AMNESTY DESAK DPR ACEH PENUHI JANJI
London, 15/9
(ANTARA) - Amnesty International
mendesak DPR Aceh dan pemerintah pusat untuk memenuhi janji yang dibuat pada
2005 dan berkomitmen untuk memastikan kebenaran, keadilan dan reparasi penuh
bagi korban konflik dan keluarga mereka.
Keputusan DPR Aceh untuk menunda
pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Aceh merupakan kemunduran
besar untuk mengakhiri impunitas di Aceh, kata Josef Roy Benedict, Campaigner -
Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat kepada ANTARA
London, Sabtu.
Amnesty
International juga mendesak pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan
pembentukan komisi kebenaran nasional yang berfungsi sesuai dengan hukum dan
standar internasional.
Menurut Josef
Roy Benedict, hanya ada sedikit kemajuan dalam menjamin akuntabilitas atas
kejahatan yang dilakukan selama konflik bersenjata di Aceh, termasuk pembunuhan
di luar hukum, pemerkosaan dan kejahatan kekerasan seksual lainnya,
penghilangan paksa, dan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.
Perjanjian
Perdamaian Helsinki 2005 dan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh tahun 2006
berisi ketentuan untuk pembentukan Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi di Aceh. Namun keduanya belum didirikan, ujar Josef Roy Benedict.
Dikatakannya,
pada 11 September lalu anggota Komisi A DPR Aceh, Abdullah Saleh, menyatakan
bahwa DPR Aceh harus menunggu pengesahan komisi kebenaran dan rekonsiliasi
nasional sebelum mendirikan komisi untuk Aceh.
Pembentukan
komisi kebenaran itu tidak membebaskan negara dari kewajiban untuk membawa
mereka yang diduga bertanggung jawab pidana atas kejahatan di bawah hukum
internasional ke pengadilan.
Menurut Josef
Roy Benedict, semua korban pelanggaran HAM berat, kejahatan terhadap
kemanusiaan dan kejahatan lain menurut hukum internasional, memiliki hak untuk
mengetahui kebenaran.
Pada bulan Mei
2012, Amnesty International bertemu organisasi korban dari banyak kabupaten di
Aceh yang mengatakan akan terus menuntut untuk mengetahui kebenaran tentang
pelanggaran yang menjadi penyebab, fakta dan keadaan di mana pelanggaran
tersebut terjadi.
Upaya untuk
memberikan kebenaran bagi para korban dan keluarga mereka harus menjadi bagian
dari kerangka yang lebih luas untuk pertanggungjawaban atas kejahatan masa
lalu.
Upaya untuk
kebenaran tidak harus menggantikan tanggung jawab sistem peradilan pidana di
negara itu untuk menyelidiki dan - jika bukti yang dapat diterima yang cukup -
mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan
kejahatan di bawah hukum internasional.
Semua korban
dan keluarga mereka harus diberi reparasi penuh dan efektif di bawah hukum
internasional, termasuk restitusi, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan dan jaminan
ketidakberulangan, katanya. ***1*** (ZG)
(T.H-ZG/B/H-KWR/H-KWR) 15-09-2012 22:29:15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar