Jumat, 11 Mei 2012

SYAFII ANTONIO


SYAFII ANTONIO: LONDON POTENSIAL UNTUK EKONOMI SYARIAH

          London, 6/5 (ANTARA) - Pakar Ekonomi Syariah, Muhammad Syafii Antonio, mengatakan London merupakan salah satu kota yang dianggap potensial untuk memajukan ekonomi syariah di Indonesia, selain Dubai.

         Hal itu disampaikan Muhammad Syafii Antonio dalam Seminar Ekonomi dan Keuangan Syariah yang diadakan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) United Kingdom, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) London, dan Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR) di KBRI London, demikian Ketua PPI London Rosyid Hakiim kepada ANTARA London, Minggu.

         Seminar tersebut mengambil tema "Memperkuat Peran Keuangan Syariah dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia: Peluang dan Tantangan Global" yang diadakan dalam serangkaian acara "Kibar Gathering" selama dua hari pada Sabtu (5/5) dan Minggu (6/5).

         Menurut Syafii Anthonio, dengan menghubungkan Dubai, London dan Jakarta, maka peningkatan investasi keuangan syariah diperkirakan dapat meningkat.

         "Dubai merupakan kota tempat uang dan tempat tujuan investasi, sedangkan London menjadi  negara yang mengatur manajemen keuangannya. Ini cinta segitiga London - Dubai - Jakarta," katanya.

         Dubai dianggap potensial karena kota tersebut merupakan pusat ekonomi di Timur Tengah, ujarnya.

         Mengenai perizinan, visa, dan pengucuran dana investasi menjadi faktor kunci pentingnya kota tersebut dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

         "Inggris khususnya di London, sudah sejak lama mendalami ekonomi syariah dengan serius. Bahkan dalam beberapa aspek, sudah banyak regulasi yang dikeluarkan negara tersebut untuk memudahkan berkembanganya ekonomi syariah," katanya.

         Selain itu, dari sisi infrastruktur ekonomi syariahnya, Inggris sudah jauh lebih matang. London terang-terangan ingin menjadi pusat keuangan syariah atau "Islamic financial hub".

         Penggabungan antara Dubai dan London untuk mendukung ekonomi Syariah di Indonesia juga didasarkan dari alasan historis dan kepercayaan.

         "Dilihat dari sudut pandang historis, kebanyakan negara-negara Arab merupakan bekas jajahan Inggris, sehingga mereka cenderung lebih hormat kepada tetangga," katanya.

         Begitupun posisi Inggris relatif dipandang di benua Eropa bisa menjadi penular ekonomi syariah di negara-negara sekitar, apalagi investor asing, termasuk dari Timur Tengah lebih percaya menanamkan modalnya di Inggris.

         Sementara Indonesia belum bisa meyakinkan mereka karena faktor kestabilan politik, keamanan, regulasi, karena itu dengan menempatkan London sebagai pengawas sekaligus pengatur manajemen keuangannya, diharapkan investasi itu dapat terwujud.

         Syafii mengatakan, usaha-usaha ke arah penggabungan tiga kota itu sudah mulai dilakukan, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia.

         "Seperti, efektifitas kerja di Jakarta yang sangat terpangaruh oleh kemacetan kota, kepastian hukum, dan permasalahan energi dalam hal ini pasokan listrik ke daerah-daerah yang belum merata," katanya.

         Sementara itu Analis Ekonomi Bank Indonesia, Ismet Inono, mengatakan untuk merealisasikan hubungan Dubai - London - Jakarta itu, maka pilar-pilar pentingnya harus diperhatikan.

         Pilar itu di antaranya aturan main yang jelas karena hubungan tiga kota itu melibatkan negara-negara yang tentunya memiliki aturan dan kebijakannya masing-masing, kemudian fokus strategis dari tiga kota itu harus jelas.

         "Selain itu juga perlu dipikirkan juga sumber daya manusia di Indonesia, apakah sudah memadai. Selain itu, peran pemerintah dalam hubungan tiga kota itu juga harus jelas," ujarnya. ***2*** (ZG)
(T.H-ZG/B/E011/E011) 06-05-2012 07:55:02

Tidak ada komentar: