sisi infrastruktur ekonomi syariahnya, Inggris sudah jauh lebih matang.
London terang-terangan ingin menjadi pusat keuangan syariah atau "Islamic
financial hub".
Penggabungan
antara Dubai dan London untuk mendukung ekonomi Syariah di Indonesia juga
didasarkan dari alasan historis dan kepercayaan.
"Dilihat
dari sudut pandang historis, kebanyakan negara-negara Arab merupakan bekas
jajahan Inggris, sehingga mereka cenderung lebih hormat kepada tetangga,"
katanya.
Begitupun
posisi Inggris relatif dipandang di benua Eropa bisa menjadi penular ekonomi
syariah di negara-negara sekitar, apalagi investor asing, termasuk dari Timur
Tengah lebih percaya menanamkan modalnya di Inggris.
Sementara
Indonesia belum bisa meyakinkan mereka karena faktor kestabilan politik,
keamanan, regulasi, karena itu dengan menempatkan London sebagai pengawas
sekaligus pengatur manajemen keuangannya, diharapkan investasi itu dapat
terwujud.
Syafii
mengatakan, usaha-usaha ke arah penggabungan tiga kota itu sudah mulai
dilakukan, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan
Indonesia.
"Seperti,
efektifitas kerja di Jakarta yang sangat terpangaruh oleh kemacetan kota,
kepastian hukum, dan permasalahan energi dalam hal ini pasokan listrik ke
daerah-daerah yang belum merata," katanya.
Sementara itu
Analis Ekonomi Bank Indonesia, Ismet Inono, mengatakan untuk merealisasikan
hubungan Dubai - London - Jakarta itu, maka pilar-pilar pentingnya harus
diperhatikan.
Pilar itu di
antaranya aturan main yang jelas karena hubungan tiga kota itu melibatkan
negara-negara yang tentunya memiliki aturan dan kebijakannya masing-masing,
kemudian fokus strategis dari tiga kota itu harus jelas.
"Selain
itu juga perlu dipikirkan juga sumber daya manusia di Indonesia, apakah sudah
memadai. Selain itu, peran pemerintah dalam hubungan tiga kota itu juga harus
jelas," ujarnya. ***2*** (ZG)
(T.H-ZG/B/E011/E011) 06-05-2012 07:55:02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar