AMNESTY INTERNASIONAL NILAI INDONESIA GAGAL
London, 11/9
(ANTARA) - Amnesty Internasional menilai Indonesia, khususnya pihak berwenang
gagal dalam tes untuk menuntaskan kasus Munir, setelah delapan tahun kematian
aktivis HAM Indonesia itu.
Pihak
berwenang Indonesia harus menjamin akuntabilitas penuh atas pembunuhan aktivis
Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib (Munir), ujar Campaigner - Indonesia
& Timor-Leste Amnesty International Secretariat, Josef Roy Benedict kepada
ANTARA di London, Selasa.
Menurut Josef
Roy Benedict, kegagalan membawa mereka yang bertanggungjawab ke hadapan hukum
delapan tahun setelah kematian Munir menimbulkan kekhawatiran terhadap kemauan
Indonesia menuntaskan kasus itu dan memberantas impunitas yang tetap langgeng
di Indonesia.
Dikatakannya
pada 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan penyelesaian kasus
pembunuhan Munir akan menjadi "tes sejarah kita" dalam konteks proses
reformasi demokrasi Indonesia.
"Delapan
tahun setelah kematian Munir, pihak berwenang Indonesia, termasuk Presiden,
gagal dalam tes tersebut," katanya.
Oleh karena
itu, Direktur Amnesty menulis kepada perwakilan pemerintah Indonesia agar
menyerukan kepada Kepala Kepolisian dan Jaksa Agung untuk melakukan
penyelidikan baru yang independen atas kasus pembunuhan Munir dan membawa
pelaku di semua tingkatan ke hadapan hukum sesuai dengan standar HAM
internasional.
Mereka juga
menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk secepatnya mempublikasikan
laporan tim pencari fakta 2005 sebagai langkah kunci dalam membongkar kebenaran
atas kasus pembunuhan Munir.
Munir
mengangkat kasus penculikan puluhan aktivis yang menjadi korban penghilangan
paksa pada bulan terakhir pemerintahan Suharto tahun 1998.
Ia juga
memainkan peran penting dalam menguak bukti tanggung jawab militer dalam
pelanggaran HAM di Aceh dan Timor-Leste.
Ia ditemukan
meninggal pada penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Belanda 7 September
2004. Hasil otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan akibat
keracunan arsenik.
Walaupun tiga
orang telah dijatuhi hukuman pidana karena terlibat dalam pembunuhan itu, ada
dugaan kuat mereka yang bertanggungjawab memerintahkan pembunuhan tersebut
masih bebas.
Laporan tim
pencari fakta independen yang dibentuk oleh Presiden Bambang Yudhoyono tahun 2005
belum dipublikasikan, walau pengumuman temuan tersebut direkomendasikan
berdasarkan dekrit presiden.
Muchdi
Purwoprandjono, mantan wakil ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) pada 31
Desember 2008 dibebaskan dari tuduhan merencanakan dan membantu pembunuhan
Munir.
Kelompok HAM
mengutarakan kekhawatiran mereka bahwa persidangan itu tidak memenuhi standar
internasional pengadilan yang adil.
Dalam laporan
yang dikirim ke Pelapor Khusus PBB tentang situasi Pembela HAM tahun 2009,
Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir, KASUM, mengatakan pengadilan Muchdi,
ditandai pencabutan secara sistematis kesaksian tersumpah oleh saksi kunci dan
kehadiran kelompok terorganisir yang berusaha mempengaruhi pengadilan.
Pada bulan
Februari 2010, tim khusus Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
mengidentifikasi kelemahan dalam investigasi polisi, penuntutan dan pengadilan
Muchdi Purwoprandjono serta merekomendasikan investigasi yang baru oleh polisi.
Hingga hari
ini seruan itu masih diabaikan.
Amnesty
International menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah
yang efektif untuk menjamin pelanggaran HAM atas pembela HAM diinvestigasi
secara cepat, efektif dan imparsial serta bertanggungjawab.
Amnesty International juga menyerukan
kepada pemerintah Indonesia untuk mendukung pengesahan legislasi yang bertujuan
memberikan perlindungan hukum kepada pembela HAM, sebagaimana terjadwal dalam
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) pada periode 2011-2014.
***1***
(T.H-ZG/B/E008/E008) 11-09-2012 07:08:21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar